Ujung Tirani (Completed)

By Amaranteya

6K 1.6K 200

Berkutat dengan sejarah Islam daratan Andalus adalah hal yang tak pernah absen dari kehidupan Hijir. Mulai da... More

Prologue
1. Duality
2. Choices
3. The Piece of Bhagavadgita
4. Imperfect Islamization
5. Next Side
6. Vague Faith
7. The Part of God
8. Stigma
9. Stupidity
10. A Wrong Step
11. On Point
12. Under The Rain
13. Humanitarianism
14. An Assumption
15. Does She Say, "Easiness"?
16. Questions
17. It was A Process
18. Interaction
19. An Unpredictable Gift
20. Unwanted Proposal
21. She is Bold
22. Isn't She?
23. Doubt
24. Anomaly
25. Deadly Combination of Love
26. Drama
28. Is That The Clue?
29. A Half of Truth
30. Perfect Puzzle (Ending)
Epilogue

27. The End of The Tyrant

148 43 0
By Amaranteya

Meski tak mendapat predikat kelompok terbaik berdasarkan nilai, tetapi kelompok Zaa mendapat predikat kelompok teraktif dan terbaik dalam public speaking.

Setelah acara selesai dan ustaz serta ustazah meninggalkan aula tadi, anak-anak menghampiri tutor masing-masing. Jika tutor lain memilih tempat lain untuk berkumpul, beda halnya dengan Zaa yang tetap duduk di posisi semula. Kakinya sakit.

"Miss keren banget tadi. Kita sampai kaget loh, Miss." Berbinar mata Musa saat mengatakannya.

"Kalian juga hebat, tahu. Terima kasih sudah menjadi anak-anak didik yang manis untuk Miss. Ah ... ini hari terakhir kita ketemu, ya?"

Wajah semua anak itu berubah murung. Secepat itu?

"Tetap semangat belajar setelah ini, jangan terpaku sama hasil. Nikmati saja prosesnya."

Tak rela anak-anak itu melepas Zaa. Namun, mereka harus. Setelah bercengkerama untuk beberapa saat, semuanya pamit dan meninggalkan aula.

Tersisa Zaa dan deretan kursi kosong di sana. Panitia memang akan membereskan semuanya setelah zuhur nanti. Sekarang, mereka sedang bersiap untuk jamaah. Jadi, aula benar-benar sepi.

Zaa berusaha bangkit, menapakkan kaki tanpa alasnya perlahan. Namun nihil, terlalu sakit. Pada akhirnya, Zaa memilih kembali duduk dan memejamkan mata sejenak, merasakan sensasi sakit di kaki kanannya.

Sebuah sentuhan mengejutkan Zaa. Ia segera membuka mata dan menemukan Hijir tengah berjongkok di depannya.

"Maaf, tapi kaki kamu harus diobati."

Zaa membiarkan lelaki itu membawa kakinya ke atas paha. Jujur, ia sedikit kaget melihat lukanya sendiri. Separah itu?

"Di kayu tadi ada pakunya?" Hijir melotot tak percaya. Bagaimana tidak? Terdapat darah yang mulai mengering di kaki perempuan itu.

"Aku nggak tahu. Mungkin iya," jawab Zaa singkat.

Dengan telaten Hijir membersihkan luka Zaa dengan kapas dan alkohol yang dibawanya.

Tak ada suara mengaduh atau apa pun, Zaa tetap tenang.

"Ke klinik pesantren, ya? Aku antar. Ah ... langsung ke puskesmas terdekat saja. Kalau sampai ternyata pakunya berkarat, bahaya."

Zaa tampak berpikir. "Zuhur."

Hijir mendengus. Ia meletakkan kembali kaki Zaa dengan hati-hati dan bangkit. "Makanya, ayo cepat. Biar aku tidak ketinggalan waktu salat Zuhur."

Mau tak mau, Zaa mengangguk. 

-o0o-

"Boleh saya nggak ikut acara besok?" Pertanyaan Zaa membuat atensi semua orang terfokus padanya. Di rapat pembubaran panitia malam ini, mereka memang baru diberitahu mengenai acara esok hari.

Tatapan tanya bergantian terlempar pada Zaa. Bukankah perempuan itu suka pergi-pergi? Kenapa ia menolak?

"Kaki Miss Zaa masih sangat sakit?" Lemparan pertanyaan Hijir itu semakin mengundang rasa penasaran orang-orang, tak terkecuali Naba yang mukanya sudah keruh.

Zaa menggeleng pelan. "Kaki saya bukan masalah. Masalahnya, saya sudah janji akan pulang besok. Kebetulan ada acara keluarga."

Ekspresi semua orang tampak murung, terlebih teman-teman tutor Zaa dari EdgeLeaf. Padahal, itu bisa menjadi perjalanan mereka bersama.

"Miss benar-benar tidak bisa ikut?" Alis Kang Reza tertaut. Bagaimanapun, acara itu adalah perpisahan antarpanitia.

Kerutan di dahi Zaa muncul. Ia tampak berpikir sejenak sebelum kembali berkata, "Em ... mungkin saya bisa menyusul sorenya. Kebetulan tempat diadakan acara tidak begitu jauh dari rumah saya. Bagaimana?"

Semua mengangguk mengiyakan. Baiklah, sudah diputuskan, Zaa tidak akan bergabung dalam rombongan saat berangkat esok hari.

Benar saja, keesokan harinya, saat semua bersiap berangkat ke tempat kegiatan, Zaa juga sudah mengemasi pakaian. Ia akan pulang setelah mereka berangkat nanti, dijemput Kaisar. Sekali lagi, bukankah Zaa cerdik memanfaatkan teman?

Belum rombongan berangkat, Kaisar sudah memarkirkan mobil di jalanan depan, seberang gerbang pesantren.

Sambil menggeret koper terburu-buru, Zaa menghampiri lelaki itu dan langsung memberinya tinjuan kecil di lengan saat sampai. Sungguh, Zaa kesal setengah mati. Padahal, ia sudah mengatakan tunggu pesan darinya sebelum menjemput. Kalau begini, otomatis para tutor dan panitia kegiatan yang sudah berkumpul di dekat gerbang sana, melihatnya bersama Kaisar. Sial.

"Kamu kecepetan, Kaisar," gerutu Zaa.

Kaisar berdecak. "Sekalian ah, Zaa. Gue tadi niatnya mau mampir ke kafe dulu, eh masih tutup. Ya udah, langsung ke sini aja."

Giliran Zaa yang berdecak. Tidak bisakah lelaki itu memberikan alasan yang lebih masuk akal?

"Sejak kapan kafe bakal buka jam setengah enam pagi begini? Udahlah! Bantuin masukin koper ke bagasi."

Setelah membuat gerakan hormat, Kaisar segera menuruti ucapan Zaa, sementara perempuan itu langsung masuk ke dalam mobil, mengambil tempat di bangku depan.

Saat Kaisar akan masuk ke bangku kemudi, ia melihat ke arah Hijir. Jelas ia mengenali lelaki itu. Disunggingkannya senyum lebar sembari mengangguk sekali.

Dalam gerbang, Hijir yang melihat itu semua, mengepalkan tangan diam-diam. Meski tak ayal, senyumnya terbit juga sebagai balasan.

Mobil Kaisar berlalu. Benar saja, hal tersebut langsung menjadi bahan bisik-bisik orang-orang itu. Kebanyakan merasa iri pada Zaa, karena perempuan itu tampak akrab dengan siapa pun. Sebuah keuntungan tentu saja, ia bisa meminta bantuan.

"Siapa lelaki itu, Jir?" bisik Hikam yang berdiri tepat di sampingnya.

Hijir menoleh sejenak. "Temannya Jauza."

Lelaki itu diam setelahnya. Selama perjalanan pun Hijir hanya diam, menatap ke luar jendela dengan kosong. Namun, telinganya tersumpal headset yang terhubung ke ponsel dan tengah memutar kisah yang sebelumnya harus terjeda ia dengar.

Di sana dijelaskan, ada dua pendapat mengenai kapan terjadinya Perang Zallaqah. Meski para ulama dan sejarawan setuju bahwa perang terjadi pada hari Jum'at 479 H, tetapi ada perbedaan pada tanggal dan bulannya. Ada yang mengatakan perang tersebut terjadi pada 12 Rajab, ada pula yang mengatakan 10 Ramadan.

Hijir tak mau ambil pusing, yang ia inginkan dari cerita itu, adalah ibrah dan kebangkitan umat Islam.

Dari tiga pasukan yang dibagi Yusuf bin Tasyfin, ada tugas berbeda yang dibebankan pada tiap pasukan. Orang-orang Andalus di bawah Al-Mu'tamid dan pasukan Murabithun di bawah Daud bin Aisyah menyerang langsung pasukan Salibis di bawah pimpinan Alfonso. Sementara itu, pasukan yang dipimpin oleh Yusuf bin Tasyfin akan bersembunyi di celah bukit yang tidak diketahui lawan.

Tujuan dari taktik itu adalah menjaga kesatuan umat Muslim, membuat pasukan Salibis kehabisan energi dan saat itu terjadi, Yusuf bin Tasyfin beserta pasukannya, bisa menyerang tiba-tiba saat lawan dalam keadaan lemah.

Namun, dari sana, berkembang kembali isu bahwa Yusuf bin Tasyfin menerapkan taktik tersebut agar bisa berkuasa atas Andalus dan mengorbankan umat Muslim Andalus itu sendiri.

Betapa naif pikiran pasukan muslim saat itu. Saat genting pun, mereka masih memikirkan kekuasaan, hal-hal duniawi.

Isu tak membuat Yusuf bin Tasyfin gentar. Apa yang ia lakukan adalah murni jihad mempertahankan Islam di daratan Andalusia.

Dalam medan peperangan, Al-Mu'tamid mulai terdesak, luka-luka seluruh badannya, tetapi tak berhenti. Dalam keadaan itu, ia terus berusaha menggencet, saling bantu dengan pasukan Daud bin Aisyah. Pada akhirnya, Alfonso pun merasa terdesak.

Benar, saat pasukan Salibis mulai kewalahan di medan perang, pasukan Yusuf bin Tasyfin membagi dirinya menjadi dua kelompok. Saat yang satu merangsek pertempuran, yang lain menyerang dari belakang, menghancurkan barak-barak pertahanan mereka, memporak-porandakan penyimpanan makanan juga senjata. Kocar-kacir, pasukan Salibis mulai berantakan.

Mendengar basis pertahannya diserang, jelas Alfonso goyah. Banyak pasukannya berakhir melarikan diri. Dalam keadaan tertekan dan takut, Al-Mu'tamid membabi buta menyerangnya. Panglima itu berusaha melukai paha Alfonso dan berhasil.

Kembali salah satu pasukan berhasil melukai paha Alfonso. Namun, Tuhan masih memberi hidup pada penerus Ferdinan itu. Sama seperti saat perang melawan saudaranya sendiri, Alfonso melarikan diri. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa ia kehilangan kaki.

Pertempuran berdarah, penentu tonggak Islam di daratan Andalus pun berakhir. Zallaqah, tanah yang licin akan darah. Zallaqah, bukti nyata kebangkitan Islam di tanah Spanyol.

Hijir memejamkan mata tepat saat suara berhenti, menahan bulir yang sudah berkumpul di sudut mata agar tidak jatuh. Semrawut pikirannya sedikit terurai, hanya sedikit. Tirani Kristen masa itu memang berakhir, tetapi belum dengan tirani yang mengungkungnya.

Lama dalam keterdiaman, kilas sosok Zaa berjejalan dalam kepala, merangsek sisa-sisa waras, menghantam dengan telak. Pertemuan pertama dengan Zaa, perbincangan di perpustakaan, tenggelam dalam liturgi di gereja, menikmati suhu menusuk telaga, juga ... penampilan Zaa dalam drama kemarin.

Sedikit demi sedikit, Hijir menemukan sesuatu. Matanya terbuka seketika. "Egoisme. Membunuh Tuhan. Aku tahu jawabannya," gumamnya sambil tersenyum.

Lihat saja! Tirani ciptaan perempuan itu akan berakhir sebentar lagi. Entah kebangkitan atau justru kehancuran untuk Hijir.

-o0o-

I am not satisfied enough with the war explanation. It's such lack of feeling. But, I'll revise it one day.

We will come to the end of this story😂 Aku masih utak-atik ending, sih. Sama neliti ulang benang merah antara semuanya. Takut ada plot hole.

Wish you enjoy

Amaranteya

14th of September 2021

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 80 21
📖 Non-Fiksi Kehidupan membentukmu untuk takut pada banyak dalam hidup ini. Karena takut, kamu menghindari beberapa hal. Karena takut, kamu tak per...
12.5K 903 39
Konflik terjadi antara dua negara tetangga. Dan Indonesia harus menyiagakan pasukan militernya untuk mengamankan wilayah perbatasan, baik di daratan...
1.8K 345 25
"Layaknya senja yang mengucap pamit di sore hari, perasaan ini mungkin akan hilang. Tapi jangan lupakan, esok masih ada pagi," ~~~ Arunika, sebuah ar...
1.1M 23.6K 8
PART LENGKAP dan EXTRA PART ADA DI KARYAKARSA dan KBM Menjadi perias pengantin adalah pekerjaan Nadia Mahira Hasan. Dia adalah seorang MUA. Dia sudah...