BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)

By diadjani

26.8K 1.6K 37

"Kisah tentang dua orang yang tidak pernah bisa menjadi teman, menjadi dua orang yang tidak pernah bisa menja... More

EP.1 | Part 1
EP.1 | Part 2
EP.1 | Part 4
EP.2 | Part 1
EP.2 | Part 2
EP.2 | Part 3
EP.2 | Part 4
EP.3 | Part 1
EP.3 | Part 2
EP.3 | Part 3
EP.3 | Part 4
EP.4 | Part 1
EP.4 | Part 2
EP.4 | Part 3
EP.4 | Part 4
EP.5 | Part 1
EP.5 | Part 2
EP.5 | Part 3
EP.5 | Part 4
EP.6 | Part 1
EP.6 | Part 2
EP.6 | Part 3
EP.6 | Part 4
EP.7 | Part 1
EP.7 | Part 2
EP.7 | Part 3
EP.7 | Part 4
EP.8 | Part 1
EP.8 | Part 2
EP.8 | Part 3
EP.8 | Part 4
EP.9 | Part 1
EP.9 | Part 2
EP.9 | Part 3
EP.9 | Part 4
EP.10 | Part 1
EP.10 | Part 2
EP.10 | Part 3
EP.10 | Part 4
EP.11 | Part 1
EP.11 | Part 2
EP.11 | Part 3
EP.11 | Part 4
EP.12 | Part 1
EP.12 | Part 2
EP.12 | Part 3
EP.12 | Part 4

EP.1 | Part 3

687 61 0
By diadjani

"Bangun, dong." Korn dan kedua temannya mulai menggoda.

Chang sudah siap untuk merekam perkelahian dengan ponsel di tangannya. Namun betapa terkejutnya mereka bahwa pemuda yang bangkit dan berbalik menghadap mereka itu bukanlah pemuda yang mereka cari. Pemuda itu bukan lah Wai melainkan Pran.

"Apa-apaan ini?" Tanya Pran kebingungan mengapa ia diserang.

"Sudah, lah. Sikat saja. Lagi pula mereka berteman. Kalahkan dia." Korn akhirnya memberi keputusan yang disetujui kedua temannya.

Chang menyerang lebih dulu, tapi Pran berhasil memberikan perlawanan. Korn mengirimkan satu tendangan dan Mo segera ikut melayangkan tinjunya. Pran berhasil menangkap leher Mo yang bertubuh jauh lebih kecil darinya dan melemparkan pemuda itu ke arah Korn sehingga mereka berdua terhuyung ke belakang. Chang kembali menyerang sekali lagi tapi Pran berhasil menghindari pukulannya. Namun saat ketiganya menyerang bersamaan, Pran tak lagi bisa menghindar. Mereka berempat saling adu pukulan dan tendangan selama beberapa saat sebelum Pran kemudian berhasil melarikan diri saat mereka lengah.

Pran berlari sekuat tenaga ke arah belakang kampus hingga seseorang menghadang jalannya.

"Kemari lah." Pemuda itu tak hanya menghadang tapi juga menarik lengan Pran untuk bersembunyi di celah bangunan yang cukup untuk mereka berdua.

Pran tak bisa berkata-kata karna mulutnya telah dibungkam oleh tangan kiri Pat. Sementara tangan kanannya membentuk angka satu dengan jari telunjuk yang dirapatkan ke bibirnya tanda melarang Pran untuk bersuara. Dari celah tempat mereka bersembunyi, Pran melihat Korn dan dua temannya berlari melewatinya.

Butuh beberapa saat bagi mereka untuk saling berpandangan seolah waktu berhenti, sebelum kemudian Pran mendorong tubuh Pat menjauh darinya. "Apa yang kau lakukan?"

Tidak menjawab, Pat justru mengintip jalanan dan memastikan ketiga temannya sudah tidak berada di sana. "Keluar lah." Ajak Pat kemudian mengarahkan Pran agar mengikuti langkahnya.

Mereka berdua melewati jalan pintas untuk tembus ke parkiran kampus dan mendapati Pha sudah di sana untuk menjemput Pat. "Omong kosong apa sih ini?" Pran meradang tak mengerti.

"Kemari lah." Sekali lagi Pat mengajak Pran untuk mengikutinya.

"Kak, masuk lah ke mobil." Kata Pha dari bangku kemudi.

"Cepatlah. Masuk ke mobil." Pat menepuk lengan Pran agar segera mengikutinya.

"Apa'an sih?"

"Masuk lah ke mobil." Dengan geram akhirnya Pat mencengkeram lengan Pran dan memasukkannya ke dalam mobil terlebih dulu diikuti dirinya.

"Cepat lah." Dukung Pha menunggu kedua pemuda itu duduk di kursi penumpang.

"Jalan, Pha." Perintah Pat kemudian saat pintu mobil telah tertutup sempurna.

Mobil melaju ke arah pintu keluar kampus. Namun belum sampai ke jalan raya Pran sudah mengajukan untuk memisahkan diri dari kakak beradik itu.

"Pha, menepi lah. Kakak akan turun di sini." Kata Pran yakin. "Keluar kau." Perintah Pran mendorong tubuh Pat.

Pat turun diikuti Pran di belakangnya. "Tunggu, dulu." Pat mengambil sesuatu dari dalam mobil lalu memberikan sebuah kemeja putih untuk Pran. "Ganti baju dulu, jadi kau tidak perlu memberi tahu Ibumu apa yang terjadi. Kalau tidak, dia akan menyalahkanku lagi."

Pran tidak menjawab dan meneruskan langkahnya dengan marah.

"Bilang terima kasih, kek, bajingan." Pat setengah berteriak.

"Memangnya aku meminta bantuanmu? Brengsek." Kata Pran kasar.

"Uh. Lihat lah dia." Pat protes pada adiknya yang ikut turun dari mobil menyaksikan kepergian Pran yang sangat tidak bersahabat dengan kakaknya.

"Jangan memulainya, kak. Ayo kita bicarakan tentang kesepakatan kita dulu. Mana janjimu sama Pha?"

"Hmmph..." Pat hanya menghela nafas tak percaya pada reaksi adiknya.

***

Setibanya di asrama, Pha terus meminta Pat untuk menjelaskan duduk permasalahan kakaknya dengan Pran. "Jadi?"

"Kan sudah kakak bilang, kakak sudah berusaha tapi teman-teman kakak mendatangi orang yang salah." Jelas Pat sembari membuka pintu kamarnya.

"Apa-apaan? Aku tidak peduli. Kan kakak sudah berjanji padaku." Celoteh Pha masuk ke dalam kamar Pat dengan memeluk sekeranjang baju bersih di dadanya. "Terserah lah. Persoalan di antara grup kakak dan dia seharusnya sudah selesai sekarang."

"Mereka lah yang tidak ingin ini berakhir. Mereka memposting video itu di media sosial. Kakak harus melakukan sesuatu. Kalau tidak, tidak ada yang akan menghormati kakak." Jelas Pat mengikuti langkah adiknya yang berhenti meletakkan keranjang ke lantai.

"Halah. Memangnya siapa yang akan menghormati kakak? Kakak seorang mahasiswa atau gangster sih?" Pha terus mengomel tapi tangannya menerima dua baju yang digantung dengan hanger dari tangan Pat dan memindahkannya ke dalam lemari.

"Anak-anak sepertimu tidak akan mengerti apa-apa tentang ini."

"Aku tidak peduli dan aku tidak ingin mengerti juga. Tapi jika kakak masih peduli dengan Pha, jangan ganggu kak Pran." Pha berbalik dan menatap mata kakaknya yang sedang bertolak pinggang. "Pha benar-benar meminta kepada kakak di sini."

Kalimat terakhir adiknya itu membuat Pat terdiam sejenak lalu menganggukkan kepalanya tanda mengerti dan setuju.

"Rapikan." Pha mengambil sekeranjang baju bersih yang ia bawakan dari rumah kepada Pat.

"Terus kamu mau pergi ke mana?"

"Pulang, mengembalikan mobil ke Papa." Jawab Pha melangkah ke arah pintu keluar. "Rapikan sekarang!" Perintahnya sekali lagi mengingatkan kakaknya sebelum menutup pintu kamar Pat.

Pat tak lantas segera merapikan tumpukan baju bersihnya ke dalam lemari. Ia justru meletakkan keranjang itu kembali ke lantai. Pikirannya melayang pada kejadian saat mereka kecil. Kejadian yang membuat Pha tak ingin Pat menyakiti Pran.

Flashback

"Kak, tunggu aku." Teriak gadis kecil dari atas sepeda yang berusaha menjajari kakaknya.

"Siapa yang sampai duluan, tidak perlu mencuci piring." Kata Pat memberikan tawaran.

"Aku satu-satunya yang melakukannya setiap hari." Kata sang adik mengingatkan.

"Bergerak lah lebih cepat kalau begitu."

Kakak beradik itu sedang bersepeda di tepi sungai.

"Sampai," kata Pha saat mereka berdua tiba di bawah pohon rindang. "Kakak yang mencuci piring hari ini, yaiy!" Pha semangat turun dari sepeda.

Pat sedang membenarkan posisi sepedanya saat satu sepeda milik anak lain datang menghampirinya.

"Ini wilayahku." Pat memulai percakapan. "Aku sampai di sini duluan."

Pran menghela nafas menanggapi kata-kata Pat saat matanya menangkap pemandangan menegangkan.

"Kak! Kak, tolong! Kak!"Pha sedang menggerak-gerakkan kedua tangannya di dalam air, berusaha agar tidak tenggelam.

"Pha!" Pran segera berlari dan menjeburkan dirinya ke sungai berusaha untuk menolong Pha. Sementara sang kakak yang tak pandai berenang hanya berdiri mematung ketakutan.

"Kak. Kak, tolong, kak!"

"Pha, tolong jangan banyak bergerak." Kata Pran yang berenang mendekat. "Pha, tenang lah. Jangan panik. Kakak sudah di sini untuk membantumu. Tenanglah." Pran berusaha menenangkan adik Pat meskipun ia sedang kesulitan membawa tubuh Pha ke tepian sungai.

"Aku takut." Isak Pha menangis ketakutan.

"Pha! Pha, apakah kau baik-baik saja?" Pat akhirnya menghampiri adiknya setelah Pran berhasil membawanya ke tepian sungai.

"Kak!" Pha terus menangis ketakutan.

"Tidak apa-apa. Kamu sudah memelukku." Kata pat berusaha menenangkan adiknya dan dirinya sendiri.

"Aku takut."

"Tidak apa-apa, tidak perlu takut. Ada kakak di sini." Pat memeluk adik semata wayangnya erat-erat.

"Jangan bilang Mama, ya?"

"Kakak tidak akan bilang." Pat mengusap-usap punggung adiknya dengan lembut.

"Kak, aku takut." Pha masih terus menangis saat Pat melihat Pran melangkah pergi dari sana.

Pat terus menenangkan Pha dalam pelukannya saat matanya menangkap sebuah jam tangan hitam milik Pran yang terjatuh tak jauh dari sungai dan mengambilnya.

***

Pran sedang menulis lagu di atas tempat tidur saat suara ketukan dari jendela kamarnya terdengar. Pran bangkit perlahan dan membukai tirai jendela kamarnya, tak ada apa-apa di sana. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat jendela kamar Pat yang kosong. Menujukkan sedang tak ada siapa-siapa di kamar itu.

Pran menutup tirai dan hendak kembali ke tempat tidur saat seseorang menyentuh lengannya dari belakang. Pran sontak berbalik dan mendapati Pat sedang berada di kamar tidurnya. Pran baru saja akan membuka suara, tapi tangan Pat lebih cepat membungkam mulut Pran dengan buku-buku jarinya dan menempelkan satu jari telunjuknya di bibir. Persis seperti apa yang dia lakukan tadi siang di kampus saat kawanannya mengejar Pran.

"Aku datang dengan damai," kata Pat setengah berbisik.

"Pran, suara apa itu, nak?" Sial. Ibu Pran meneriakkan pertanyaan itu dari lantai bawah.

"Bukan apa-apa, Bu." Jawab Pran setengan berteriak. "Pran baru saja menjatuhkan sesuatu." Lanjutnya ragu-ragu.

Pat menyeringai dan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur Pran. Melihat pemuda tetangga sebelah yang duduk tanpa dipersilakan itu Pran pun perlahan mendudukkan dirinya di ujung tempat tidur, hampir mendekati dinding.

"Aku datang untuk membicarakan tentang teman kau itu." Pat memulai pembicaraan. "Bisakah kau berhenti melindunginya?"

"Bisakah kau berhenti mengejarnya?"

"Apakah begitu sulit untuk dipahami?"

"Ya, aku sulit memahaminya. Dan aku tidak ingin berbicara denganmu. Keluar dari kamarku." Perintah Pran tegas.

"Pran. Aku datang karena tidak ingin melawanmu. Kau tidak paham, ya?" Pat berusaha menjelaskan maksudnya. Penjelasan yang membuat Pran mematung menatapnya. "Bukan aku, sebenarnya. Pha yang memintanya."

Penjelasan lengkap Pat akhirnya membuat Pran memalingkan wajahnya dari pemuda bermata galak.

"Tapi aku harus menyelesaikan konflik ini bagaimanapun caranya. Bisakah kau bantu dengan mundur saja?"

"Bagaimana aku tidak bisa melakukan itu? Orang-orang ini adalah teman dari Fakultasku. Dan Wai adalah sahabatku sejak sebelum aku pindah ke sini. Bagaimanapun, aku benar-benar tidak bisa mundur begitu saja untukmu." Pran mencoba menjelaskan posisinya yang serba salah kepada Pat.

***

Keesokan harinya geng Teknik dan geng Arsitektur bertemu di kampus. Mereka berdiri berhadapan dekat gudang belakang kampus.

"Kirim dia, dan semua orang tidak akan terluka." Pat si ketua geng Teknik memberikan penawaran pertama.

"Aku tidak bisa." Jawab Pran si ketua geng Arsitektur berusaha melindungi sahabatnya.

"Dia menghina aku sebegitunya. Aku tidak akan pergi sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan." Pat bersikukuh. Reputasinya tak boleh hancur di tangan sahabat Pran.

Kedua kelompok fakultas saling mempertahankan reputasi masing-masing. Tak ingin mengalah pada satu sama lain.

Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 124K 87
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
60.1K 4.8K 25
[After Boyfriend] "Tolong kembali dengan perasaan yang sama seperti dulu dan buat akhir yang bahagia" -Prem Warut Chawalitrujiwong bxb🌈 Ps : Harap m...
2.3M 102K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
1K 25 1
... "kalo mau kesini cuma pacaran aja mending kaga usah kesini deh, nyumpek nyumpek in nih ruangan aja." sinis winny. "suudzon aja lo win, gue mau ng...