Bulan Terbelah Dendam

By sundayshoes

803K 98.5K 6.9K

Dara pernah punya segalanya, lalu dia bertemu Panca. Panca pernah tak punya apa-apa, lalu dia bertemu Dara. S... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
BTD Ext : Dua Nama di Asmaul Husna

19

19.5K 3K 395
By sundayshoes




Satrio sudah lama tidak ambil pusing dengan siapa Demas bergaul.

Bukan berarti dia tidak tahu soal kegiatan anaknya itu bersama Hellraisers. Dia tahu dengan Demas dan Hellraisers sering berkendara keliling kota di Minggu pagi. Tahu mereka sering nongkrong di Stasiun tiap Sabtu malam.

Dan tahu kalau kadang-kadang, mereka berbuat onar.

Tapi selama ini, Satrio menganggap kenakalan Demas dan Hellraisers wajar-wajar saja. Belum lagi, sebenarnya Hellraiser kelihatan seperti tempat yang cocok untuk mencari koneksi. Beberapa anggota Hellraisers yang lebih tua sudah membuka bengkel custom mobil, ada juga yang menjalankan bisnis EO sendiri.

Dan tentu saja, ada Fadlan, calon adik ipar Panca Rahman.

Ada yang bilang Panca Rahman merupakan semacam pembina bayangan bagi Hellraisers.

Ada yang bilang kalau antara Hellraisers dan Rezeki Pandansari terjadi hubungan simbiosis mutualisme, Hellraisers melakukan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan bonafid seperti Rezeki Pandansari, seperti melakukan teror dan pengeroyokan.

Karena itulah, segala keonaran yang ditimbulkan Hellraisers, selalu bisa diredam oleh Panca Rahman dan Rezeki Pandansari.

Benar atau tidaknya, Satrio tidak tahu...

Yang jelas, sejak Demas ikut bergabung dengan Hellraisers, sejak Demas masih kelas 9 dan belum punya SIM, hinga sekarang Demas sedang menunggu pengumuman masuk ujian universitas, tidak ada masalah yang berati.

Sekolahnya lancar-lancar saja, pergaulannya normal. Meski kadang sulit diajak bicara, emosional dan menolak diskusi, Demas tidak pernah memberontak ekstrim.

***

Hari itu, hari Satrio berjalan dengan buruk.

Pagi-pagi, indikator tangki di mobilnya konslet sehingga mobilnya mogok kehabisan bensin di perjalanan menuju kantor. Akibatnya, dia terlambat masuk kantor.

Siangnya, dia titip beli pecel ayam ke OB, tapi rupanya penjual makanan lupa memasukkan bungkus berisi ayamnya, sehingga saat Satrio mau makan, hanya ada nasi putih, sambal dan lalapan saja.

Karenanya, saat sore hari, dua jam sebelum waktu pulang kantor, istrinya menelepon, Satrio sudah tidak kaget lagi mendengar nada panik di suara istrinya ketika dia mengucapkan salam.

Entah bagaimana, Satrio tahu bahwa kesialannya hari ini belum berakhir.

Mungkin ada pipa dapur bocor, mungkin kucing mereka nyangkut lagi di atap, atau mungkin Internet di rumah sedang gangguan.

Hanya saja, ternyata yang kemudian dikatakan istrinya tenyata jadi hal paling buruk yang dialami Satrio hari itu. Mengalahkan kerepotan menelepon bengkel saat mobilnya mogok di tengah jalan,  mengalahkan makan siang hanya dengan sambal...

Pak, pulang kantor langsung ke Polsek ya, tadi Demas dijemput polisi....

Satrio langsung izin pulang cepat saat itu juga, tidak mungkin dia menunggu dua jam lebih lama.

Diantar salah seorang temannya, Satrio sampai ke Polsek dalam lima belas menit.

Di lapangan depan posek, puluhan anak muda seumuran Demas sedang berjongkok rapi. Di samping lapangan, berjajar motor-motor mereka yang sudah digantungi kertas tag sitaan warna merah jambu.

Di meja panjang dekat situ, terlihat aneka barang bukti terhampar; aneka pecahan botol minuman energi, batu-batu, rantai panjang dengan gir di ujungnya, belati, baju-baju berbau bensin.

Satrio merasa seolah ubun-ubunnya disiram seember air es.

Satu-satunya yang terlintas di benak Satri hanyalah; apa jadinya kalau calon kampus Demas tahu?

Apa jadinya kalau berita ini sampai masuk koran?

Satrio sudah terlalu lama tidak ambil pusing dengan siapa saja Demas bergaul. Dia bahkan tidak tahu mengapa Demas ditangkap polisi.

Tapi yang jelas, sebagai orangtua, Satrio sudah kecolongan.

Amat sangat kecolongan.

***

Panca benar soal beberapa hal.

Hampir semua anggota Hellraisers masih muda, masa depan mereka masih panjang.

Dilihat dari jumlah orangtua dan wali yang kini bertangisan di pinggir lapangan polsek, bahkan kalau para anggota Hellraisers itu sudah tidak peduli soal masa depan, mereka masih punya keluarga yang peduli.

Dara berdiri di kantor Ipda Heri di lantai dua, berdiri di depan kaca hitam dan menatap pemandangan di bawahnya. Tatapan matanya tidak peduli dan tidak tertarik. Sejak pukul satu siang tadi, setelah mengantar Dodi dan yang lainnya, dia segera datang ke kantor polisi, menyerahkan bukti-bukti.

Ipda Heri sudah berbulan bulan menunggu kesempatan ini, jadi dia langsung bergerak cepat, menggerakkan anggotanya untuk menyalin video, mencetak bukti foto berplat nomer pelaku, frame demi frame, mengumpulkan bukti dari restoran, dan ketika punya cukup bukti untuk melakukan penangkapan, polisi juga menyita baju-baju yang terkena bensin saat mereka membuat bom molotov, mengumpulkan sidik jari untuk dicocokkan dengan pecahan kaca yang ditemukan di TKP, dan tak lupa menyita motor mereka sebagai alat bukti kejahatan.

Masih untung tidak ada yang terluka, sehingga sehingga mereka hanya akan akan dikenai ayat pertama pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan; Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara maksimal lima tahun enam bulan.

Kalau ada yang terluka, hukuman bertambah jadi maksimal tujuh tahun.

Pembicaraannya dengan Ipda Heri beberapa jam lalu berkelebat di benak Dara.

"Itulah mengapa saya sampai lancang mencari Bu Dara waktu mereka menyerang Ibu," kata Ipda Heri, setelah dia selesai menerima laporan Dara, senyumnya terulas ramah. "Ancaman hukuman mereka bakal lebih lama."

Dara hanya tersenyum murung. Teringat hari ketika Heri menemuinya di rumah Verro.

Sungguh, ketika itu yang Dara inginkan hanya melupakan insiden dengan Hellraisers. Andai saja Dara membantu Heri kala itu, mungkin orang-orang yang dia sayangi tidak akan ikut terlibat. Mungkin Restoran Mbah Jengket akan baik-baik saja.

Dara tidak terlalu peduli kalau kemalangan menimpanya, tapi dia tidak bisa diam saja kalau sudah begini kejadiannya.

"Tidak semua anggota Hellraisers bisa kami tangkap karena kurangnya bukti. Kami berhasil menangkap 38 orang, tapi mungkin ada beberapa belas orang, termasuk Fadlan yang masih bebas. Kami masih menunggu hasil sitaan percakapan mereka, mencari tahu kenapa mereka memilih untuk menyerang restoran Mbah Jengket siang ini, dan siapa yang memberi komando. Serangan semacam ini," Heri menggelengkan kepala, "terlalu rapi untuk disebut serangan sporadis dan acak."

Dara ingin mengatakan kalau dia tahu kenapa Mbah Jengket diserang; Hellraisers ingin memberi pesan bahwa Dara adalah pembawa kemalangan, dan orang dan tempat yang menerima Dara adalah musuh mereka.

"Sebentar lagi pemilik Restoran Mbah Jengket akan datang untuk memasukkan laporan, Bu Dara ingin menemui mereka juga? Ini memang pidana umum tapi saya yakin mereka akan berterima kasih karena Bu Dara membuat prosesnya jadi jauh lebih cepat."

Dara hanya menggeleng. Dia merasa tugasnya sudah cukup. Itu mengapa dia ada di kantor Heri sendirian. Menatap anggota Hellraisers yang berjongkok di depan lapangan Polsek di bawah sana.

Tidak semua anggota Hellraisers ditangkap...

Dara menghela napas. Verro sudah meneleponnya berkali-kali. Begitu juga dengan Rosa dan Surya. Dodi malah memohon pada Dara untuk tidak datang ke kantor polisi.

Sisa anggota Hellraisers yang belum ditangkap mungkin hanya belasan, tapi belasan orang sudah cukup untuk menebar teror.

Ke rumah siapa pun Dara pulang malam ini, ada kemungkinan Dara membawa serta bencana ke pintu rumah orang yang menampungnya...

Setelah kejadian siang tadi, Dara lebih baik tidur di pohon daripada menyengsarakan orang lain lagi karena kehadirannya.

***

Heri merupakan lulusan Sarjana Teknik Informatika.

Waktu dia kecil, Heri terlalu banyak menonton film hacker sehingga dia punya satu tujuan; bekerja menangkap orang jahat lewat komputer.

Heri juga merupakan orang yang luar biasa ambisius, dia memetakan jalan hidupnya dengan amat jelas.

Selulusnya dia jadi sarjana, Heri mengambil Sekolah Inspektur Sumber Sarjana. Lulusan jadi Inspektur Dua, dia akan di tempatkan di mana saja di Indonesia.

Tapi bagi Ipda Heri, hanya ada satu tempat yang ingin dia masuki, demi tercapainya cita-cita masa kecil.

Ipda Heri bermimpi suatu hari, dia akan bekerja di Polda Metro Jaya, di Direktorat Reserse Kriminal Khusus, tepatnya Sub Direktorat Tindak Pidana Siber.

Mulanya, semua orang mengatakan bahwa Heri beruntung karena ditempatkan di wilayah yang tenteram dan makmur seperti Pandanlegi.

Seperti yang umum diketahui, makin tinggi kemakmuran suatu wilayah, makin rendah angka kriminalitas.

Tak butuh waktu lama bagi Heri untuk menyadari bahwa kedamaian di Pandanlegi hanyalah fatamorgana.

Ah, cuma kenakalan remaja biasa...

Ah, tidak ada yang dirugikan, kan nanti dibantu sama Rezeki Pandansari...

Ah, cuma kasus recehan...

Heri amat ambisius, tapi sekaligus amat bertanggung jawab. Meskipun menjadi polisi di Pandanlegi bukanlah impiannya, tapi Heri percaya, bahwa seberapa pun remehnya, meskipun bukan cita-cita kita, kita perlu bertanggung jawab sebaik-baiknya terhadap pekerjaan di depan mata...

Itulah mengapa, Ipda Heri menyunggingkan senyum tipis saat dia berdiri dengan sikap istirahat di samping tiang bendera, sementara mengedarkan pandangan ke lapangan Polsek yang kini diisi anggota Hellraisers yang berjongkok rapi.

***

Panca tidak ingat apakah Padanlegi pernah begini riuh rendah.

Di satu sudut Pandanlegi, ada bangunan yang setengah terbakar.

Di sudut lain Pandanlegi, ada lapangan penuh berisi anak muda dan orangtua mereka, saling meratap dan bertangisan.

Panca menatap keluar jendela, beberapa lama tak bicara.

Dia ada di dalam mobil bersama Farah, sementara Rivai, staf legalnya, dan Zaki ada di kursi pengemudi dan kursi penumpang depan.

Dia masih memikirkan perkataan Dara.

Dia masih memikirkan Dara.

Sudah empat jam sejak dia terakhir kali menemui Dara.

Yang ada di kepalanya hanya Dara dan betapa marahnya Dara.

Panca menghela napas. Dia berusaha berhenti memikirkan hal yang di luar kuasanya, jadi menoleh menatap Farah yang sedang mengetikkan sesuatu di layar ponsel.

"Fadlan sudah mendarat, Kak Fatih bilang dia ngamuk dan sulit dicegah. Dia sekarang sedang berada di perjalanan menuju ke sini."

Panca mengira dia salah dengar. "Ngamuk kenapa?"

"Apa lagi? Tentu saja karena teman-temannya dipenjara. Ada desas-desus yang bilang, ancaman penjaranya sampai lima tahun."

Panca memijat dahinya. Mungkin ada bagian dari otak Fadlan yang gagal berkembang, bagian yang menjadi tanda kedewasaan, yang membuat orang menyadari bahwa semua perbuatan memiliki konsekuensi.

Tentu saja ada ancaman penjara.

Memangnya apa yang diharapkan Hellraisers saat mereka membakar tempat usaha orang lain?

Berharap orang-orang mengambil gitar sembari mendendangkan lagu Kemesraan Ini?

"Kenapa Mas Panca tidak memaksa Dara untuk menyerahkan ponselnya? Gara-gara Dara proses penangkapannya jadi luar biasa cepat begini."

Panca mengedikkan bahu. "Hellraisers bertindak terlalu jauh... kenapa jadi aku yang salah karena tak memaksa Dara?" tanya Panca, suaranya tajam.

Zaki melirik ke arah Panca dari spion. Rivai bergerak gelisah di kursi penumpang depan.

Farah terbelalak. Dia buru-buru meralat. "Bukan itu maksudku..." kata Farah, tapi kemudian Farah tidak bisa menyampaikan apa maksud dia yang sebenarnya. "Sudahlah, yang penting semoga pertemuan kita denga Bu Wardhani dan ibunya berjalan lancar."

***

Lancar bukanlah hal yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan pertemuan antara Wardhani, Sukarni, Panca dan Farah.

Mbah Jengket mulanya dirintis oleh Sukarni, sebelum diambil alih oleh Wardhani. Di tangan Wardhani, Mbah Jengket di Pandanlegi berhasil berkembang dan setelah dikelola dengan manajemen modern, membuka cabang di mal-mal di Yogyakarta, Semarang dan Solo.

Wardhani merupakan salah seorang pengusaha yang akan mengisi Pekan Lokakarya Pandanlegi. Tapi pertemuan mereka berlangsung sangat buruk, Panca menduga Hanan akan mendapat surat pembatalan kehadiran narasumber.

Mulanya, meskipun tegang, tapi pertemuan mereka berlangsung dengan cukup beradab.

Tapi kemudian Wardhani menolak opsi ganti rugi yang ditawarkan Rivai.

Rivai dan Farah terlihat amat terkejut. Ini bukan kali pertama mereka menyelesaikan urusan Hellraisers di bawah meja, tapi ini pertama kalinya ada yang menolak ganti rugi.

Panca hanya menatap meja jati berukir di ruang tamu rumah Wardhani yang megah, sama sekali tak merasa kaget.

Tidak semua hal bisa diselesaikan dengan uang... kata Dara siang tadi.

Dan kini, Panca mengerti bahwa Dara benar.

Farah mengatakan hal semacam damai itu lebih baik buat semua, yang malah membuat Sukarni, yang mulanya diam sejak awal pertemuan, jadi naik pitam.

Wanita berusia nyaris 68 tahun itu berdiri, matanya melotot dan menunjuk-nunjuk Farah dan Panca.

"Kurang ajar!" bentak Sukarni. "Enteng lek ngomong! Sopo sing butuh duitmu! Sugih rak sepiro, nyilakani wong gak kiro-kiro!"

Ucapan Sukarni membuat muka Farah dan Rivai memucat sementara Wardhani hanya menunjukkan mimik, apa kubilang...

Sukarni segera melengos dan meninggalkan tamu-tamunya, sementara Wardhani menatap Farah dan Panca dengan tatapan kecewa.

"Bu Farah dan Pak Panca tahu kenapa sebesar apapun kami ekspansi restoran, bagian muka restoran masih sama seperti saat dibangun? Parkiran restoran diperluas di belakang?" tanya Wardhani. Sambil menunjukkan meja berukir di hadapannya, Wardhani menerangkan. "Simbah saya saya dulu tukang kayu. Gebyok depan restoran dibuat sama beliau, kusen-kusennya juga. Pohon trembesi di parkiran pun beliau yang tanam. Peninggalan beliau kami rawat dan lestarikan puluhan tahun, hancur dalam beberapa jam saja. Belum lagi, karyawan saya semuanya jadi trauma dan ketakutan."

Semua orang terpekur mendengar penjelasan Wardhani.

"Maaf Bu," kata Farah pelan, ketidakberdayaan terdengar di suaranya. Farah biasanya tidak semudah itu menyerah, tapi demi masa depan dan keselamatan Fadlan, Farah rela merendahkan diri.

Di atas segalanya, Farah merasa harus menyelesaikan urusan ini sesenyap mungkin. Makin terlihat publik, makin besar kemungkinan orangtuanya tahu bahwa Fadlan terlibat masalah.

Jadi Farah juga tidak bisa menyalahkan Wardhani. Untuk beberapa alasan, mereka sama-sama mendahulukan keluarga mereka masing-masing.

"Saya tadi sudah ke kantor polisi," jelas Wardhani. "Polisi bilang, ini merupakan delik umum jadi meskipun saya tidak menuntut pun pasti akan diproses."

"Tapi saya berniat menuntut anak-anak itu, saya akan mencari tahu kenapa mereka menyerang restoran saya. Siapa yang mengkoordinasi serangannya. Dedengkotnya mungkin tidak ada di Polsek sekarang, biar saja nanti akan jelas saat proses penyidikan lanjutan."

Wardhani jelas menyiratkan bahwa dia tidak puas dengan penangkapan Hellraisers hari ini. Dia ingin menebas Hellraisers sampai ke akarnya.

"Mengingat Pak Panca dan Bu Farah, entah dalam kapasitas apa, ikut campur dalam masalah ini... jangan khawatir, Pak Panca, Bu Farah, dan kalau perlu, Rezeki Pandansari juga akan saya sertakan sebagai tergugat. Saya tidak menerima opsi ganti rugi informal semacam ini. Memang saya tidak sekaya Pak Panca tapi jujur saja kalau hanya renov restoran, kecil buat saya. Saya ingin hukum yang memproses kejadian ini, saya akan pastikan saya menerima kompensasi materil dan immateril dari kejadian yang menimpa saya hari ini."

Setelah berkata begitu, Wardhani berdiri. Panca, Farah dan Rivai ikut berdiri.

"Setelah hari ini, silakan menghubungi pengacara saya saja. Saya tidak mau menerima kedatangan Bapak-bapak dan Ibu lagi di rumah saya."

Continue Reading

You'll Also Like

6.8M 339K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
5.6K 947 35
Peddie High School Series #2 Dikejar-kejar cowok urakan yang mengira dirinya bisu! Itulah yang dialami Mahda. Saat pertama kali bertemu dengan Bing...
284K 38.9K 36
Apa yang kalian lakukan jika seseorang yang tidak kalian kenal mengaku sebagai mantan kalian yang datang dari masa depan? Titan bertemu dengan seoran...
24.6K 2.9K 25
Liburan ke Puncak: check. Sobat cewek yang asik: check. Cowok-cowok yang baru dikenal: ...check? Mika sempat yakin liburannya dan teman-temannya baka...