Salam Rindu dari Gus Rasyid

By evafujianti269

52.3K 3.1K 151

Bagaimana jadinya jika harus dipertemukan lagi dengan manusia yang bernama 'MANTAN'. Bertemunya kembali bukan... More

Antara Perjodohan dan Pinangan
Penolakan
Para Wanita Banyak Bicara
Barisan Para Mantan
Pandangan
Dia, Penambah Luka
Tumis Pare Bumbu Cinta
Kenangan tukang antar gas
Hilangnya Janda Bolong
Melamar Masa Lalu
Ijab Kobul
Lebih Baik Dicintai
Seharusnya Seperti Dulu
Suapan Makan Malam
Tamu Istimewa yang Cantik
Tentang Kejadian Semalam
Tidak Pulang
Penguasa Ranjang
Wanita Pengirim Pesan
Tergoyahkan
Pakar Gombalan Maut
Slide Water
Enak di Anda, Rugi di saya
Buah Cinta-nya dengan Nada
Jangan Pergi Cinta
Kamar 212
First Kiss
Hak Suami dan Kewajiban Istri
Kejutan saat Pulang
Hasrat yang Memaksa
Sembilan Belas Detik
Hati yang Berduka
Pertama, Namun Menjadi yang Kedua
Cemburu yang Tak Adil
Ditinggal Pas Sayang-sayangnya
Baru diunboxing
Terungkapnya Tabir Kebenaran
Buaya Makan Kurma
Bajingan Amatiran
Awal dari Malapetaka
Kabar Kehilangan
Sakit, Kecewa, Sedih, tetapi Juga Bisa Bahagia
Visi Misi; 'Setia dan Menua Bersama'
Ekstra Chapter
Kapan Aku Bahagia
Insecure Terinfrastruktur

Diturunkan di Jalan

1K 67 0
By evafujianti269


Bella Putri Elena pov.

"Aku serius loh Bel, kamu tambah cantik,” katanya, membuatku sedikit kesal, karena yang di bahas sedari tadi hanya aku yang cantik, cantik dan cantik.

Aku menatap jengah pria di sampingku, suamiku, Roland atau yang sekarang lebih sering disapa dengan Gus Rasyid. Tapi itu hanya panggilan yang berlaku dalam keluarganya saja, jika di luar masih banyak yang menyapanya Roland, seperti sewaktu sekolah dulu.

Bukan hanya nama yang berubah tapi sikapnya juga berubah. Hingga yang membuatku syok, dari sang pembual dan urakan langsung menjadi lebih pendiam. Namun itu hanya berlaku berapa hari saja, sekarang dia sudah berubah menjadi Roland yang aku kenal dulu. Penggombal ulung.

Namun di satu sisi, ada rasa syukur karena sikapnya tak seburuk dulu. Pria yang bisa berlaku kasar kepada wanita. Aku salah satu di antara korban kekerasan sikapnya dulu. Salahku juga sih, yang selalu mengejarnya, hingga dia bosan dengan kehadiranku.

Saat ini beda cerita lagi, aku enggak akan mudah tergoda dengan rayuanmu, Roland. Kata-kata manismu tidak akan mempan meluluhkan hatiku lagi. Aku sudah bukan ABG, yang akan mudah terjatuh dengan pujian-pujian tak berbobotmu. Iya, semua itu sekedar bualan. Bodohnya lagi, aku pernah tertipu dan membuat mataku buta.

“Terserah Gus, mau ngomong apa. Nanti ujung-ujungnya, malah ngomong cantik soalnya cewek.”

“Kamu enggak percaya, ya? Kamu memang cantik,” dia tersenyum, yang aku tangkap seperti sedang mengejek. “Tapi sayang,” lanjutnya.

Benar, kan?

Dia sedang menguji kesabaranku dengan keusilannya.

Aku langsung teringat dengan video yang sempat viral beberapa waktu lalu. “Aku enggak apa-apa, sayang,” jawabku dengan percaya diri seolah tahu di mana akhir perkataannya, yang pasti akan menjerumus ke hal itu.

Dia malah tertawa dan mengacak kerudungku lagi, membuatku harus membenarkan lagi kerudungku yang sudah berantakan.

“Udah bisa manggil sayang, ya?”

Aku langsung membulatkan mata tak terima. Siapa yang panggil dia sayang.

“Aaa... Roland, jangan kerjai aku terus deh. Capek tahu, kamu kerjai terus dari semalam. Udah stop, oke!” putusku yang sudah pasrah.

Roland menatapku sekilas, tatapannya sulit aku artikan. Setelahnya baru aku menyadari, aku sudah memanggilnya dengan nama Roland.

“Maaf, Gus. Kelepasan,” pintaku, sambil merutuki mulutku yang bisa-bisanya tidak terkontrol saat memanggil putra dari Kyaiku, dengan tidak sopan.

“Lebih baik kamu manggil aku seperti itu. Aku lebih nyaman jika dipanggil Roland atau bisa juga yang sebelumnya.”

Aku mengerutkan kening tak mengerti, “Yang mana? Yang Gus atau yang mana lagi.”

“Bukan Gus, bukan Roland juga.”

Aku semakin penasaran saat dia tersenyum misterius.

“Terus....”

“Itu... kamu yang panggil aku sayang. Aku lebih suka itu,” katanya sambil mengerlingkan mata.

Aaaa... ingin aku teriak sambil mencubit pipinya hingga memerah. Sungguh menyebalkan.

“Gak akan,” kataku kesal. “Kalau kamu enggak berhenti gombalin aku, mending turunin aku sekarang,” kataku dengan tegas.

Aku sudah melupakan rasa sungkanku kepadanya, aku benar-benar geram selalu dia jahili.

“Oke.”

Rahangku hampir jatuh dari tempatnya mendengar jawaban dari Roland. Sikap tenangnya seakan tidak ada rasa bersalah sedikit pun kepadaku. Benar saja, tak jauh dari tikungan tadi dia memberhentikan mobil yang kami kendarai.

“Ayo turun, katanya minta diturunin di sini.”

Aku menggigit bibir bawah kuat-kuat, untuk menahan gejolak emosiku yang sudah mau menguar ke udara. Astagfirullah... baiklah, aku tidak akan berhubungan dengannya lagi. Seenaknya mencampakkan istrinya yang baru dia nikahi.

Aku langsung turun tanpa pamit kepadanya. Lalu membuka pintu belakang mobil, untuk mengambil koperku. Benar tega dia., dia tetap melajukan mobilnya tanpa membujukku terlebih dahulu.

Ingin aku menangis karena merasa tidak dihargai olehnya. Aku tahu, aku belum ikhlas menerima pernikahan ini. Tapi aku tidak ingin, tidak dianggap seperti sekarang. Seperti seseorang yang tiada harganya sama sekali.

Tapi baru melewati satu rumah dia berhenti lagi. Otomatis senyumku langsung mengembang, menunggunya kembali dan membujukku lagi. Eh... tunggu, dia malah menurunkan kopernya. Tidak mungkin, kan? Dia akan menyuruhku  untuk menyeret kopernya juga.

Tanpa pikir panjang aku langsung menyusulnya.

“Kamu kok turun di sini?” tanyaku saat di dekatnya.

“Iyalah, kan udah sampai.”

“Hah?”

Setelanya dia membuka pintu pagar sebuah rumah yang berada di dekat mobilnya yang berhenti.

Aku tidak bisa lagi menahan rasa kesalku. Aku berlari mengejarnya dan langsing mengapit lehernya di antara lenganku.

“Aduh... aduh... sakit Bel. Tolong lepasin, sakit....”

Aku tidak mengindahkan seruannya, aku benar-benar ingin meluapkan kekesalanku. Teganya dia membiarkanku berjalan kaki, meski itu tidak terlalu jauh, tapi dengan membawa koper menambah beban beratku.

Enek opo toh, kok rame.”

Aku membatu ketika di depan kami berdua sudah berdiri seorang wanita yang sudah tua. Dengan menggunakan kebaya dan kain jarik.

Refleks aku melepaskan tanganku dan langsung menunduk di depan dia, yang aku yakini dia adalah Simbah.

“Assalammualaikum, Mbah,” aku mencium tangannya.

“Waalaikumsalam.” Simbah tersenyum misterius, membuatku semakin malu dengan tingkahku yang tidak cocok dengan penampilanku.

Salah siapa jadi wanita kok pecicilan! Mantu baru sudah memalukan.

“Aduh Mbah, sakit... aku dianiaya sama cucu mantu Mbah,” adu Roland kepada Simbah.

Nyaliku semakin menciut tak berani memperlihatkan wajahku di depannya sekarang. Bisa-bisanya Roland mengadukan aku sebagai istrinya kepada simbah. Manja sekali. Perasaan sama Umi dia dingin banget, enggak selemah seperti di hadapan Simbah.

“Kurang keras kamu tadi, Nduk. Kalau perlu dicekik terus Suamimu ini, biar kapok.”

Aku bingung dengan ucapan Mbah, antara menyindirku atau memang sengaja menyuruhku menganiaya Roland, suamiku sendiri.

Tapi diam-diam aku tersenyum, ada seseorang yang mendukungku.

Aduh Bella, kamu jahat ya, ingat awas durhaka sama suami.

Aku ingin tertawa melihat wajah cemberut Roland yang dicampakkan oleh Simbah. Astagfirullah, baru sehari aku sudah ketularan sifat jahil Roland.

 

Bersambung....

Jangan lupa kasih ⭐, komentar, dan follow akunku ya.

Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

1K 55 17
Terlahir dari rahim seseorang yang salah, mungkin itulah takdirnya. Andi Alifqha Airina, ia terlahir dari rahim seorang wanita iblis. Sebut saja rahi...
2K 131 31
Ditha tervonis mati atas tuduhan pembunuhan berencana ibu dan anak yang merupakan majikannya di Amerika. Kemudian muncullah malaikat pelindung yang s...
47.7K 3.7K 47
Terkadang dirinya merenung, mengapa hidup bisa berlaku sadis. Tersiksa rindu oleh sang gadis hingga tak tersisa kecuali perih tanpa habis. Angannya m...
17.6K 368 6
[PROSES REVISI] Karena posisi peringkatnya yang berhasil Khaizan Rafif ambil, Sabrina harus menelan jika semua hobi pada olahraganya semakin tidak di...