EP.3 | Part 4

316 31 0
                                    

"Hei, kau pergi ke tengah." Kata Chang bersemangat.

"Aku sekarat." Jawab Korn dengan mata terfokus pada ponsel di tangannya.

"Korn!" Panggilan Pat sama sekali tak digubris karena ketiga temannya sedang asik bermain game online bersama di kantin Fakultas Teknik.

"Biarkan dia pergi, Korn. Aku mundur." Chang mulai menyerah.

"Aku juga." Sahut Korn masih terfokus pada ponsel di tangannya.

"Biarkan Mo bertarung sendirian, Korn." Chang benar-benar menyerah.

"Jangan lakukan itu, nanti aku mati." Protes Mo tak ingin main sendirian.

BRUAK!

Pat melemparkan tas punggungnya ke kepala Korn.

"Aduh! Sialan, siapa sih?" Korn menoleh dengan marah. "Sial, Pat. Astaga, aku mati nih, Pat!" Protes Korn sambil mengerutkan alisnya dengan kesal.

"Kalian pantas mendapatkan lebih dari itu." Celoteh Pat yang kini duduk di atas meja memandangi ketiga temannya yang duduk di kursi satu per satu.

"Kenapa kau nge-bully kami?" Tanya Chang tidak mengerti.

"Kalian masih juga bertanya? Kenapa kau memposting video itu?" Keseriusan di raut wajah Pat membuat ketiga temannya kemudian saling berpandangan.

"Ya, terus?" Korn tidak mengerti dimana salahnya mereka memposting video saat mereka menggoda Wai di bar tempo hari.

"Ya, terus? Ya, terus masalah mengikutinya. Mahasiswa Arsitektur jadinya harus membayar biaya pembangunan kembali halte bus itu gara-gara kalian." Celoteh Pat panjang lebar.

"Ya, terus?" Korn mengulangi pertanyaannya tanpa mengindahkan penjelasan Pat.

"Ya, terus apa?" Pat balik bertanya.

"Ya, terus kenapa kau sebegitu frustasinya karena mereka?"

"Iya."

"Iya."

Pertanyaan terakhir Korn didukung oleh ketidakpahaman dari Mo dan Chang.

"Kau seorang mahasiswa Teknik loh, sob. Kalau kau lupa." Celetuk Chang mengingatkan. "Kau bertingkah aneh."

Pat terdiam memikirkan pertanyaan teman-temannya. Itu benar. Mengapa ia harus sefrustasi ini hanya karena anak-anak Arsitektur itu harus menanggung kesulitan akibat perkelahian yang mereka lakukan? Mengapa ia harus sekhawatir ini ketika Pran belum berhasil mendapatkan bantuan dana sponsor untuk pembangunan halte bus baru? Pat pun mulai tak mengerti dirinya sendiri.

ENGINEERING. 

I'm not arguing, I'm just explaining why I'm right. 

Sebuah tulisan yang ditempel di pintu kamar Pat bergerak terbuka. Pat pulang dalam keadaan bimbang akan emosi rasa frustasi, khawatir, dan gelisah. Semuanya ia rasakan bersamaan. Pat melepaskan tas dari pundaknya lalu membuka lemari pakaian dan mengambil sebuah gitar yang terbungkus kain hitam dari sana.

"Kau pun bukannya sudah memiliki gitar?"

"Aku punya satu tapi sudah hilang. Mungkin sudah dimakan rayap."

"Kenapa kau tidak coba mencarinya dulu? Mungkin saja masih ada di suatu tempat."

Kilasan percakapan Pat dan Pran di toko musik kemarin kembali terngiang di kepalanya. Ia mengeluarkan gitar dari tempatnya dan memeriksa keadaan gitar itu dengan memutar ke bagian depan dan belakangnya. Gitar ini masih terlihat sangat bagus.

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Where stories live. Discover now