“Jungwoo kau tau aku benci di diamkan bukan?” tanya Mark, sejak awal ia merasa ada yang aneh dengan Jungwoo.
“Aku juga Mark,” gumam Jungwoo untuk makna yang lain.
“Jika kamu marah, bilang padaku. Jangan mendiamkan diriku, Sayang,”
“Aku tidak marah padamu. Maaf, hari ini aku merasa tidak bersemangat dan mood-ku tidak baik.” ujar dengan senyum yang dipaksakan.
Aku hanya kecewa denganmu, kau tau itu? Oh tentu saja tidak, aku terlalu baik menyembunyikannya, batinnya.
Mark sadar jika bukan itu yang membuat Jungwoo bertingkah aneh hari ini, tetapi ia tidak ingin ambil pusing. Jika ia menanyakan terus hal ini, mungkin saja akan terjadi pertengkaran hebat antara dirinya dan Jungwoo, maka dari itu ia memilih mengalah.
Mark terus mengikuti kemana Jungwoo melangkah, dan berdiri di sisinya sembari memandang wajah sang kekasih yang tampak datar.
“Bantu aku Mark, bawa ini ke meja makan.”
“Aye-aye, Baby,” Mark membantu menyusun di atas meja makan.
Begitu juga dengan Jungwoo, hingga akhirnya persiapan telah selesai. Dan keduanya duduk bersebrangan.
Mark menyerahkan tangan kanannya untuk Jungwoo genggam, dan Jungwoo menggenggamnya. Mereka selalu memulai ritual sebelum makan dengan membaca doa seperti saat ini.
Mark dan Jungwoo menutup kedua matanya, “Bapa yang kami sembah yang penuh kasih, terima kasih atas berkat yang selalu Kau limpahkan kepada kami sehingga pada kesempatan hari ini, kami dapat menikmati sedikit berkat-Mu melalui makanan dan minuman yang akan kami santap. Kiranya Engkau memberkati makanan dan minuman ini. Terima kasih Tuhan Yesus. Amin.”
“Amin.”
Mark dan Jungwoo melaksanakan kegiatan acara makan siangnya seperti biasa. Bahkan Jungwoo tertawa saat Mark melemparkan candaan seolah-olah tak ada masalah yang terjadi tadi pagi.
Beberapa menit kemudian mereka menyelesaikan makan siang mereka. Mark membantu Jungwoo mencuci piring, sembari bersendau gurau.
“Kenapa air laut rasanya asin?” tanya Mark tertawa padahal jawabannya belum dia beritahu.
Dan hal itu membuat Jungwoo semakin menyukainya, ia menyukai Mark yang seperti ini, dan bukan seperti tadi pagi.
“Kandungan garamnya tinggi?”
“Salah, Sayang. Ayo tebak lagi,”
Jungwoo menyentuh keningnya dengan jemari yang penuh dengan busa sabun pencuci piring, “Tebak-tebakan ini sulit, aku menyerah deh.”
Mark mencuci tangannya yang berbusa juga, dia menyingkirkan jemari yang berada di kening sang kekasih. Dan membasahi tangannya kemudian membersihkan busa yang ada di kening sang kekasih.
“Air laut asin karena ikannya yang terus-terusan berkeringat saat Nelayan mencoba menangkapnya,”
Tebak-tebakan itu tidak lucu, tetapi Jungwoo tertular oleh tawa Mark yang menggemaskan.
Jantungnya berdegup cepat, Jungwoo tersenyum samar. Rasanya masih sama saat ia pertama kali bertemu Mark, dan ia bertanya-tanya didalam kepalanya, apakah Mark juga merasakan hal yang sama atau tidak.
“Sayang kok diam?”
“Nonton film yuk, gapapa 'kan?”
Mark mengangguk pelan, “Yuk, udah lama juga kita ga nonton film berduaan. Terakhir kali jadi nyamuk Kakak kamu tuh,”
“Kalau mereka tau nanti kamu bisa di coret dari calon pasanganku loh.”
“Aku tidak peduli, lagi pula kamu mencintaiku, aku mencintaimu, kita tetap bisa melangsungkan pernikahan tanpa mereka,”
Jungwoo kembali terdiam, “Pernikahanmu denganku, atau dengan Gadis tadi?” batin Jungwoo.
Setelah selesai mencuci piring. Akhirnya kedua insan itu pergi ke tempat untuk berpacaran, dan sesuai keinginan Jungwoo mereka menonton film yang sama sekali tidak Mark suka, romance yang berujung tragis.
“Kalau misalnya akhirnya aku pergi kaya Gadis di film itu, kamu mau cari yang lain engga?”
Mark menatapnya dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca, “Tentu saja tidak, aku akan mencarimu dan menemukanmu. Dan menikah denganmu, begitulah ending-nya. Walaupun ending-nya tidak berakhir romance, tak apa.”
“Memangnya kamu engga mau dapat pasangan yang cantik, putih, tinggi, langsing kaya Gadis-Gadis yang ada di luar sana?”
“Itu bihun kali, Sayang. Kriteria yang kamu sebutkan sama tuh kaya bihun.”
“Aku serius Mark, aku beneran tanya sama kamu.”
Mark mencium punggung tangan Jungwoo berkali-kali, “Aku sangat beruntung bisa mendapatkanmu, dan aku tidak mau mencari yang lain, walau aku tau yang lain sudah pasti lebih baik dari kamu, tetapi yang aku butuhkan itu kamu bukan yang lain.”
Jungwoo ingin perkataan Mark memang benar adanya.
Mark memeluk Jungwoo dari samping, dan Jungwoo pun menoleh dan menarik kemeja yang Mark pakai. Dia mengendusnya, “Kok bau kamu berbeda, kenapa wanginya kaya parfum perempuan?”
“Oh itu, aku tadi sempat mengunjungi Ibu dan Ayah, mungkin yang menempel di pakaianku itu parfum Ibu,”
Jungwoo masih mengendusnya, memastikan wangi parfum tersebut dengan ingatannya. Sementara Mark diam-diam tersenyum melihat tingkah Jungwoo yang selalu menggemaskan baginya.
Mark semakin mengeratkan pelukannya, ia gemas.
“Tetapi wangi Ibu tidak seperti ini,”
“Mungkin Ibu pakai parfum baru, kau tau 'kan kalau Ibu suka membuat banyak parfum dan memakainya secara berkala kalau sudah habis?”
“Kau benar, baiklah kalau begitu. Kekasihku ini tidak mungkin selingkuh dariku bukan?”
“Tentu saja tidak,”
Mark mengusak rambut Jungwoo dengan lembut. Namun dengan tatapan yang berbeda, beruntung Jungwoo tak menyaksikannya.
✨ To Be Continue ✨
YOU ARE READING
Drippin' | Markwoo + Jaewoo
Romance[ S L O W U P D A T E ] Ide cerita murni hasil imanjinasi Blue ⛔ Homophobia dan Plagiator Pergi Dari Lapak Ini ⛔ ⚠ Trigger Warning ⚠ Murder, Toxic Relationship, Violence, NSFW, and Abuse. [ S I N O P S I S ] Jungwoo mengira jika Jaehyun berbeda den...
✨ Five ✨
Start from the beginning
