5 | Telah

9.1K 1.2K 96
                                    

Hugo

Gadis dengan jemari lentik itu mencampurkan vermouth dari botol silinder tinggi, capari berwarna merah darah, bersama bourbon yang tinggal seperempat botol. Segelas racikan boulevardier itu menjadi bahan bakar percakapan kami.

Ody duduk di sebelahku, menuang gelasku yang setengah penuh dengan cairan warna merah pekat. Aku berterima kasih padanya.

***

Kepalaku mulai seringan buih, dan duniaku mendadak dipenuhi awan-awan putih. Saat itulah saringan mulutku jebol sudah. Ceracauku tumpah ruah.

"Ody, apa enaknya berpasangan tapi terasa seperti sendirian?" Lembut kuangkat dagu Ody.

Ody memalingkan wajah. Aku tebak dia sedang siap-siap menyanggah.

"Aku sama Agi memang tidak seperti yang lain. Kami sibuk sama urusan sendiri-sendiri. Aku pikir, tidak masalah kalau kita jalani masing-masing. Sejatinya sebuah hubungan tidak boleh membuat kita kehilangan diri sendiri kan?" Masih saja dia leluasa berkilah.

Ya Tuhan, aku ingin melaporkan bahwa seorang bidadari bernama Gustina Rhapsody Tanaya saat sudah di ambang kesadaran, masih saja membela hubungannya yang sudah babak belur mengenaskan.

"Iya benar. Sebuah hubungan tidak boleh membuatmu kehilangan jati diri. Tapi kalau kamu tidak melibatkan pasanganmu sama sekali, yang hilang adalah esensi hubungan itu sendiri. Itu namanya hubunganmu nihil fungsi."

Ody merapatkan tubuhnya. Aku suka cita menyambut.

"Tinggalin dia, Dy." mohonku. Aku bisa merasakan alkohol perlahan-lahan merampas akal sehat dan rasa malu.

Kupandangi bidadari yang lesu di depanku. Sepasang netra itu ialah sumber kecantikan yang memabukkan, lebih mematikan ketimbang apabila aku meminum seluruh isi botol alkohol yang dipajang di mini bar milik Ody.

"Gak worth it menahan diri dalam tempat yang tidak membahagiakanmu," desisku.

Sekelompok bulir-bulir bening tertahan di sudut mata Ody.

"Bukankah egois, kalau kita menuntut pasangan kita untuk selalu membahagiakan kita?"

"Ya benar. Tidak menggantungkan kebahagiaanmu pada pasanganmu, itu bijak. Tapi kalau kamu jadi tidak mendapatkan kebahagiaan sama sekali, itu beda cerita." Aku melengos.

***

Ody menatap kosong udara di depannya.

Kunikmati siluetnya dari samping. Kelopak matanya cembung, bulu mata panjang, tulang pipi tinggi, hidung bangir, rahang tajam, serta lekuk bibir yang sensual dengan lipstik warna menyala. Rambutnya yang menggantung tanggung di atas bahu itu berwarna brunette dengan balayage style. Aku tidak mengerti saat Ody menjelaskan tentang rambutnya. Yang kutahu hanya indah saja. Rambutnya yang berhias semburat warna madu sungguh selaras dipadu warna kulit kecokelatan dengan undertone hangat. Serius, aku tidak bisa membayangkan perpaduan yang lebih sempurna daripada ini. Sudah selayaknya kata "sempurna" di KBBI disandingkan dengan foto Ody.

Kecantikan bidadari ini benar-benar membuat manusia biasa sepertiku lupa diri. Membuat akal sehat terjerembab dan hanya hasrat yang pegang kuasa.

Aku beringsut menuju wajahnya.

Kecantikan ini, ialah kecantikan yang timbulkan obsesi. Liar, lekat dalam nadi. Berkerak di seantero kepala. Bagaimanapun cara, aku harus mendapatkannya.

Ody balas beringsut menuju wajahku. Ujung hidung kami bersentuhan. Kini nyaris tidak ada yang membatasi kami. Dalam sepersekian detik tanpa pertanda, Ody duduk di pangkuanku. Lidahnya menyongsong langit-langit mulutku, menyapu jejak-jejak minumanku di sana. Seketika darahku banjir oleh gairah. Jantungku memacu lebih cepat, napasku merengap.

In Between In Between ✔️ | ODYSSEY vol. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang