Little Promise ( AS 3 )

By Salwaliya

6.3M 1.1M 1M

Di mana ada Nathan, di situ ada Zia. Nathan tidak bisa melepas Zia, itulah masalahnya. Berada di samping cewe... More

Prolog ⛅️
1 🌥
2⛅️
3.⛅️
4.🌥
5⛅️
6⛅️
7⛅️
8⛅️
9🌥
10🌥
11 ⛅️
12⛅️
13⛅️
14🌥
15🌥
16🌥
17🌥
18🌥
19🌥
20🌥
21🌥
22🌥
Let's date?
23🌥
24🌥
25🌥
26🌥
27🌥
28🌥
29⛅️
30🌥
31🌥
32⛅️
33🌥
34⛅️
35🌥
36🌥
37⛅️
38🌥
39🌥
40🌥
41⛅️
42⛅️
43⛅️
44🌥
45
46⛅️
47🌥
48🌥
49🌥
50🌥
51🌥
52 🌥
53⛅️
54🌥
55🌥
56🌥
57🌥
58🌥
58🌥
60🌥
61⛅️
62⛅️
63🌥
64🌥
65🌥
SEASON 2
1 (2) ⛅️
2 (2)
4 (2) 🌥
5 (2)
6 (2) 🌥
7🌥
8🌥
9⛅️
10🌥
11🌥
12🌥
13🌥
14🌥
15⛅️
16🌥
THE END
ANAK ZIA NATHAN
212 Days
ALEGA SERIES 10 BESOK!

3 (2) 🌥

61.3K 12.4K 9.9K
By Salwaliya




3. Tidak sesimpel yang orang mau








"Bulan Bintang ayo buruan!" teriak Zia pagi itu sambil berjalan cepat menenteng tas kerja. Menggigit kunci mobil sambil mengikat rambutnya.

Bintang yang sedang memakai jam tangan melirik. "Kak, lo bisa nggak rapi dikit?" tanyanya tak habis fikir.

Zia melirik. "Bulan mana buru deh gue udah telat!" serunya.

"Bintang ikat pinggang gue lo pakek ya??!"

"Enggak!"

"Bulan cepet deh astaga!!"

"Makan dulu makan," Arion datang dan menyuapkan sepotong roti untuk Zia. "Pulang mampir kafe dulu ya."

Hampir setiap pagi ini adalah rutinitas yang Arion dapati di rumah. Karena dia tidak bisa mengantar Bulan dan Bintang ke sekolah, jadi Zia yang bertanggung jawab karena searah dengan kantornya.

Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, Arion memeriksa dulu sudah berangkat atau belum baru ia kembali ke dalam. Sementara itu Zia masih sibuk menelfon Mba Tika membuat Bintang di sampingnya mendengus.

"Gue aja yang bawa mobil."

"Nggak!" Zia mendelik. "Iya iya Mba Tika, cuma kertas hvs aja kan ya?? Beli berapa box? Hah? Tiga??? Terus sama apa lagi?"

Bulan menggeleng heran. "Kak Zia udah telat ini, call nya nanti ajaa lahhh."

"Iya iya bentar, Mba Tika udahan dulu ya! Siap tar dibeli bye!!" Zia meletakkan hpnya, menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan panjang. Menatap kedua adiknya sambil cengengesan. "Sorry."

Bintang memutar bola matanya. "Gue bisa bawa mobil."

"Nggak ada, baru lima belas tahun udah belagu bener. Kakak jalan nih ya."

Mobil Zia melaju dengan kecepatan rata-rata. Usai mengantar kedua adiknya di sekolah dia harus memutar balik ke mall untuk membeli pesanan Mba Tika yang cukup banyak tadi. Zia menutup pintu mobilnya, keluar sambil merogoh saku jasnya untuk mencari kartu debitnya.

Masuk ke dalam ia mengambil semua keperluan yang dibutuhkan, sekalian stok ulang perlengkapan rumah yang habis. Beranjak dewasa semua memang harus ditanggung sendiri.

"Kak, ini kartunya nggak bisa."

Zia mengerjap, memajukan wajahnya untuk melihat layar komputer. "Nggak bisa gimana ya? Coba ulang lagi."

"Udah ini, saya jadi gesek beberapa kali. Coba cek di mutasinya,"

Zia menunduk untuk membuka hpnya, memeriksa mutasi di dalamnya. "Belum ada transaksi, Mba."

"Nah berarti kartunya nggak bisa Kak, mau pake uang cash aja?"

Zia menggigit bibirnya panik, menoleh malu pada banyak orang yang ngantri. "Bentar saya coba call temen dulu," katanya sambil cengengesan. Membuat Mba Mba kasir yang udah jutek makin judes.

"Angkat kek Lun anjir," gerutunya panik.


Kebiasaan buruk Zia, selalu lupa bawa uang cash.

Sementara itu cewek yang mengantri di belakangnya tersenyum kecil. "Permisi?" panggilnya membuat Zia menoleh. "Gabungin sama gue aja."

Zia mengerjap, menatap cewek cantik ini. Baru sadar wajahnya tidak asing. "Ehh tapi—"

"Mba, disatuiin aja ya." Cewek itu memberikan kartunya membuat Zia terdiam lama. Usai pembayaran selesai mereka keluar dari area kasir.

"Ehhh serius thanks banget ya astaga," Zia tersenyum tak enak hati. "Gue nggak tau kenapa kartunya nggak bisa."

"Nggak papa kok," Cewek itu tersenyum. "Ini notanya, ada m-banking kan?"

"Ada ada," Zia tersenyum lebar dan mengeluarkan hpnya. Segera membayar total belanjaannya pada cewek tadi. "Thanks ya sekali lagi, sorry ngrepotin."

Cewek itu tersenyum, memperhatikkan Zia dengan lamat. Tadinya dia tidak ngeh wajah cewek ini, tapi setelah diperhatikan dia mulai ingat ini adalah orang yang ia tahu. "Btw nama gue Chara."

Zia mengangkat kepala, memasukan hpnya dan membalas uluran Chara. "Gue Zia, btw kerja dimana?"

"Gue tau kok," Chara tersenyum. "Gue jadi dosen di kampus."

"Tau gue maksudnya?" Zia menyerngit sambil menunjuk dirinya. Padahal mereka belum pernah bertemu.

Chara mengangguk membuat Zia mengerjap bingung, sampai tiba-tiba muncul sosok berjas lengkap menghampiri mereka membuat Zia tersentak kaget. Memandang mereka berdua dengan bibir terkatup rapat.




Cewek ini, pacar Nathan. Pantas tidak asing.




"Udah?" Nathan meraih belanjaan Chara, lalu menatap Zia yang juga menatapnya.

Chara tersenyum memandang mereka berdua. "Seneng ketemu lo Zia, btw gue bisa save nomer lo kan barang kali kita bisa meet?"

Zia membuyarkan lamunannya, kemudian menatap Chara dengan kerjapan lemah. "Ohh boleh," ucapnya dengan senyum tipis. Memberikan hpnya pada cewek itu.



Kenapa dia harus berada di situasi seperti ini....




Zia melirik Nathan yang terus menatapnya membuat cewek itu meremas paper bag di tangannya. Berusaha untuk tenang dan menghadapi kenyataan mereka adalah sepasang kekasih. Menoleh saat Chara sudah selesai memasukan nomor. "Gue duluan kalo gitu." pamitnya.

"Take care, Zia." balas Chara dengan ramah. Menoleh pada Nathan sambil tersenyum. "Cantik aslinya ya, Nath."

Nathan hanya diam, tak mengindahkan ucapan Chara. "Ayo, ada rapat soalnya." kata pria itu sambil melangkah pergi.




🌥🌥🌥🌥🌥🌥🌥





Luna : tar malem gibran ngajakin kumpull

Luna : btw bunda sama jaja datenggg

Luna : ikut ya cil

Zia : ga dulu ah

Luna : DIH GAASIK BGT

Luna : IKUT GA MAKSA NIHHHH

Zia : lembur gue tuh

Luna : gaada nathan tenang aja




Luna bohong. Tabiat cewek itu.

Begitu ia datang sudah ada Nathan yang sedang mengobrol dengan Gibran. Canggung sekali baginya karena dia tidak bisa mengekspresikan diri di depan mereka. Entah apa rencana anak-anak mempertemukan mereka seperti ini.

Jelas-jelas tidak akan bisa seperti dulu...

"Udah pada kumpul semua kan ini ya!" Ale berdiri sambil tersenyum lebar. Yang lain bertepuk tangan dengan heboh, kecuali Zia dan Nathan yang memilih diam di tempatnya.

Luna jadi melirik mereka berdua sambil tersenyum canggung. "Oke kita bakal minum-minum buat nyambut bunda  sama Nathan yang baru dateng yeay!!"

Ical memukul meja dengan sumpiy. "Gibran yang nraktir!" serunya.

"SETUJU!!"

"Gue lagi?" Gibran berdecak jengah. "Bokek buset."

"Yok gue tuang ya!" Ale berdiri sambil meraih botol minuman. "Buat bunda sama Jaja nih pengantin baru, terus... Gibran yang naktir, nih Lun lo dikit aja."

"Ihhh lagi lagi!" protes Luna mengangkat gelasnya. Gibran langsung berdecak melarang membuat cewek itu mencibir.

"Buat Nathan yang baru jadi bos," Ale menaik turunkan alisnya. Lalu menuangkannya di gelas Ical sebelum duduk. "Dah ayok minum! Nikmatin!"

Zia menganga lebar, memandang Ale dengan sinis. "Gue kuat minum ya." katanya, melirik Nathan yang sedang mengambil makanan.

Ical di sampingnya langsung menggeleng. "Jangan percaya guys, terakhir kali masuk rumah orang nggak dikenal." ucapnya membuat mereka tertawa.

"Zia kalo kobam emang meresahkan sih asli."

"Ternyata masih pada kumpul ya," ucap Jaja. "Iri gue sama kalian."

"Iyalah jelas," balas Nayya. Lalu menoleh pada Nathan dan menyenggol lengannya. "Yang ini doang nih yang baru nongol."

"Dia dua bulan ke sini baru bilang kemarin bun!" seru Luna. "Marahin bun cepet."

Nathan tersenyum miring, merogoh jasnya dan mengeluarkan kotak kecil. "Sorry ya nggak bisa dateng," katanya. "Congrats, Ja."

Nayya tersenyum lebar sambil menerima hadianya. "Aaaa thank you!"

"Nggak gue masih males ya lo nggak dateng," ucap Jaja. "Padahal nih undangan dia yang pertama dapet."

"Gue yang terakhir," balas Ale sambil tersenyum masam. "Makasih."

"Datengnya yang paling awal lagi, malu-maluiin sekeluarga." balas Ical membuat mereka tertawa. Ale langsung melempar wajah Ical dengan timun di depannya.

Ical yang hendak mengambil makan melirik Zia, cewek itu hanya diam dan terus mengambil minum. Menatap Nathan yang sama diamnya juga. Benar-benar berubah suasana di antara mereka, seperti orang asing baru bertemu.

"Zi, jangan minum banyak-banyak anjir." tegur Ical mengambil gelas di tangan Zia. Semua langsung menoleh pada cewek itu termasuk Nathan.

"Gue kuat astaga," Zia mengambil lagi gelasnya. "Gue bayar setengah deh, besok gajian." katanya seketika membuat seisi meja heboh. Ale langsung menabuh meja paling semangat.

"Zia doang mah sama Gibran yang royal," seru Ale sambil mengangkat gelas. "Luna buang aja ke rawa-rawa."

"Lo ngaca babi!" seru Luna tak terima. "Yang ngajak situ yang suruh bayar cowok gue." katanya sambil memeluk lengan Gibran.

Gibran menoleh pada Nathan, menuangkan minuman di gelas cowok itu. "Enakin," katanya.

Nathan tersenyum miring sambil menggeleng. "Nggak, gue nyetir." katanya. Ia mengulurkan tangan untuk mengambil piring berisi daging di depan.

Membuat Zia yang jaraknya paling dekat menatap cowok itu, mendorong pelan piringnya membuat Nathan menatapnya. Cowok itu kemudian memalingkan wajah mengabaikannya.

Zia berusaha menguasai diri, menarik lengan Ical. "Lo pulang sama siapa?" tanyanya.

Ical yang sedang mengobrol dengan Ale menoleh. "Hah?" Ia menyerngit dan meraih wajah Zia. "Kan kan, Lun liat nih temen lo mulai kobam!"

"Apasih enggak." Zia menjauhkan wajahnya saat Ical berusaha menggapai.

"Cal Cal jauhin gelas di deketnya," suruh Ale. "Bisa bahaya kalo dia teler."

"Btw lo kesini naik mobil sendiri Zi?" tanya Luna. "Jangan sampe kobam anjir, repot tar ah elahh. Ical sih ngebiarin!"

"Lah udah gue larang!" protes Ical, memiringkan wajah untuk memperhatikkan Zia yang sedang menunduk. "Heh?"

Cewek itu kemudian mengangkat kepala. "Apasih gue masih sadar," Zia berdecak heran. Mendengus saat yang lain masih tak percaya. "Iya iya nggak minum lagi deh."

"Bagus," Ical menepuk kepalanya sambil terkekeh.

"Btw, Nath lo balik sama siapa?" tanya Luna membuat Zia mengangkat kepala. Menghembuskan napas berat, paham apa yang sedang cewek itu rencanakan.

"Sendiri." jawab cowok itu sambil melirik Zia. Lalu meraih satu gelas dan meneguknya cepat membuat Gibran memperhatikkan terus. "Jangan banyak banyak, Nath. Nyetir katanya,"

"Yaudah bareng aja," Ale yang mulai teler tertawa tidak jelas. "Balikan balikannn." suruhnya. Nayya langsung menutup mulut cowok itu dengan selada.

"Kita beda arah," jawab Zia sambil menunduk menyantap makanannya.

"Iya gue masih ada urusan." balas Nathan membuat Zia terkesiap. Cewek itu jadi menegakkan badannya, mulai merasa tidak nyaman.

"Ohh gitu ya yaudah yaudah," Luna tertawa. "Minun lagi guys ayo minum." katanya berusaha mencairkan suasana.

"Heh lo pada," Ale menunjuk Nathan dan Zia. "Ngomong lah anjir malah diem-diem aja. Dulu bucin banget lagian, pada jaim elah."

"Diem, nyet." Ical mengusap wajah Ale. "Makan aja nih makan." katanya sambil menyuapkan daging.

"Pelukan cepet! Udah lama nggak ketemu juga!" seru Ale masih cerewet. Suasana mendadak jadi canggung di antara mereka. Ical sudah bisa melihat betapa tidak nyamannya Zia.

"Lo masih jomblo kan, Nath??" tanya Ale. "Zia masih lohh, nungguin elo tuh kayaknya."

"Anjir," Luna menabok mulut Ale dengan sayur. Melirik Zia yang sudah tidak enak ekrpesinya.

"Gue udah ada cewek," balas Nathan sambil menuang minuman, cowok itu juga mulai tidak sadar. Lalu mengangkat kepala untuk menatap Zia. "Gue nggak mau nganter dia."


Suasana sempat hening.


Zia meremas gelas di tangannya, menunduk dengan perasaan campur aduk. Menatap Nathan yang mengabaikannya lagi, membuat ia beranjak. "Guys gue duluan ya, dicari papah. Bran, fotoiin aja notanya."

"Oke," jawab Gibran sambil menyenggol lengan Luna.

"Eh, Zi." Ical menahannya tapi langsung ditepis cewek itu.

"Biarin aja, Cal." ucap Nathan sambil tertawa. "Dia udah mandiri bukan bocah polos." katanya. Gibran langsung menutup mulut Nathan agar diam.

Zia mengepalkan tangannya, pertama memandang Luna dengan kesal. "Gue duluan, makasih." katanya sambil beranjak pergi.

"Pergi aja!" seru Nathan dengan kepala terkantuk. Kemudian menempelkan wajahnya di meja dengan mata terpejam.

"Nah loh..." Nayya meringis. "Harusnya mereka nggak digabungin." ucapnya membuat Jaja memandang mereka bingung. "Ini pada kenapa?"

Ical berdecak, menabok pipi Ale yang sudah tertidur di atas meja. "Lo sih anjir."

Luna jadi berdiri, berlari kecil untuk mengejar Zia keluar. "Zia!" panggilnya berusaha menarik tangan cewek itu. "Lo jangan nyetir sendiri!"

"Lepas!" teriak Zia menepis tangan Luna.

"Zi..." Luna mencebikan bibirnya. Padahal tidak berharap ada kejadian seperti ini.

"Tujuan lo apasih Lun? Gue tau lo sengaja nemuiin kita kayak gini," tukas Zia. "Lo tuh sebenernya bisa ngertiin posisi gue nggak sih?"

"Gue cuma mau kalian baikan astaga."

"Nggak bakal bisa!" bentak Zia. "Gue udah bilang kan jangan berharap sama kita, nggak sesimple yang lo kira tau nggak? Lo nggak liat gimana Nathan sama gue tadi??"

"Zi-"

"Gue malu anjir..." Zia mengusap wajahnya. "Sadar nggak lo lagi nemuiin mantan dia yang pernah selingkuh, di depan banyak orang. Lo masih mikir kita bisa baikan?"

"Gue berasa dipojokin tau nggak, kayak nggak punya harga diri di depan kalian sama dia. Bisa nggak lo stop ngelakuiin ini..." lanjutnya dengan nada ingin menangis.

"Maaf..." Luna mendekat. "Yaudah ayo gue anter pulang." katanya jadi merasa bersalah.

"Nggak usah," tolak Zia. "Lo masuk aja, nggak bakal rame suasanaya kalo nggak ada elo." tukasnya sebelum berjalan menuju mobilnya.



Zia tak bisa memungkiri dadanya yang sakit melihat bagaimana cowok itu mengabaikannya seolah mereka tidak pernah kenal. Belum lagi kejadian di mall dan di jalan kala itu.

Tapi lagi-lagi Zia disadarkan, wajar Nathan bertingkah seperti itu.





Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 41.4K 55
Sial bagi Sava Orlin setelah melihat lembar penetapan pembimbing skripsinya. Di sana tertulis nama sang mantan calon suaminya, membuat gadis itu akan...
299K 12.3K 32
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2.3M 254K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
719K 96.5K 35
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...