1

613 57 12
                                    

"Selamat, bapak akan menjadi wali kelas kelas 12 D."

Bagaikan disambar petir di siang bolong. Eh salah, bagaikan dimintai putus pas lagi sayang-sayangnya. Firza langsung shock mendengar kepala sekolah menunjuk dirinya untuk menjadi wali kelas di kelas yang dianggap sebagai kelas syaiton. Kelas yang dihuni oleh para siswa yang terkenal bar-bar yang hobinya cari masalah. Tentu saja itu bagaikan mimpi buruk baginya.

Para guru sudah berdiskusi terlebih dahulu di grup WhatsApp yang semalam mereka buat tanpa Firza di dalamnya karena Firza guru baru. Para Guru itu sepakat untuk menjadikan Firza tumbal untuk dijadikan wali kelas 12 D karena wali kelas sebelumnya mengundurkan diri akibat tidak sanggup lagi berurusan dengan anak-anak itu, terlebih guru sebelumnya sedang hamil besar sudah saatnya untuk berhenti beraktivitas yang mengakibatkan fisik dan psikis lelah menjelang hari persalinan.

Menjadi guru memang pekerjaan mulia, tapi harus siap-siap capek fisik dan capek mental mengahadapi banyak anak yang beda-beda karakter.

Setelah mengedipkan mata beberapa kali karena tidak percaya dengan perintah yang diberikan kepala sekolah, kemudian dilanjutkan tersenyum kikuk ke arah para guru yang hadir untuk rapat.

Para guru membalas senyuman Firza dengan senyum tanpa beban karena tidak ada dari mereka yang dijadikan tumbal. Akhirnya bisa nafas, makan, dan tidur dengan tenang lagi.

Azam, menepuk pundak Firza pelan. Ia tahu jika perintah kepala sekolah akan membuat kepala sahabatnya koslet.

Rapat panjang akhirnya berakhir. Seluruh orang-orang telah meninggalkan ruangan menyisakan Firza dan Azam berduaan. Firza langsung memukul Azam dengan keras hingga pria itu meringis kesakitan. Pukulan Firza terasa jauh lebih sakit dari pukulan-pukulan sebelumnya, mungkin pria itu mengumpulkan seluruh kekesalannya di telapak tangan. Tak hanya sekali, ia melakukanya berulang untuk melampiaskan rasa kesalnya.

"Kepala sekolah laknat! Dia nyuruh gue buat jadi wali kelas anak-anak titisan siluman? Hell, gue gak mau setahun ke depan hari-hari gue bakalan suram karena para anak-anak itu!" Firza berteriak frustasi.

"Sakit ogeb! Lo itu mukul gue! Kalau mau baku hantam, ajak kepala sekolah ke lapang! Biar lo puas sekalian!" Azam tak terima jika dirinya dijadikan pelampiasan orang setengah gila itu.

"Lagian lo tahu dari mana kalau anak-anak itu beneran rese? Lo cuma denger dari gosip orang-orang kan? Enggak ngelihat mereka secara langsung?" lanjut Azam.

"Sorry." Firza menghentikan pukulannya. Ia tersenyum canggung. Lalu mengambil aba-aba untuk lari karena merasa malu pada Azam. Dan, detik berikutnya ia benar-benar lari meninggalkan Azam sendirian. Kini giliran Azam yang merasa kesal. Entah Karma apa yang ia lakukan hingga mendapatkan teman model begitu di hidupnya.

"Untung sayang, kalau enggak udah gue buang ke Palung Mariana dari dulu." Azam mengambil gelas berisi air putih di atas meja, lalu meneguk isinya hingga habis untuk menetralkan rasa kesalnya.

***

Firza berjalan gontai. Separuh nyawanya pergi menghilang. Ia tak ingin masuk ke kelas 12 D yang ada di depannya. Namun, demi kelangsungan hidupnya ia akhirnya masuk ke dalam. Berhubung ia tak rela jika gajinya dipotong karena absen yang ada jatah uang nongkrong bakalan berkurang.

Jangan salah. Meskipun pekerjaan jadi guru sangat-sangat menguji kesehatan mental, namun gaji yang didapat setipis kesabaran Kak Ros Upin Ipin.

Firza menarik nafas kemudian bergumam, "yuk bisa yuk, bisa gila!"

Firza menarik tuas pintu melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas yang nampak suram.

Begitu Firza masuk, ia langsung ingin lari saja ke luar. Bagaimana tidak, kelas ini dipenuhi oleh aroma tembakau yang membuat dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia langsung menutup hidungnya. Lari menuju jendela Lalu membukanya agar bau tembakau hilang.

Kelas Siluman Where stories live. Discover now