20 | Celaka

5.1K 673 42
                                    

Hugo

Sebelum memulai hubungan dengan orang lain,

pastikan kamu sudah selesai dengan dirimu sendiri.


Sabtu, 7 April 2018

Aku ingin mengupas isi benak perempuan di sebelahku.

Hari ini ia lebih banyak terdiam dan aku bertanya-tanya, apakah ia baik-baik saja?

***

Siang ini, aku membawanya menemui orang tuaku.

Ody, aku, dan ayah hanya beradu pandang dalam sunyi, di tengah ruang makan yang beratmosfer kaku. Aku paham Ody canggung dan berusaha menempatkan diri sesopan mungkin, apalagi aura menikam yang dipancarkan ayahku, bisa jadi, membuatnya sedikit ciut.

Makan siang sudah selesai. Dari bawah meja, aku menggenggam tangannya.

"Hugo, Rhapsody, sebelum kalian melangkah lebih jauh, pastikan kalian sudah selesai dengan masa lalu masing-masing, ya," ucap Ayah sambil membersihkan bibirnya dengan serbet. "Apakah kalian yakin, sudah berdamai dengan yang telah berlalu?"

Ody, wajahnya tanpa ekspresi. Tersenyum pun tidak. Aku meraba dingin di permukaan kulitnya.

Aku bertanya-tanya, apakah ia masih bergerilya dengan masa lalunya?

***

Selesai makan siang, aku mengajak Ody berkeliling di dalam rumah. Aku membawanya menyusuri residu memori yang tersebar di setiap incinya. Lagi, Ody tidak banyak berbicara. Matanya menatap kosong, aku tahu pikirannya melayang kemana-mana.

"Ody, kamu gak apa-apa?"

"Gak apa-apa, aku cuma nervous," kekeh Ody.

Aku tidak menuntut jawaban lebih meski aku belum terpuaskan oleh jawaban itu.

"Hugo, ibumu mana?" tanya Ody kala matanya bersirobok dengan pigura foto raksasa yang memuat potret ibuku di sana.

"Ibuku sudah meninggal, Dy. Sudah lama." Aku tersenyum pahit.

Ody menatapku, terlihat tidak enak hati. "Maaf, Hugo. Kamu gak pernah cerita sama sekali soal ibumu, maaf."

Aku mengusap kepalanya. "It's okay."

Aku mengantarnya menuju ruangan di bawah tangga, tempat mendiang ibuku kerap menghabiskan waktunya di sana. Ia membawa dirinya menelaah setiap sudut ruangan.

Ada kursi roda ibu, ada gaun putih kesayangan ibu. Kubayangkan andai ibu masih ada, pasti ibu berbahagia, karena Ody mengunjunginya.

"Kamu belum pernah kasih tahu apapun tentang ibumu. Apa kamu keberatan kalau aku minta kamu untuk menceritakan sekarang?"

Aku mengatupkan bibir, tanganku menyigar rambut dengan gugup. Aku duduk di kursi piano ibu, Ody duduk di sebelahku. Punggungku merosot. Ini bukan kisah yang ingin aku ceritakan. Kalau bisa, inginnya aku lupakan.

"Jadi, begini ... " Aku menyusun narasi, pelan-pelan sekali.

Tentang ibu yang pernah mengkhianati. Tentang ayah yang memaafkan kembali.

Tentang ibu yang jatuh cinta pada sosok lain. Tentang ayah yang sabarnya tidak main-main.

Tentang ibu yang mohon ampun. Tentang ayah yang menerima sampai kapan pun.

Tentang aku, yang membenci kebejatan ibu, dan mengutuk kenaifan ayah. Bagaimana bisa ayah menggenggam kembali tangan yang sama melukainya begitu parah?

In Between In Between ✔️ | ODYSSEY vol. 1Where stories live. Discover now