Wound In A Smile [On Going]

By YesiAgustinaAgustina

5.7K 1.1K 242

[BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❗PLAGIAT DIHARAPKAN MENJAUH❗ ⚠️MENGANDUNG BAWANG ⚠️ ___ ___ ___ ___ ___ ___... More

Prolog♡
1.♡
2.♡
3.♡
4.♡
5.♡
6.♡
7.♡
8.♡
9.♡
10.♡
11.♡
12.♡
13.♡
15.♡
16.♡
17.♡
18.♡
19.♡
20.♡
21.♡
22♡
23♡
24.♡
25♡
26♡
27♡
28♡
29♡
30♡
31♡
32♡
33♡
34♡
35♡
36♡
37♡

14.♡

130 34 4
By YesiAgustinaAgustina

Jangan lupa votement-nya, readers!
Votement kalian, semangat bagi penulis.

Happy reading♡

___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___

Pertemuan kali ini sedikit berbeda dari pertemuan yang lain.

***

Deg ....

Jantung ini berhenti berdetak sejenak, mata ini menatap tak menyangka pada sebuah angka yang dikenal dengan sebutan nilai di atas sebuah lembar jawaban.

Macam-macam siswa menanggapi nilai itu dengan berbeda. Ada yang senang mendapat nilai kecil karena hari ini akan dijajani oleh siswa yang mendapat nilai besar. Ada yang kesal dengan nilai kecil padahal sudah belajar semalaman.

Bahkan, yang mendapat nilai besar saja garuk-garuk kepala. Beda dari Levin yang sudah mempersiapkan segalanya.

Sementara Yossi sangat memaklumi jika nilainya kecil, sebab dirinya memang tidak belajar. Ulangan kemarin adalah ulangan yang paling mendadak baginya.

"Nilaiku 85, kamu berapa?" tanya Levin ikut duduk di lantai, di mana Yossi berada.

"Kurangin aja 25 dari nilai kamu," jawab Yossi apa adanya, masih mengenakan masker sebab bekas pukulan waktu itu belum kunjung hilang.

"Berarti aku menang dan kamu harus wujudin tiga permintaan aku." Dengan sombong pemuda ini berkata di depan Yossi.

"Ya udah, sekarang cepetan. Kamu mau minta apa?"

Kemudian, Levin nampak sedang berpikir di antara keramaian kelas yang masih membahas nilai.

"Kamu tau cowok yang ada di apartemen semalem, 'kan?"

Mendengar pertanyaan Levin, Yossi merasa ada yang tidak beres. "Siapa dia?"

"Dia itu sepupuku, kakak kelas kita. Dan tantangan hari ini, kamu ajak dia kenalan."

"Apa?"

"Dan selama tiga hari ...," Levin memotong, "Kamu harus deketin dan luluhin hati kakak itu sebagai tantangan pertama."

"Emangnya gak ada tantangan lain, ya, Vin?" Dengan raut wajah keberatan, Yossi berusaha mencoba supaya tantangan ini diubah.

"Tantangan ini udah aku pikirin mateng-mateng. Jadi mau gak mau, kamu harus lakuin. WAJIB!"

Yossi menunduk, mengerjapkan mata beberapa kali. Taruhan sudah ia terima, karena kalah, sekarang harus memenuhi tantangan.

Tapi, tantangan macam apa ini? Meluluhkan hati seorang pemuda itu bukan keahlian Yossi, dan selamanya bukan ciri khas Yossi.

"Lo gak sanggup, ya?" timpal Tanara meremehkan.

"A-aku ... sanggup, kok. Yang enggak sanggup itu kalau tantangannya boomerang sambil bunuh diri," jawab Yossi mencoba menutupi kegugupannya.

"Gue akuin keberanian lo. Gini aja, kalau lo berhasil luluhin hati sepupunya Levin, lo boleh duduk di sini kapanpun yang lo mau." Tanara menunjuk bangku kosong yang seharusnya sudah Yossi duduki sejak masuk sekolah ini.

"Oke, siapa takut."

***

Sekolah adalah hal yang paling memusingkan, dan pulang sekolah adalah hal yang paling menyenangkan. Bagi anak pemalas!

Semua siswa memang bersorak gembira ketika waktu pulang telah tiba, tapi ada yang semangatnya masih sama saat berangkat ke sekolah.

Bagi Yossi, berangkat ataupun pulang sama saja. Di sekolah ia harus menghadapi para setan di kelasnya, di rumah ada kekerasan dari sang ayah.

Di tempat parkir, Yossi melihat seorang pemuda yang menjadi target tantangannya. Ia tidak tahu nama pemuda itu, jadi ia memutuskan untuk mengajak berkenalan terlebih dahulu.

"Hai, Kak," sapa Yossi berdiri di samping motor Zio.

Tak ada respon, Zio hanya menatap sebentar, kemudian kembali fokus pada motornya.

"Kak ... b-boleh minta waktunya, sebentar?" Yossi mencoba mengajak berbicara lagi. Baginya, ini adalah hal baru. Biasanya laki-laki langsung merespon jika Yossi mengajak bicara, namun kali ini yang diajak bicara seakan tidak ingin merespon.

"Saya sibuk," jawab Zio yang langsung menaiki motor kesayangannya. Meninggalkan Yossi yang sedang mengulurkan tangan untuk berkenalan.

"Sombong banget, sih," gerutu Yossi kesal.

"Aku, Yossi Alzazila janji bakal ngeluluhin hati sepupu es-nya Levin!" Untuk pertama kali, Yossi membulatkan tekadnya untuk meluluhkan hati seorang pemuda.

"Tapi ... kalau dipikir-pikir, kakak tadi rasanya tinggi banget. Berapa, sih tingginya?" gumamnya di perjalanan seorang diri.

Di kelas, sepertinya Yossi yang paling pendek dengan tinggi 154 cm. Rata-rata tinggi 160 cm ke atas. Sedangkan pemuda yang ia temui beberapa hari ini lebih tinggi dari teman sekelasnya.

"Eh, kok aku mikirin tingginya? Kan wajar kalau cowok setinggi itu," omel Yossi pada dirinya sendiri, "Udahlah, bodo amat."

Yossi kembali melangkah di trotoar, di antara kendaraan yang berlalu lalang. Seakan Yossi adalah anak yang ditelantarkan, kemudian menjadi gelandangan.

Panas matahari sore ini sedikit menyengat, wajah Yossi saja sudah memerah menahan panas. Sesekali, Yossi pun menyeka keringat di dahinya.

Seperti biasa, Yossi menyeberang ketika sudah sampai di taman. Menapakkan kaki di aspal jalanan ketika diperkirakan kendaraan sudah sepi.

"Seandainya sekolah gak sejauh ini," lirihnya dengan langkah yang melambat. Dadanya terasa sesak jika mengingat pahitnya kenyataan.

Pip ... pippp ....

Yossi yang saat itu melamun, langsung berlari untuk menghindari motor yang hampir menabraknya. Siapa duga jika kakinya tiba-tiba terkilir dengan sakit yang luar biasa.

Brukk!

"Aaa ... sakit!" ringisnya memegang kaki kiri yang terkilir. Menangis adalah hal yang Yossi lakukan saat ini. Sebab, untuk berdiri saja ia tak sanggup.

"Apanya yang sakit?"

Yossi menoleh ke arah suara pemuda yang ada di motor. Pemuda itu tak lain adalah Zio.

Yossi tak berani menjawab, dirinya hanya terus meringis, memijat kakinya yang sakit.

"Karena kamu jatoh gara-gara ngehindarin motor saya, jadi hari ini kamu boleh nebeng. Cepat, naik!" ucap Zio merasa iba. Tapi, ajakannya ini sama sekali tak diindahkan oleh Yossi.

Jika saja Yossi terjatuh bukan karena Zio, mungkin Zio sudah meninggalkannya begitu saja.

"Ayo naik! Saya harus ke rumah paman sekarang!"

"Kaki aku sakit, Kak. Gak bisa berdiri." Yossi akhirnya mengangkat suara.

"Ck! Kenapa gak ngomong?" Zio turun dari motor, mendekat ke arah Yossi. Tanpa bertanya, Zio langsung memegang kaki kiri Yossi yang terkilir.

"Ini yang sakit?" tanya Zio direspon anggukan.

Setelah mengeluarkan balsem, Zio memijat kaki Yossi.

"Aduuuh, sakit," ringis Yossi membuat Zio berhenti sejenak. Selanjutnya, Yossi hanya bisa menahan sakit di kakinya.

Sambil memijat, Zio bertanya. "Namamu Yossi, 'kan?"

"Iy--" Sebelum menuntaskan kata-kata, Yossi terdiam menahan sakit ketika Zio menarik kaki Yossi sampai berbunyi.

"Coba gerakin. Udah mendingan belum?" Zio menyimpan balsem ke dalam tasnya.

Merasa mendingan, Yossi kembali mengenakan sepatunya. Mengangguk singkat dan tak lagi bicara.

"Heh! Mau ke mana?" tanya Zio sedikit berteriak ketika Yossi memilih berlari setelah mencoba berdiri pelan-pelan.

"Aneh," gumam Zio.

Sementara itu, Yossi terus berjalan seraya berharap Zio tak mengejarnya. Meskipun terbesit rasa bersalah dalam dirinya.

"Seharusnya aku ngajak kakak itu kenalan. Tapi, gak apa-apa 'lah. Semoga kakak itu gak ngejer aku."

Bersambung ....

Jangan lupa votement-nya, yaaa😊

Semoga suka sama part ini.

Sampai jumpa di part selanjutnya....

Nona Bakso

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 263K 62
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
476K 17.7K 32
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
662K 8.8K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
250K 15.2K 34
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...