Setelah dapat memukul mundur musuh mereka berteriak ricuh. Para guru yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepala tanpa bisa melakukan apapun bahkan murid-murid yang tidak biasanya ikut tawuran sekarang malah adu jotos.
Lalu yang cewek jangan ditanya mereka hanya perlu memukul satu bagian. Jika ada seseorang yang ingin mencelakainya maka tinggal tendang bagian selangkangan maka orang itu langsung tumbang.
Namun, yang lebih parah mereka menjadikan tawuran ini sebagai ajang melepas penat belajar. Lino jangan ditanya ia terlihat menikmati permainan yang diberikan oleh musuhnya. Arsen dkk hanya diam menonton pertunjukan didepannya karena mereka merasa paling normal jadi hanya diam.
"Gimana, Sen? Apa hiburan ini membuat Lo senang atau ingin menangis?" cecar Lino dengan tertawa kecil tangannya sudah merangkul pundak Arsen.
"Sembrono," ketus Arsen dengan muka datar.
"Iya dan gue sadar diri, kok," sahut Lino dengan tertawa kecil.
Gina melihat anggotanya perlahan-lahan mulai tumpang. Wajahnya seketika berubah menjadi lebih pucat. Ia menatap kearah mobil putih dengan menyeringai kecil.
Gina mengeluarkan sesuatu dari lengan almamaternya. Tiba-tiba ada benda yang menggores tangan Adya membuat lelaki itu melepaskan cengkeraman tangannya. Setelah merasa Adya mulai lengah ia segera berlari dan memanjat gerbang dengan mudah.
"Sial! Tuh cewek gores tangan gue!" seru Adya melihat tangannya yang mulai mengucur darah.
"Woy! Tuh pengkhianat kemana?!" pekik Lino dengan mengedarkan pandangannya.
Murid-murid yang tadi ricuh seketika menjadi hening. Mungkin mereka tidak mengetahui siapa yang ia maksud.
"Siapa pengkhianat?"
"Disekolah ini ada pengkhianat memangnya."
"Kalau tahu gue gulung jadi dadar gulung gosong!"
Ravy mendengus kesal membeberkan, "Pengkhianat itu Berlin Gina Wahyuni. Jika kalian ada melihat tuh cewek langsung aja lapor kepada kami atau pihak sekolah."
Lino dengan Arsen dkk kecuali Ravy juga Adya menatap tajam lelaki itu. Apa Ravy tidak tahu jika itu sama saja membuat kondisi menjadi tidak terkendali. Ia memang membenci gadis itu tapi bukan berarti akan dia lebih mudah matinya.
"Sial!"
"Ternyata dia ppb, anjing!"
"Nggak gue biarin dia hidup dengan tenang!"
"Gue doain juga tuh cewek keturunannya jelek semua!"
Lino memutar matanya baru saja ia pikirkan malah terjadi. Alhasil ia berjalan pergi tapi dia menemukan benda yang mungkin akan memberikan keberuntungan. Ia memungut sebuah ponsel yang terjatuh disamping Adya.
"Nicho ambilkan laptop gue dikelas," perintah Lino dengan muka dingin.
Perkataan Lino membuat semua orang kebingungan. Namun, hanya Arsen yang seolah paham akan tujuan yang dilakukan lelaki itu.
"Butuh bantuan," ucap Arsen dengan mengelus kepala Lino.
Lino menggelengkan kepalanya tersenyum manis menatap Arsen. Ia melihat dari kejauhan Nicho membawa tasnya.
"Loh, kok Lo bawa tas gue kesini. Gue cuman nyuruh bawa laptop tapi, ya udahlah," celetuk Lino dengan menyambut tasnya.
Lino menyeringai dengan merenggangkan jarinya juga lehernya. Ia membuka layar laptopnya seketika muncul keamanan tingkat tinggi yang membuat murid juga guru pangling. Mereka menata seolah menyatakan orang yang didepannya adalah bukan Elio, tetapi nyatanya yang didepan mereka ini adalah jiwa dari Farellino Bramasta.
Lino menyambungkan ponsel Gina ke laptopnya. Murid-murid yang penasaran segera antusias menatap layar laptop dari Lino terutama murid jenius dari SMA Mawar dan SMA Cendana. Kode-kode dilayar laptop Lino seketika membuat orang pangling dibuatnya.
Tiba-tiba keluar logo perusahaan keluarga Avanti yang membuat semua orang terkejut terutama Mita. Lalu muncul chat dan beberapa foto dilayar laptop milik Lino yang membuat semua orang menatap tidak percaya.
"Haha, itu nggak mungkin! Lino ini pasti prank bukan, Lo pasti ingin balas dendam prank gue bukan. Papa gue nggak mungkin ngelakuin itu, dia ... dia ... sayang sama Mama gue," lirih Mita dengan air mata mengalir deras. Dalam sekejap dunia Mita sudah hancur rasanya ingin menyanggah jika itu bukan papanya tapi semua bukti sudah ada.
Mita mengambil ponselnya kemudian mengetikkan beberapa nomor. Gadis itu terlihat gelisah sembari menunggu panggilan terjawab.
"Ma ..."
"..."
"Papa nggak mungkin ngelakuin hal itu bukan."
"..."
"Papa ... apa benar dia selingkuh dari mama? Itu semua nggak bener, kan, Ma?"
"..."
"Jadi ... selama ini ..."
"..."
"Iya, Ma ..."
Pertahanan Mita sudah roboh ia tidak menyangka papanya akan melakukan hal itu kepada mamanya. Kakinya menjadi lunglai hingga terjatuh kelantai.
Lino ingin membantu tapi keduluan oleh cowok yang sudah menggendong Mita. Ia mengerutkan keningnya membiarkan lagipula jika Mita tidak protes berarti gadis itu kenal.
"Fatih kamu disini? Papa yang selama ini gue anggap pahlawan tertawa lebih bejat dari anjing," ucap Mita dengan menangis tersedu-sedu.
"Iya, sayang. Aku sudah disini jangan sedih lagi."
Semua orang tertegun termasuk Lino karena selama ini tidak pernah melihat Mita sedih seperti ini. Mita itu adalah gadis yang kuat mau bagaimanapun, tetapi sekuatnya cewek jika dihadapi permasalahan keluarga pun akan jatuh seketika.
"Mita ... Bapak berencana untuk membawa kasus ini kejalur hukum. Kali ini mereka sudah keterlaluan karena melukai seseorang dengan senjata tajam dan merusak fasilitas jalan. Apa kamu tidak keberatan?"
"Bawa saja, Pak. Jika dengan begini bisa membuat Papah saya sadar akan kelakuannya," sahut Mita dengan tersenyum sendu.
"Lino terima kasih sudah memeriksa ponsel jalang itu, jika tidak mungkin selama ini akan menambah rasa sakit untuk Mamah gue," lanjut Mita dengan tersenyum tipis.
Lino mengangguk pelan dengan tersenyum simpul. Ia sudah menganggap Mita seperti adiknya sendiri jadi dia pastikan akan membuat kedua orang itu sadar dengan apa yang diperbuat mereka.
"Pak! Saya minta sedikit bantuan untuk mengusut kasus kecelakaan di hotel Z. Saya ingin tahu apa yang membuat saya seperti ini," ucap Lino dengan mengepalkan tangannya.
Lino mencoba untuk tidak emosi, tetapi entah mengapa akhir-akhir ini emosinya susah dikontrol. Didalam tubuhnya seolah masih ada jiwa Elio yang dulu dan seolah ingin meminta bantuannya mengusut kasus ini.
***
Disisi lain Gina dan Papah Mita sedang berada di ruangan gelap. Gina yang mencoba bergelayut ditangan pacarnya. Namun, Papah Mita yang menjabat sebagai pacarnya tiba-tiba saja mendorong tubuhnya hingga tersungkur ke lantai.
"Kamu ini gimana ceritanya sampai gagal?! Saya sudah perintahkan kamu untuk berhati-hati tapi ini apa hasilnya!"
"Sayang ... maafin aku ini semua salah Elio juga Arsen," dalih Gina dengan memegang tangan pacarnya.
"Maksudnya coba kamu jelaskan."
"Semenjak kecelakaan Elio semakin lebih licik bahkan lebih pintar. Dia selalu bisa menebak mana teman dan mana musuh," jelas Gina dengan tersenyum manis.
"Bukannya kamu bilang dia sudah tidak waras!"
"Loh, aku nggak bilang Elio tidak waras tapi tingkahnya yang absurd," elak Gina dengan mengerutkan keningnya.
Dor!
Papah Mita menatap mayat Gina dengan muka dingin berkata, "Orang yang tidak berguna."
Gina yang awalnya ingin menikmati hidup mewah dengan praktis. Namun, siapa sangka nasibnya akan menjadi sial dengan mati sia-sia padahal dia dikenal sebagai murid berprestasi. Jika Gina bisa bersabar sedikit mungkin hidupnya akan terjamin.
***
Jangan lupa vote dan komen :)
Papah Mita 😮
Lanjut!