27 | Duka

5.1K 744 229
                                    

Agi


Minggu, 1 Juli 2018

Hari ini, aku bertandang ke rumah Ody. Tujuan awalnya bukan untuk menemui Ody, melainkan untuk menemui ibunya Ody--Dokter Dhanti, untuk keperluan pendaftaran PPDS--Program Pendidikan Dokter Spesialis yang rencananya akan aku tempuh.

Siapa sangka, setelah menemui Dokter Dhanti yang wajahnya sangat mirip dengan Ody, aku pun diberi bonus bertemu anak semata wayangnya. Gadis itu baru mandi, rambutnya masih basah, selembar handuk dikalungkan di lehernya. Dua ekor anjing toy poodle mengikuti pergerakan perempuan bertubuh jangkung itu.

"Kok di sini, Dy?" Aku terkaget. Aku kira Ody sedang di apartemennya. Setahuku, dia sangat jarang pulang ke rumahnya.

"Lho, justru aku yang seharusnya kaget, gak, sih? Ini kan, rumahku. Kenapa kamu di sini?" Ody mengernyit. Benar juga perkataan dia.

"Barusan aku ketemu ibumu, Dy." Aku mengekor pergerakan Ody. Tidak hanya aku, tetapi dua ekor anjing mungil warna putih dan cokelat berbulu keriting lebat itu juga turut membuntuti Ody.

"Apaa?" Ody duduk di tepi kolam renang, kakinya dua-duanya ia celupkan. "Terus, ibuku mana?" Matanya mencari-cari.

"Habis tanda tangan Surat Rekomendasi, ibumu ada panggilan operasi cito," jelasku. Operasi cito ialah operasi darurat. Sebagai Dokter Bedah apalagi yang sudah senior seperti ibunya Ody--panggilan tindakan darurat tentu menjadi makanan sehari-hari.

Aku duduk bersila di sisi Ody. Dua ekor anjing tersebut, yang putih bernama Willy, yang cokelat bernama Coco, menyalak gembira. Keduanya melompat girang ke pangkuanku.

"Hey, Willy, come here." Ody memanggil anjingnya seraya menepuk-nepuk pahanya. Namun Willy malah membenamkan kepalanya di perutku.

"Okay, Coco, sini!" Kedua telapak tangan Ody dimajukan, bermaksud ingin menggendong anjing berwarna cokelat yang sibuk menggoyangkan ekornya.

Guk! Coco menolak ajakan Ody. Ia bersikukuh mempertahankan posisinya di pangkuanku. Gemas, aku mengelus dua ekor anjing kesayangan Ody itu. Anjing kesayanganku juga, karena aku dan Ody membelinya bersama-sama ketika mereka masih bayi. Dulu, selain menghabiskan waktu di Naturista, salah satu kegiatan kencan favoritku bersama Ody adalah bermain dengan Willy dan Coco.

"Kok Willy sama Coco maunya dipangku sama kamu, sih," sungut Ody seraya memajukan bibir.

"Kamu ini, iri kok sama anjing. Kamu mau dipangku juga, kah? Sini, dipangku bertiga," cetusku datar.

Ody mencipratkan air dari kolam renang, bulir-bulir air itu mencetak noda basah kemejaku.

Guk! Guk! Willy dan Coco menggonggong ribut.

***

Aku menghantarkan percakapan hari Minggu ini dengan pertanyaan favoritku yang sayangnya paling Ody benci. "Kaktus udah disiram, Dy?"

"Ya Tuhan." Air muka Ody berubah jengkel seketika, tetapi ada fragmen ekspresi riang tertangkap di sana. "Sudah, Gi. Aku selalu meluangkan waktu setiap Rabu untuk menyiram kaktus. Siram sedikit saja, supaya gak busuk. Benar begitu, kan?"

"Nice." Aku tidak menyangka reaksi Ody cukup menyenangkan begitu ditanyakan perihal kaktus. Biasanya ia memaki-maki, entah apa yang menyihirnya menjadi ramah begini.

"Agi." Ody menciprat-cipratkan air ke arah depannya.

"Ya?"

"Kamu ini kerjaannya ngintilin aku terus. Kamu ini Dokter Wattpad, kah?" cemooh Ody.

In Between In Between ✔️ | ODYSSEY vol. 1Where stories live. Discover now