EP.4 | Part 4

349 28 0
                                    


Hari pertandingan Rugby tradisional antara tim Fakultas Teknik melawan Fakultas Arsitektur telah tiba. Pran sedang memasukkan kaos kaki hitam ke kakinya saat Pat berjalan mendekat dan duduk di tangga tribun satu tingkat lebih tinggi darinya. Mereka saling mencuri pandang lewat sudut mata sebelum Pat memulai percakapan dengan seringainya yang biasa.

"Kau yakin sudah fit untuk bertanding?"

"Kenapa kau tidak sekalian saja duduk di sebelahku?" Bukannya menjawab pertanyaan Pat, Pran justru menantangnya.

"Apa yang kau takutkan? Kau bisa memberitahu orang-orang kalau kita sedang membicarakan soal halte bus." Pat yang menyilangkan kedua tangannya di atas paha menanggapi dengan santai. "Kau takut orang-orang akan berpikir kalau aku sedang mendekatimu, ya?"

Pran tidak menjawab, ia hanya meneruskan aktifitasnya memasang kaos kaki dengan benar. Tapi pat tidak puas, ia lalu mengusap kepala Pran tapi si empunya menepis dengan keras.

"Hei! Kau benar-benar telah pulih sekarang." Pat berhenti menggodanya, tapi hanya bertahan selama beberapa detik. Dibelainya lagi kepala Pran meski ditepis berulang kali.

"Berhentilah bermain." Pat tidak menghentikan tangannya sama sekali. "Orang-orang bisa melihatnya, bangsat!" Pran berbisik dengan tegas sambil menangkis tangan Pat yang berusaha menyentuhnya berulang kali.

Cekrek!

"Oh, lihat kalian berdua." Kedatangan Ink membuat kedua pemuda yang tadinya saling mencolek dan menepis benar-benar berhenti. "Aku tidak berhasil menangkap momen manis itu. Bisakah kalian melakukannya lagi?"

Ink telah bersiap untuk melakukan sekali jepretan lagi, tentu saja Pat dan Pran tidak akan melakukannya.

"Kau kembali sana ke tempatmu." Pran sudah selesai mengenakan kaos kaki dan sepatu saat mengusir Pat untuk pergi. Tanpa basa basi Pat menarik tas di sampingnya dengan keras dan pergi meninggalkan tribun tim Arsitektur dengan wajah kesal.

"Pat bilang kalau Pran lagi sakit." Gadis dengan kamera di tangannya itu berbicara dengan sangat sopan kepada Pran.

"Oh, iya. Tapi sekarang sudah mendingan."

"Bagus kalau begitu. Semangat, ya. Aku sudah menyiapkan hadiah kemenangan untukmu jika kamu menang."

Pran hanya menyunggingkan senyum canggung menanggapi kalimat Ink. Ink menyiapkan hadiah untuknya? Pran tidak pernah memikirkan itu akan terjadi.

"Lakukanlah yang terbaik!" Ink mengangkat kedua tangannya yang terkepal ke atas, memberi semangat untuk Pran. "Sampai ketemu lagi."

Pran mengiringi kepergian Ink dengan senyum sopan di bibirnya. Setelah gadis itu tak lagi terlihat, Pran bisa melihat Pat yang berdiri di depan tribun tim Teknik sedang menoleh ke arahnya. Dan dia memberikan senyuman itu lagi!

***

Pertandingan akan segera dimulai. Kedua tim sudah mulai berlari memasuki lapangan. Tim Teknik mengenakan seragam lengan panjang berwarna merah. Sementara tim Arsitektur mengenakan seragam garis-garis hijau-putih. Seikat bandana putih melingkar di kepala Pran.

Di barisan paling depan, Pat berhadapan dengan Pran. Lalu disusul dengan Korn-Wai, Chang-Louis, dan seterusnya. Kedua tim lalu berpencar, masing-masing saling membentuk lingkaran dan meneriakkan yel-yel penyemangat. Wasit sudah bersiap dengan bola di tangannya.

Permainan telah dimulai. Pran adalah pemain pertama yang menendang bola. Suara teriakan dari tim Cheerleaders menyatu dengan suara teriakan lain di tribun penonton. Tak jauh dari tribun, pelatih mulai meneriakkan strategi kepada para pemain dari sisi lapangan. Bola masih bertahan di tangan tim Arsitektur. Setelah tiga kali operan, bola berakhir ke tangan Pran. Ia berlari sangat cepat dan sempat melewati tiga kali perebutan sebelum akhirnya bola berpindah ke tim Teknik. Kali ini giliran Pat yang menendang bola. Tim Teknik berhasil terus memeluk bola dan membawanya sampai ke gawang.

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Where stories live. Discover now