Salam Rindu dari Gus Rasyid

By evafujianti269

53.4K 3.2K 151

Bagaimana jadinya jika harus dipertemukan lagi dengan manusia yang bernama 'MANTAN'. Bertemunya kembali bukan... More

Penolakan
Para Wanita Banyak Bicara
Barisan Para Mantan
Pandangan
Dia, Penambah Luka
Tumis Pare Bumbu Cinta
Kenangan tukang antar gas
Hilangnya Janda Bolong
Melamar Masa Lalu
Ijab Kobul
Lebih Baik Dicintai
Seharusnya Seperti Dulu
Suapan Makan Malam
Tamu Istimewa yang Cantik
Diturunkan di Jalan
Tentang Kejadian Semalam
Tidak Pulang
Penguasa Ranjang
Wanita Pengirim Pesan
Tergoyahkan
Pakar Gombalan Maut
Slide Water
Enak di Anda, Rugi di saya
Buah Cinta-nya dengan Nada
Jangan Pergi Cinta
Kamar 212
First Kiss
Hak Suami dan Kewajiban Istri
Kejutan saat Pulang
Hasrat yang Memaksa
Sembilan Belas Detik
Hati yang Berduka
Pertama, Namun Menjadi yang Kedua
Cemburu yang Tak Adil
Ditinggal Pas Sayang-sayangnya
Baru diunboxing
Terungkapnya Tabir Kebenaran
Buaya Makan Kurma
Bajingan Amatiran
Awal dari Malapetaka
Kabar Kehilangan
Sakit, Kecewa, Sedih, tetapi Juga Bisa Bahagia
Visi Misi; 'Setia dan Menua Bersama'
Ekstra Chapter
Kapan Aku Bahagia
Insecure Terinfrastruktur

Antara Perjodohan dan Pinangan

4.7K 200 5
By evafujianti269

Rasyid Arroland

Hari yang aku tunggu-tunggu telah tiba. Tapi entah kenapa aku merasa dilema, antara senang atau sedih. Aku merasa senang karena ini merupakan hari final aku melaksanakan hukuman dari Abi. Namun di waktu yang bersamaan aku juga merasa sedih.

Bagaimana tidak, aku sudah terlanjur mencintai tempat ini, tempatku mengabdi selama delapan tahun. Meski aku sendiri merupakan anak dari pengasuh Pondok pesantren, jujur aku lebih suka di tempat ini. Di tempat ini, aku banyak belajar tentang kehidupan. Tempat yang masih Asry, dengan nuansa keagamaan yang begitu kental.

Meski sama-sama pondok pesantren, namun pesantren milik Abi sudah mulai sedikit modern. Sekolah umum seperti MI, MTS dan MA sudah bersatu menjadi satu dilingkungan pesantren. Namun di sini berbeda, di pesantren tempatku mengaji hanya fokus pada kegiatan mengaji saja. Jika ingin bersekolah, mengharuskan aku untuk keluar dari lingkungan pesantren.

S1 ku sudah lulus tahun kemarin. Semenjak kelas dua SMA sampai lulus kuliah aku harus berjuang menempuh jarak yang lumayan jauh. Bolak-balik dari pesantren ke tempat sekolah tanpa fasilitas yang selalu kedua orang tuaku berikan. Alhasil aku hanya menggunakan transportasi umum. Tapi aku sangat menikmati masa-masa hukumanku meski tanpa ada benda pipih yang tak pernah lepas dari genggamanku.

Dan Alhamdulillahnya aku mulai terbiasa dan tidak bergantungan lagi sama ponsel dan juga Si hijau kesayanganku. Si Ijo bukan kolor ijo maksudnya, tapi dia motor kesayanganku yang aku tinggalkan pas dia sudah ringsek. Bukan berarti aku termasuk habis manis sepah dibuang, atau juga kacang lupa kulitnya. Tidak, bukan itu, aku sempat ke pikiran sih sama keadaannya pas aku tinggalkan dulu. Tapi bagaimana lagi, karena memang sehabis aku kecelakaan, Abi dan Umi langsung membawaku kemari.

Mungkin mereka sudah Taubat dengan kenakalanku, sampai-sampai urusan pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka. Malah mereka serahkan kepada teman seperjuangannya. Memang Abi dengan Kyai ku adalah teman pas menyantri dulu. Tak salah abi mempercayakan anaknya kepada orang lain, karena berkat Beliau aku mulai mengubah diri.

Meski pendidikanku telah usai, namun Abi masih tetap menghukumku, agar aku tetap mengabdikan diri di tempatku mondok selama tiga tahun. Dan dengan senang hati aku menyanggupi, karena aku memang betah di tempat ini. Jika dulu dari kecil aku memang paling anti dengan lingkungan pesantren, maka dari itu aku memilih hidup dengan nenek dari Umiku. Memilih hidup bebas mengenal dunia luar.

Jika berbicara tentang hukuman, aku merasa malu kepada diriku sendiri. Masa laluku yang kelewatan brutal. Berkali-kali pula aku telah mempermalukan abi. Hingga pada suatu tragedi kecelakaan yang menimpaku. Meski itu tidak separah rivalku, tapi secara tidak langsung akulah yang menyebabkan rivalku terluka parah. Semenjak itulah abi menjadi lebih tegas kepadaku, dan memaksaku menuruti perintahnya.

Aku bisa dihukum begini hanya karena seorang wanita. Entah bisa dibilang cinta monyet, karena aku menyukainya sejak duduk di bangku SD. Bisa juga dia cinta pertamaku, karena sampai sekarang namanya sulit untuk di hapus dibenaku. Benar kata orang jika cinta pertama itu paling berbekas. Dan aku mungkin telah merasakannya.

Asma Almira Mustafa, dialah gadis pemilik senyum yang manis. Gadis yang telah membuatku tergila-gila.

"Sid."

Aku buru-buru menyelipkan foto di sela-sela buku diariku. Terserah mau dibilang kayak anak cewek tidak apa-apa. Lebih baik aku menuliskan segala rasaku di buku diari, dari pada harus menulisnya di surat. Jika ketahuan malah mendapatkan takziran. Lagi pula aku tulis surat mau dikirim ke siapa? Toh orangnya juga tidak ada di sini.

"Kamu jadi mau boyongan nanti sore?"

"Iya kang, paling orang suruhan Abi sudah berangkat ke sini," pria yang aku panggil kang dia hanya mangut-mangut. Namanya Ahmad, pria asal kota jember. Dia merupakan salah satu abdi dalem, sama sepertiku.

"Jangan lupa undangannya."

Aku menghentikan kegiatanku yang sedang memasukkan barang-barangku ke dalam tas. Aku menatapnya seakan tak mengerti dengan apa yang dia ucapkan barusan.

"Keterlaluan ya kamu. Masak kabar baik, teman sendiri gak dikasih tahu."

Dia memukul bahuku sedikit keras. Tapi memang benar aku tak mengerti dengan apa yang dia katakan.

Kabar baik?

"Maksudnya kang?"

"Kejam kamu, Sid. Aku dengar kabar kalau kamu mau nikah. Tega kamu sama teman sendiri, Orang lain kamu kabari, sedang temanmu sendiri tidak."

"Astagfirullah! Siapa yang mau nikah, kang?

"Ya kamu lah, masak aku. Calon saja belum punya."

"Kang Ahmad mungkin salah dengar. Aku gak ada rencana mau nikah."

"Astagfirullah!" terlihat dia memukul jidatnya, aku hanya tertawa kecil melihat kekonyolannya. Ada-ada saja.

"Tapi yakin, kamu boyongan bukan karena mau nikah?"

Aku mengangguk mantap.

"Semprul, aku diapusi."

Aku hanya tertawa melihat kepergiannya. Sebetulnya Abi memang pernah berniat ingin menjodohkanku. Tapi aku menolaknya, bukan karena alasan belum melupakan cinta pertamaku. Ya meski aku sedikit berharap bisa bertemu dengannya lagi. Tapi yang jelas aku belum siap. Aku belum memiliki pekerjaan yang bisa menafkahi istriku nanti. Masak iya anak orang mau aku kasih makan rumput.

Rencananya setelah kepulanganku ini, aku akan memulai usaha sendiri atau bekerja di tempat yang sesuai dengan keahlianku. Arsitek.

Gubrak

Aku terkejut lagi saat pintu kamarku tiba-tiba terbuka dengan keras, menampilkan sosok kang Ahmad yang sudah ngos-ngosan seperti habis berlari.

"Sid, kamu dicari Abah Kyai."

Aku langsung mencari Abah Kyai Malik di kediamannya. Seperti biasa jika siang hari seperti sekarang beliau pasti berada di ruang tengah. Aku langsung mencium tangan beliau, takzim. Dan langsung duduk bersimpuh di depan beliau sesuai perintah.

"Gimana gus, sudah selesai beres-beresnya."

"Alhamdulillah abah, sudah selesai."

Di pondok pesantren milik abah Kyai Malik, hannyalah beliau yang mengetahui identitasku sebenarnya. Selebihnya tak ada yang tahu, mereka hannyalah mengenalku seperti orang biasa. Bukan Gus yang merupakan keturunan dari seorang Kyai.

"Abah sebenarnya ndak rela loh, gus. Kamu harus pulang saat ini. Apalagi pulang mau meminang anak orang."

Aku kaget dengan penuturan beliau. Sempat aku mendongakkan wajah tapi aku langsung menundukkan kepala kembali.

"Ngapunten Abah ...."

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Abah Kyai Malik langsung memotong perkataanku.

"Njenengan pasti belum tahu ya, gus? Sebenarnya Kyai Lutfi, sudah menjodohkan gus dengan seorang gadis."

Allah! Abi sudah menjodohkan aku. Dengan siapa?

Jelas aku terkejut mendengarkan penuturan beliau. Hal yang bersangkutan denganku, malah orang lain yang mengetahui terlebih dahulu. Aku tak mungkin menuduh beliau berbicara omong kosong. Karena bagaimanapun pasti abinya yang telah bercerita kepada beliau. Lalu kenapa dirinya tidak dimintai persetujuan oleh abi?

Astagfirullah! Jika abi memang berniat menjodohkanku, kenapa beliau tidak meminta persetujuanku terlebih dahulu?

"Waduh, maaf ya gus. Gara-gara saya kamu jadi tahu berita ini dari orang lain, bukan dari orang tua gus langsung. Tapi memang ada sesuatu yang saya ingin sampaikan kepada gus, sebelum terlambat..."

Aku melihat Abah Kyai tersenyum sambil menepuk pundakku beberapa kali.

"Sebenarnya saya mau gus menjadi menantu saya." ALLAH, Sungguh aku tidak tau lagi harus bagaimana. Semua terasa seperti mimpi bagiku. Tentang perjodohan lalu aku yang secara tidak langsung di lamar oleh Kyaiku sendiri. Astagfirullah!

Bersambung ....

Assalammualaikum semuanya, salam kenal dari saya, Efanty Alesha.

Budayakan tinggalkan jejak ya!

Jangan lupa like dan komen

Follow akunku juga ya.

 Semoga kalian suka.

Continue Reading

You'll Also Like

89.9K 3.6K 20
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! AYESHA 1 TAMAT Ayesha adalah wanita kuat yang harus membiayai kedua anaknya yang masih disekolah dasar dan juga janin y...
27.5K 784 33
Adinda tau tentang perasaan yang dipendam oleh suaminya. Pria yang ia nikahi karena perjodohan massal di pesantren ternyata mencintai orang lain yang...
2.4M 107K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
12.3K 1.2K 41
Happy membaca-!! 😺 Hai wahai teman-teman yang budiman, kalian teh kalo baca sekalian vote atuh, ah. Biar keren gitu, loohhh. Ya? 😻 •••Cuss••• Berce...