Salam Rindu dari Gus Rasyid

Por evafujianti269

52.2K 3.1K 151

Bagaimana jadinya jika harus dipertemukan lagi dengan manusia yang bernama 'MANTAN'. Bertemunya kembali bukan... Más

Antara Perjodohan dan Pinangan
Penolakan
Para Wanita Banyak Bicara
Barisan Para Mantan
Pandangan
Dia, Penambah Luka
Tumis Pare Bumbu Cinta
Kenangan tukang antar gas
Hilangnya Janda Bolong
Melamar Masa Lalu
Ijab Kobul
Lebih Baik Dicintai
Seharusnya Seperti Dulu
Suapan Makan Malam
Tamu Istimewa yang Cantik
Diturunkan di Jalan
Tentang Kejadian Semalam
Tidak Pulang
Penguasa Ranjang
Wanita Pengirim Pesan
Tergoyahkan
Pakar Gombalan Maut
Slide Water
Enak di Anda, Rugi di saya
Buah Cinta-nya dengan Nada
Jangan Pergi Cinta
Kamar 212
First Kiss
Hak Suami dan Kewajiban Istri
Kejutan saat Pulang
Hasrat yang Memaksa
Sembilan Belas Detik
Pertama, Namun Menjadi yang Kedua
Cemburu yang Tak Adil
Ditinggal Pas Sayang-sayangnya
Baru diunboxing
Terungkapnya Tabir Kebenaran
Buaya Makan Kurma
Bajingan Amatiran
Awal dari Malapetaka
Kabar Kehilangan
Sakit, Kecewa, Sedih, tetapi Juga Bisa Bahagia
Visi Misi; 'Setia dan Menua Bersama'
Ekstra Chapter
Kapan Aku Bahagia
Insecure Terinfrastruktur

Hati yang Berduka

825 57 5
Por evafujianti269

Bella Putri Elena pov

Berulang kali aku membuka aplikasi whatsapp, mengecek pesanku yang belum terbaca dari kemarin sore. 

Mungkin, ini kali pertamanya setelah aku menikah, aku berharap dia akan membalas ataupun sekedar membaca pesan yang aku kirim. Semalaman aku menunggunya, menanti kabarnya yang entah di mana.

Aku semakin dibuat dilema, mengetahui kapan terakhir dia online. Selasa, 04.37. Terhitung sudah hampir empat hari dia tidak pulang ke rumah.

Terakhir kali aku melihatnya, saat tanpa sengaja memergokinya membopong tubuh Nada. Namun waktu itu, aku tak langsung menghampirinya, aku lebih memilih menunggunya yang mencari keberadaanku.

Rupanya aku yang terlalu percaya diri, pikirku dia akan memperlakukanku selayaknya orang yang dia butuhkan.

Nyatanya, aku yang terlalu berharap.

Miris, ya. Aku yang selalu meragukan ucapannya, akhirnya aku yang mengharapkannya, namun aku harus kembali menelan pil pahitnya sebuah pengharapan. Sampai sekarang, dia kembali tidak peduli dengan apa yang terjadi.

Mungkinkah dia sudah pergi dengan cintanya?

Itu bisa saja terjadi dan akhirnya, keraguanku menjadi kenyataan. Aku dicampakkan kembali.

Tetapi aku bisa apa?

Aku tidak tega melihat wanita yang sedang duduk termenung di atas karpet.

“Umi, belum tidur?” tanyaku lalu duduk di samping Umi Khairiyah--mertuaku.

“Belum ngantuk, Nduk.” Umi tersenyum sedikit dipaksakan. “Ibu sama Ayah kamu sudah pulang, Nduk.”

Aku mengangguk. “Sudah, Umi. Mereka menitipkan salam untuk, Umi. Tadi kata mereka, sudah cari Umi, tapi Umi tidak ada.”

“Iya, Umi barusan keluar dari kamar Mbah, Nduk,” kata Umi dengan Nada bergetar.

Aku langsung menggenggam tangannya, tersenyum guna menguatkan hatinya yang sedang berduka. Aku tahu, ini berat untuknya. Harus kehilangan seseorang yang sangat disayangi.

Simbah menghembuskan nafas terakhir tiga hari yang lalu, karena serangan jantung yang menyebabkan beliau tak sadarkan diri terlebih dahulu selama sehari.

Ke mana hati nuraninya? Kenapa selama itu pula dia tidak pernah menanyakan kabar Simbah? Sedari jauh-jauh hari dia sudah mengerti jika kesehatan Simbah mulai menurun. Lalu hal penting apakah, yang lebih penting dari Simbah, hingga dia mengabaikan.

Umi tersenyum sambil mengangguk, meski air matanya tetap menetes. Tangannya ikut menggenggam tanganku.

Fokusku langsung teralihkan, saat mendengar suara mobil yang sudah tidak asing di pendengaran. Aku segera menuju pintu lalu membukakan pintu untuknya, yang baru pulang di jam sepuluh malam.

Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu pulang juga.

Wajah cemasku yang sebelumnya menghantui hatiku beberapa hari karena tak mendengar kabarnya langsung berubah kecewa, saat mendapati wanita berbaju seksi di sampingnya. Hatiku mencelos dari tempatnya dan tanpa tahu malu, air mata ini juga ikut menetes.

“Bel,” sapanya pertama kali tanpa mengucap salam terlebih dahulu.

Aku terkesiap dari lamunanku. “Umi ada di dalam Gus,” kataku lalu pergi tanpa menyuruhnya masuk terlebih dahulu.

Selanjutnya, dia menghambur ke pelukan Umi. Menangis histeris, tak terima dengan berita yang baru dia dengar. Gus Rasyid bahkan sampai mengabaikan wanita yang berdiri di sampingku. Ingin aku marah tak terima dengan perbuatannya, tapi melihatnya selemah itu, aku ikut menangis tak tega.

Ayolah, kenapa hatiku selemah ini, dia tidak berhak aku ibai.

“Ya Allah ... Mbah ... maafkan Rasyid, Mbah. Kenapa harus secepat ini, Mbah?”

Ini sudah lama Gus, bagi Simbah yang menunggu kedatanganmu. Hanya kamu saja yang menganggap ini berlalu dengan cepat. Karena kamu terlena dengan buaian cintanya, sampai lupa dengan orang yang menunggumu untuk datang. Menyampaikan salam perpisahannya, sebelum sang Malaikat menjemputnya.

Ini tidak adil bagi Simbah, Gus. Dia yang selalu ada untukmu, tetapi kamu lebih memilih bersamanya.

Mungkin statusku tak berarti apa-apa di hidupmu. Tetapi aku tak terima, orang sebaik Simbah kamu terlantarkan di ujung nyawanya. Dia pergi membawa rindu kepada cucu yang sangat dia sayangi. Ketahuilah, namamu yang selalu dia panggil, sebelum kalimat “Laa ilaha illallah” membawanya pergi ke dunia yang lebih kekal dan abadi.

 “Umi bohong kan, sama Rasyid?” tanyanya yang belum percaya.

Umi menggeleng sambil beberapa kali menghapus air mata Gus Rasyid. Seakan belum puas dengan jawaban Umi, kini Gus Rasyid beralih bersimpuh di depanku, dengan tangan yang menggenggam erat tanganku.

Matanya mengiba, membuatku tak kuat menahan tangis. Aku hanya mengangguk lemah, bibir ini sudah terasa kelu untuk seketar mengucapkan sepatah kata. Detik berikutnya dia semakin menggila dengan memukul lantai, tanpa menghiraukan bercak merah yang sudah membekas di karpet.

Untuk yang kesekian kalinya, aku kalah dengan egoku sendiri. Karena keraguanku yang ingin memeluknya, datanglah orang lain yang dengan senang hati membagi kehangatan, menyalurkan kekuatan lewat pelukannya.

Aku terdiam, menonton mereka.

Haruskah aku pertanyakan statusku siapa sekarang?

Atau aku lebih baik diam, membiarkan apa yang sudah seharusnya terjadi. Aku tidak boleh menuntut,  karena memang Nada sang pemilik cinta dari suamiku.

Lagi-lagi aku mengantarkan wanitanya, ke kamar yang akan menjadi tempat indah mereka. Membiarkan mataku sakit melihat senyum kemenangan dari wanitanya.

“Tidurlah di sini.”

“Terima kasih, Mbak Bella.”

Dia tersenyum manis yang membuatku sesak, aku tersenyum dipaksakan membalasnya.

Apa maksudnya berterima kasih? Apa dia berterima kasih, karena aku bersedia berbagi suami dengannya? Atau merelakan cinta Gus Rasyid yang sepenuhnya hanya untuk dia?

Di ruang keluarga, aku masih melihat Gus Rasyid yang tidur di pangkuan Umi. Aku bingung, aku harus apa sekarang. Apa aku harus menyuruh Gus Rasyid menyusul cintanya?

“Umi, istirahatlah. Umi juga harus jaga kesehatan, jangan sampai sakit,” kataku pada akhirnya, setelah sekian lama bergelut dengan kecamuk hati yang memaksa untuk terluka.

Gus Rasyid bangun dari posisinya lalu berbicara dengan Umi. Aku yang tak ingin mengganggu pembicaraan mereka dan lebih memilih pergi. Merebahkan tubuh yang sudah lelah dengan kenyataan pahit di ranjang. 

Detik demi detik berlalu terasa lama, membuatku semakin tak sabar menunggunya.

Kenapa aku seberharap ini, menunggunya mengejarku? Harusnya aku ingat, saat ini ada wanita yang lebih berhak dariku. Dia sang lemilik cinta sekaligus raga, bukan aku yang hanya pemilik raganya.

Terdengar suara pintu tertutup, membuatku mengeratkan selimut yang menyelimuti tubuhku. Perlahan aku merasakan pergerakan saat dia menaiki ranjang. Rasa perih semakin terasa, saat perlahan tangannya menyelusup di bawah selimut. Kehangatan yang dibawanya memberikan sayatan perih di hati, membuat tubuhku bergetar karena terisak.

“Maafkan aku, Sayang. Ini tak akan lama, hanya sebatas kontrak. Sampai dia melahirkan.”

Amarahku yang tertahan, membuat pikiranku semakin tidak karuan. Ingin aku menumpahkan semua rasa kecewa, namun situasi belum berpihak kepadaku. Suasana berkabung membuatku bungkam untuk menyuarakan luka hatiku.

“Selamanya pun tak apa, aku re—“

Belum selesai aku berbicara, dia langsung menarik tubuhku hingga menghadapnya.  Aku melihat matanya yang berair memerah.

“Jangan pernah relakan aku lagi untuk siapa pun, cukup kali ini aku yang lemah tanpa perjuanganmu,” katanya dan langsung memelukku.

Hatiku menolak sikapnya, namun tubuh ini seakan merindukan sentuhannya. Aku balas memeluknya, menumpahkan rindu yang tertahan empat hari. Mengesampingkan terlebih dahulu rasa kecewa, tentang keputusannya yang tak menghargai aku.

“Aku kangen Bel, sama kamu.”

Aku harap ini bukan salam perpisahan darimu Gus. Kerinduanmu, jadikanlah salam rindu hanya untukku seorang.

Aku mencintaimu, Gus.

“Percayalah,, hanya kamu wanita satu-satunya yang aku cintai,” ungkapan Gus Rasyid menjadi pengantar tidur malam ini, setelah mimpi buruk yang terasa nyata aku alami. 

Selami mimpiku, Gus. Jangan berikan celah, untuk membuatku ingat kembali dengan rasa kecewaku.


Bersambung ....

 

Part ter...

Terserah kalian mau isi apa ☝️

Atau mungkin terhambar ya? 😭

N: duh jangan baperan dong thor. Bersyukur dah ada yang baca!

Iya Netijen, makasih ya. Kamulah semangatku 🤣

N: makin gak jelas nih author 😏


Ah ... sudahlah lupakan.

Cuma iklan lewat. 😁

Ingat!

Jangan lupa tinggalkan jejak,

Tekan ⭐, komentar, dan follow akun author.

Terima kasih semuanya 🥰

 

Seguir leyendo

También te gustarán

19.9K 1.2K 25
Apa kamu benar benar sudah membenciku?sampai sampai kau tak pernah kembali padaku. Bukan tak pernah melainkan tak akan pernah kembali pada raga ini,t...
89.2K 3.6K 20
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! AYESHA 1 TAMAT Ayesha adalah wanita kuat yang harus membiayai kedua anaknya yang masih disekolah dasar dan juga janin y...
11.9K 1.7K 35
Menjadi Single parents memang tidak mudah bagi wanita seusia Rissa. Belum lagi kebutuhan hidup yang terus menuntut dirinya untuk bekerja mencari uang...
1.7M 8K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...