Little Promise ( AS 3 )

By Salwaliya

6.3M 1.1M 1M

Di mana ada Nathan, di situ ada Zia. Nathan tidak bisa melepas Zia, itulah masalahnya. Berada di samping cewe... More

Prolog ⛅️
1 🌥
2⛅️
3.⛅️
4.🌥
5⛅️
6⛅️
7⛅️
8⛅️
9🌥
10🌥
11 ⛅️
12⛅️
13⛅️
14🌥
15🌥
16🌥
17🌥
18🌥
19🌥
20🌥
21🌥
22🌥
Let's date?
23🌥
24🌥
25🌥
26🌥
27🌥
28🌥
29⛅️
30🌥
31🌥
32⛅️
33🌥
34⛅️
35🌥
36🌥
37⛅️
38🌥
39🌥
40🌥
41⛅️
42⛅️
43⛅️
44🌥
45
46⛅️
47🌥
48🌥
49🌥
50🌥
51🌥
52 🌥
53⛅️
54🌥
55🌥
56🌥
57🌥
58🌥
58🌥
60🌥
61⛅️
62⛅️
63🌥
64🌥
65🌥
SEASON 2
2 (2)
3 (2) 🌥
4 (2) 🌥
5 (2)
6 (2) 🌥
7🌥
8🌥
9⛅️
10🌥
11🌥
12🌥
13🌥
14🌥
15⛅️
16🌥
THE END
ANAK ZIA NATHAN
212 Days
ALEGA SERIES 10 BESOK!

1 (2) ⛅️

74.5K 13.8K 16.8K
By Salwaliya




AS 4 udah publish banyak guys, mampir yuk

1. New life





6 tahun kemudian
Rabu, 22 maret.







"Zia, bawaiin berkasnya Mba Tika dong!"

"Zi, dua puluh menit lagi rapat bantu persiapan ya!"

"Zia ini lo salah kirim folder ke gue deh."


Gadis berambut panjang bergelombang dengan blazer hitam dan kemeja putih berdiri di depan mesin print, memperhatikkan ke sekitarnya dengan helaan napas jengah. Usai kertasnya keluar dari mesin, ia segera meraihnya menjadi tumpukan. Membawa ke meja besar paling pojok.

"Nih Mba Tika berkasnya, itu udah diprint semuanya sampe tanggal 28." katanya.

Mba Tika tersenyum lebar, menurunkan kaca matanya untuk menatap Zia. "Tar pas gue nikahan, lo gue sediaiin kursi VIP. Oke?"

Zia tersenyum paksa. "Pas nikah nggak bakal nyuruh saya ini itu kan?" tanyanya membuat Mba Tika tertawa.

Pria di samping Mba Tika ikutan terkekeh, namanya Verga. "Mba, kasian dikasih kerjaan mulu tapi nggak pernah nraktir makan."

Zia menjentikkan jarinya. "Kasih paham, Ga." katanya.

Mba Tika mendengus. "Tar dulu lah, masih irit duit nih buat biaya nikah." katanya. "Eh, bilangin si Luna juga kalo sempet pimpin rapat dulu ya soalnya Bu Amar absen."

Zia mengangguk patuh, lalu berjalan kembali ke mejanya. Menghela napas lega karena pekerjaan sudah ia tuntaskan.

"Nih," Verga datang sambil meletakkan sekaleng minuman. "Biar ada tenaga, belom lagi badai dateng."

Zia seketika terkekeh, mengangkat kalengnya sambil tersenyum. "Makasih, Ga."

"Yoi." Verga kembali ke mejanya.

Baik, perlu diperjelas. Tepatnya dua tahun yang lalu Zia lulus kuliah, dan mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan besar. Profesinya berada di bidang Administrasi.

Karena masih baru wajar jika dia lebih banyak disuruh dan diandalkan senior. Meski begitu tak ada yang bersikap semena-mena padanya, malah dia bisa akrab dengan baik.

Kabar baiknya, ada Luna yang berkerja juga di perusahaan ini lebih awal dari Zia. Cewek itu menjadi Work Technical yang kerjanya lebih banyak terjun di lapangan. Jadi hanya bisa bertemu dengan Zia sesekali saja.

"Gue balik duluan ya!"

"Aku juga nih ketemu besok guys!"

"Dadahhh semuaaaa."

Zia menoleh pada beberapa karyawan yang sudah keluar, ia melirik jam dinding yang menunjukan pukul 7 malam. Lalu melihat ponselnya yang baru saja berdering.



Cewek itu tersenyum kecil.




Papah : lama banget ga pulang pulang...


Zia segera mematikan komputernya, lalu beranjak dan merapikan beberapa barangnya untuk dimasukan ke dalam tas. Lalu menoleh pada Verga yang sedang berkerja.

"Duluan ya, Ga." bisiknya.

"Oh iya Zi," Verga menoleh sekilas. "Take care, ya."

"Yoi."

Usai berpamitan cewek itu keluar dari kantor, menghembuskan napas lega dan berjalan menuju mobilnya. Sebelum itu mengirimi pesan pada Ale, Ical, Luna dan Gibran untuk bertemu seperti biasa.


Kabar mereka? Baik semua. Karena persahabatan mereka tetap langgeng.


Ale dan Ical membangun perusahaan besar untuk dessertnya, yang siapa sangka kini memiliki banyak cabang di berbagai kota bahkan luar negeri. Dua orang yang super tengil itu bisa mengalahkan Zia dalam urusan kesuksesan.

Gibran menjadi rekan bisnis bersama papahnya di perusahaan pomade dan masih berhubungan baik dengan Luna sampai sekarang. Bahkan undangan pernikahan mereka sudah disebar minggu lalu.

Nayya mengikuti jejak papahnya menjadi seorang Jaksa, karena itu mereka sekarang jarang bertemu karena sibuk dengan urusan masing-masing. Terakhir kali berkumpul saat pernikahannya dengan Jaja tujuh bulan yang lalu.

Dilla tidak ada kabar juga setelah beberapa tahun lalu memberi tahu jika dia diterima kuliah di luar negeri.  Cewek cuek itu memang sulit ditebak.


"Heh, lo inget Bisma kaga?" Ale yang baru duduk di kursi kafe langganan mereka langsung heboh. "Anjir lah anjir."

"Bisma siapa sih?" tanya Luna sambil memakai bedak di wajahnya. Belum hilang juga kebiasaan sejak SMA.

Ical berdecak. "Alah yang belagu itu, tukang onar di sekolah." katanya sambil membantu memotongkan pancake untuk Zia. "Nihh."

"Thank you," Zia cengengesan senang. "Bisma kenapa Bisma?"

"Dia jadi tukang AC di apartemen gue," ucap cowok itu. Sontak membuat Luna dan Ical tergelak.

"Anjir serius lo, Le? Terus kalian ketemu dong??" tanya Luna semangat. "Gila dulu aja gayanya belagu bener kan,"

"Gue pura-pura nggak kenal aja, terus dia kaget gitu ngeliat gue. Paling lagi ngebatin, anjir Ale kok tambah ganteng yaaa," kata Ale dengan pedenya.

"IDIHHH PEDE BENERRR."

"Tai lu, Le."

"Paling tuh Bisma mikir, nih anak dari dulu mukanya kaga berubah buset," balas Ical membuat mereka tertawa puas.

"Kasian nggak sih," gumam Zia. "Tapi dia pantes sih depetin itu." ucapnya sambil mencomot pancake di piring.

"Iya lah dari dulu kelakuannya bejat," balas Ical. "Toh mau cari kerja susah kan ya dia pernah masuk penjara."

"Ohiya bener bener, gue sih nggak kasian ya," Luna mengangguk. "Parah sih, bokapnya bangkrut gara-gara tuh anak."

"Gue malah ketemu sama si Juan, udah punya anak aja tau kembar lagi," ucap Zia.

"Ceweknya masih Kak Maya??" tanya Luna. Jelas dia masih ingat seluk beluk murid Alega.

Zia menggeleng. "Nggak beda lagi, sayang ya."

"Lah si Juan anak band kelas kita??" tanya Ical baru ngeh. "Anjrit nih kenapa pada udah nikah aja ya buset."

"Tenang Cal ada gue yang masih jomblo," ucap Zia sambil menepuk bahu Ical.

"Heh nggak usah ngomongin soal hubungan anjir," Luna tertawa geli. "Sian noh Ale masih menderita gegara ldr."

"Lahiya," Zia tertawa geli. "Samperin lah Le kesana, elu mah gitu."

"Enak bener neng ngomong," Ale tersenyum masam. "Lo jadi bos di kantor gue sini kalo nggak puyeng."

"Aaaa cian anet sihhhh," Luna menepuk bahu Ale.

"Guys,"

Pintu kafe baru saja terbuka, muncul si kalem dengan jaket hitam dan jeans denim. Langsung duduk di samping Luna dan memeluknya. Siapa lagi kalau bukan Gibran. "Pada udah pesen?"

"Nunggu lo dateng," balas Ale. "Biar dibayarin." katanya sambil cengengesan. Gibran balas dengan decakan pelan.

Zia jadi tersenyum kecil memandang Luna dan Gibran yang terlihat mesra. "Kok bisa ya orang langgeng gitu," gumamnya. "Mau nikah lagi astaga."

Bayangin aja hampir 7 tahun mereka pacaran dan masih awet sampai sekarang. Meski beberapa kali putus nyambung tapi Zia kagum karena keduanya mau serius sampai plaminan.

Luna tersenyum lebar. "Gibran tuh nggak bisa jauh-jauh dari gue," katanya sambil merangkul cowok itu. "Kita jodoh."

"Halah halahhh," Ale langsung membuang muka. "Nih kafe panas bener yak, dapurnya dipindah depan gue kayaknya."

"Biasa biasa penyakit ati," sindir Ical.

Setelah duduk Gibran kemudian menoleh pada Zia yang sedang menyeduh kopi. Lalu menghembuskan napas sebelum mengatakan. "Zi,"

"Apa??"


"Tuh anak dua bulan lalu balik ke Jakarta."



Semua langsung menatap Gibran, termasuk Zia yang perlahan mengangkat kepalanya sambil menyerngit. Lalu terkekeh tak mengerti. "Tuh anak siapa?"





"Nathan, lo inget kan dia siapa? Apa udah lupa?"




Zia dibuat tertegun malam itu.



🌥🌥🌥🌥🌥






Zia terus melamun siang itu di kantor, tak sadar ada banyak perkerjaan yang belum dia tuntaskan. Tak bisa memungkiri ucapan Gibran kemarin telah menghantui benaknya semalaman.

Hanya dengan menyebut satu nama, pikirannya ambyar kemana-mana.





7 tahun mereka berpisah tanpa bertemu sama sekali.

Pernah dulu ketika Tante Aura melahirkan anak, Nathan kembali dari luar negeri tapi kebetulan Zia ada holiday dengan teman kampusnya. Zia hanya berpapasan cowok itu sekali tanpa bicara satu sama lain.

Papah sering telfonan dengan Nathan, sampai sekarang. Mereka berdua saling memberi kabar, bahkan papah pernah nekat ke luar negeri karena ingin bertemu putranya. Dan Zia selalu menolak ikut.


Zia selalu hampir bisa melupakan cowok itu, tapi lagi-lagi gagal. Meski 7 tahun lewat.

"Zi?"

Zia membuyarkan lamunannya, mengangkat kepala saat Verga berdiri di depannya dengan wajah masam. "Aku ngomong panjang lebar dikacangin nih,"

"Eh Ga sorry sorry astaga," Zia mengusap wajahnya. "Ngomong apa tadi?"

"Ituloh data daftar hadir seminar buat minggu depan kamu yang bawa kan?"

"Oh itu... iya iya aku yang bawa, kenapa?" tanya Zia.

"Nanti diprint semua ya, terus kasih materai enam ribu sama minta tanda tangan Bu Amar. Baru deh kamu jadiin pdf, bisa kan?"

Zia diam sebentar, kemudian mengangguk dengan cepat. "Bisa bisa, abis ini aku print." katanya.

"Sip," Verga mengacungkan jempol. "Stok materai masih ada?"

Zia berfikir sejenak. "Kayaknya sih masih, bentar bentar," cewek itu beranjak dan pergi ke loker. Menarik salah satu laci. "Yahh, abis nih yang enam ribu."

"Beli dulu, Zi." seru Verga dari tempatnya.

Zia berdecak dalam hati, menatap jam tangannya. Lalu mengangguk dan meraih tasnya sebelum keluar dari kantor. Masuk ke dalam mobilnya sekalian mampir ke kafe untuk beli milkshake kesukaannya.

"Zia lagi Zia lagi..."

"Heh kok gitu manggilnya," omel Zia pada barista cantik di depannya. "Yang sopan dong, Kak Zia."

Lana mendengus geli. "Bilangin ke kakak gue ya, bayar utang dia minum sama makan di sini." tanyanya.

Zia tertawa. "Luna lagi sibuk banget Lan asli, kita aja jarang ketemu."

"Dia sok sibuk gitu nggak sih," bisik adik sahabatnya. "Mentang mentang mau nikah tuh dimanjaiin bunda terus."

Zia terkekeh sambil meletakkan selembar uang. "Makanya nyusul," katanya. "Yaudah gue duluan ya."

"Nggak nongki dulu nih?"

"Banyak kerjaan," bisiknya. Lalu melambaikan tangan dan berjalan keluar dari kafe. Karena mobilnya berada di seberang sana dia harus menyebrang dulu.

Mungkin keprotektifan di hidupnya mulai berakhir, beranjak dewasa Zia lebih dibebaskan oleh sang papah. Pulang malam, menginap di rumah Luna atau liburan ke luar kota. Intinya papah tidak sebawel dulu.



Zia berhenti melangkah.



Tiba-tiba garis wajahnya menurun. Antara tertegun, terkejut dan tak menduga.


Semua mobil dan motor berhenti tepat di lampu merah, mempersilahkan pejalan kaki untuk lewat. Dan Zia masih terpaku di tempatnya karena melihat sosok familiar di seberang sana.


Sosok itu menatapnya.


Nathan, pria itu. Sekarang berjalan ke arahnya, membuat Zia mengerjap lemah.

Tapi,


Nathan melewatinya begitu saja, tanpa menatap Zia barang sedetik pun. Membuat pertahanannya hancur begitu saja, terperangah sambil menoleh memandang punggung cowok itu.

"Nath--" Zia yang hendak memanggil mengurungkan niatnya.

Melihat seorang gadis yang muncul di samping Nathan sambil tersenyum lebar, dan Nathan balas juga dengan senyuman. Mereka terlihat sangat dekat sampai Zia tak mampu berkutik.







Mungkin Nathan telah menuruti ucapannya untuk memulai kehidupan yang baru, tanpanya....






Tbc

gatau bakal pada antusias sama season 2 atau enggak, karena belum pernah senekat ini hahaha (takut readers kabur sksksk) semoga aja masih minat ya

ini kayaknya 15 an doang chapternya, mom update jam 3 SORE. jadi gausa nunggu info story, langsung ke lapak aja yaaaa

Continue Reading

You'll Also Like

371K 28.2K 86
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
2.3M 253K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
192K 11.1K 35
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
6.1M 316K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...