Wound In A Smile [On Going]

By YesiAgustinaAgustina

5.7K 1.1K 242

[BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❗PLAGIAT DIHARAPKAN MENJAUH❗ ⚠️MENGANDUNG BAWANG ⚠️ ___ ___ ___ ___ ___ ___... More

Prolog♡
1.♡
2.♡
3.♡
4.♡
5.♡
6.♡
7.♡
8.♡
10.♡
11.♡
12.♡
13.♡
14.♡
15.♡
16.♡
17.♡
18.♡
19.♡
20.♡
21.♡
22♡
23♡
24.♡
25♡
26♡
27♡
28♡
29♡
30♡
31♡
32♡
33♡
34♡
35♡
36♡
37♡

9.♡

140 46 7
By YesiAgustinaAgustina

Jangan lupa votement-nya, readers!
Happy reading!

***

Tidak dianggap, namun dicari.
Tidak dibutuhkan, tapi selalu dibawa pulang.
Apakah kasih sayang itu benar-benar tidak ada ... untukku?

_____ ______ ____

Jam sudah menunjuk pukul sembilan malam. Yossi turun dari dalam mobil, menjejakkan kaki di halaman rumah yang memiliki banyak kenangan berhias luka.

Wajahnya terlihat pucat, tubuhnya gemetar. Jika mengingat perlakuan sang ayah, ada rasa takut yang menyelimuti hatinya.

"Bun, Yossi kangen sama bunda. Dulu, pulang adalah hal yang paling Yossi nantikan. Tapi sekarang, setiap sudut rumah ini hanyalah luka."

Suara hati Yossi mengeluh, terdengar hanya di telinganya tanpa orang lain bisa mendengar.

"Non ...." tegur Mang Le menangkap basah Yossi yang melamun.

"Masuk, Non. Udah malem, gak baik di luar lama-lama. Barang-barangnya Mamang yang bawakan, ya?" tambah Mang Le mengambil koper yang Yossi pegang.

"Iya, Mang."

Yossi melangkah menuju rumah bak istana, di setiap langkah hatinya berusaha tetap tegar supaya tak terus gemetar.

Ragu-ragu Yossi memegang gagang pintu utama. Membukanya dengan pelan dan mendapati Dodi-- sang ayah duduk di sofa sendiri. Tidak ada siapapun yang menyambut kepulangannya, melainkan tatapan tajam dari Dodi.

"Ternyata masih ingat pulang ke rumah, ya," sindir Dodi berdiri mendekat.

Yossi meneguk ludah ketika Dodi mendekatinya. Yossi menundukkan kepala, tak mau menatap tatapan tajam dari Dodi.

"Pengennya, sih lupa. Karena Mang Le yang minta, Yossi terpaksa pulang. Bukan karena ayah ataupun mama Desta yang lagi sakit," ucap Yossi dengan rasa takut.

"Sakit?"

Suara wanita yang berdiri di sudut tangga menarik perhatian. Terlebih wanita itu mendekat dengan tangan bersedekap dan ekspresi yang meremehkan.

"Teruntuk anak dari suamiku, sekaligus anak tiri kesayanganku. Seorang Desta tidak akan pernah sakit untuk rindu, terlebih rindu untukmu!" Wanita itu-- Desta menekankan kata-kata terakhirnya.

"Saya ini sedang hamil. Saya butuh orang untuk membantu. Karena saya tidak mau banyak uang yang habis hanya untuk menyewa pembantu, kamu saja yang dimanfaatkan," lanjut Desta semakin membuat Yossi bungkam dengan dada yang semakin sesak.

"Enggak! Aku enggak mau. Yah, Yossi sekolah, enggak mungkin Yossi--"

Plakk!

"Berani kamu nolak, ya? Bila perlu kamu berhenti sekolah. Gak ada guna juga kamu sekolah, adanya buat malu!" bentak Dodi setelah menampar.

Perih, panas. Yossi bisa rasakan di pipinya. Namun, sakit di pipinya ini tidak sesakit hatinya.

"Yossi kira, Ayah nyuruh Mang Le pulang untuk jemput Yossi karena Ayah udah sayang sama Yossi," lirih Yossi hampir kembali menangis.

Dodi terlihat tak berani menjawab suara harapan Yossi yang telah berkali-kali ia dengar. Namun Desta yang memang tak memiliki hati, justru membuat Dodi semakin memilih Desta dibandingkan Yossi.

"Yossi, kan anak bundanya. Mungkin, Yossi bakal ngikut bundanya. Jadi pelakor!"

"Pelakor di sini itu kamu! Bukan Bunda!" teriak Yossi marah ketika bundanya dibawa-bawa.

"YOSSI!"

Tangan Dodi kembali terangkat ke udara, tapi tak juga mendarat di pipi Yossi.

Sepasang mata indah Yossi menatap Dodi berkaca-kaca. "Tampar lagi, Yah. Tampar!"

"Pokoknya saya tidak mau tau. Kamu panggil saya papa, dan panggil ayah mertua saya kakek!" Dodi mengalihkan pembicaraan, seakan menghindari apa yang barusan terjadi.

"Iya! Ayah bukan lagi ayah. Tapi papa yang sama kayak mama. Sama-sama tiri!" Yossi beranjak pergi menaiki anak tangga dengan rasa kecewa yang jelas-jelas hadir di setiap detik yang berlalu.

Anak perempuan mana yang tak terluka, kala cinta pertamanya tak lagi menghargainya. Ayah adalah cinta pertama Yossi, tapi sayangnya tak ada cinta lagi di antara mereka.

Di kamar, Yossi melempar tasnya ke atas kasur. Kemudian masuk ke kamar mandi, menyalakan shower, lalu duduk meringkuk di bawah air yang mengalir.

"Yossi pengen bahagia lagi," isaknya menahan sakit oleh goresan luka.

***

Ceklek!

Levin membuka pintu ruangan kerja, melihat Barun duduk sibuk menatap layar laptop sambil mengetik. Levin rasa ini waktu yang tidak tepat untuk bicara. Tapi mereka harus bicara, sekarang!

"Kenapa papa usir temen Levin? Gak mungkin, kan karena minuman yang dia buat?"

Terdengar Barun menghela napas dengan berat dari caranya berhenti melanjutkan kegiatan.

"Kamu ini bodoh atau pura-pura gak ngerti? Dia itu perempuan, dia itu--"

"Sama-sama cuma pemuas nafsu, dan sama kayak mama?" potong Levin yang bosan yang sudah menebak alasan sang ayah.

Apapun pertanyaannya, jawaban Barun hanya karena mama, mama, dan mama. Selalu seperti itu.

Levin jadi ragu, memangnya mungkin semua wanita tidak berguna dan tercipta hanya menjadi pemuas nafsu? Bukankah setiap wanita itu memiliki sifat masing-masing dan seharusnya dijaga?

Ataukah Barun yang salah mengartikan makna seorang wanita hanya karena satu kekecewaan?

"Kamu, kan tahu sendiri mama kamu itu seperti apa. Dia udah ninggalin kita, papa gak mau nasib kamu sama kayak papa!"

Jawaban Barun sulit untuk Levin cerna. Perempuan sekolah yang mengidolakan Levin banyak yang tidak berani ke rumah, hanya karena isu papanya menjadikan perempuan sebagai pembantu. Dalam satu minggu isu itu menyebar luas di sekolah.

"Semerdeka papa aja, lah!" ucap Levin melangkah keluar, menutup pintu dengan kencang karena emosi.

Kali ini bukan ke kamar, Levin memilih keluar. Bukan dengan mobil yang Barun bilang harus dipakai ke manapun, melainkan dengan motor sepupunya yang malam ini menginap.

"Kenapa mama pergi? Kenapa mama buat Levin benci sama perempuan? Kenapa?!" teriak Levin tak kalah sengit dengan suara motor.

Tak peduli bahayanya, Levin semakin brutal mengunakan motor. Kecepatannya terus ditambah hingga hampir full. Wajah Yossi yang terlihat kecewa sewaktu diusir terlintas di bayangannya.

"Apa gue harus minta maaf sama Yossi?" gumam Levin mulai mengurangi kecepatan motor.

Sekarang dia tahu apa yang harus dilakukan.

***

Sesampainya di kontrakan Yossi, Levin tak mendapati siapapun selain seorang penjaga. Penjaga itu duduk menahan kantuk, membiarkan tangan terangkat menutup mulut kala menguap.

Wajar sepi, sebab di atas jam sepuluh malam penghuninya sudah banyak tidur.

"Permisi, Pak." Levin mengagetkan penjaga.

"Eh, iya, Dek? Ada yang bisa dibantu?" tawar penjaga itu mendekat, berdiri di depan Levin dengan pembatas pagar.

"Boleh saya ketemu Yossi, Pak?" tanya Levin.

"Yossi yang mana, ya Dek?" Penjaga itu nampak berpikir sejenak, "Kalau Yossi yang udah kerja dia belum pulang. Paling jam sebelas nanti pulangnya."

"Kalau Yossi yang masih sekolah?"

"Ohh, kalau Yossi itu udah dijemput supirnya. Pulang apa pindah, saya lupa," jawab penjaga seadanya.

"Ohh, ya udah, Pak. Makasih, ya," ujar Levin kembali menaiki motor.

Hatinya bertanya-tanya, Yossi pulang ke mana dan kalau pindah kenapa?

Pulang? Memangnya Yossi punya rumah selain kontrakan?

Pindah? Apakah karena perlakuan papanya tadi?

"Gue harus tanya Yossi langsung!"

Bersambung ....

Maaf baru update. Soalnya aku banyak kerjaan, hehe.

Jangan lupa votement-nya, ya. Typo? Tandai Author biar bisa diperbaiki.

Bantu share supaya banyak yang membaca.

Sampai jumpa di part selanjutnya ....

Nona Bakso

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 157K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 53.3K 24
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.1M 218K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...