Kami kembali saling menuangkan soju ke seloki masing-masing, kemudian meneguknya dengan sekali teguk. One shot.

"Nggak bisa jawab kan? Masa gue jadi primadona udah habis, Ta. Apa gue ke Amrik ya terus cari bule aja. Kali aja ada bule mau sama tante-tante kayak gue," kataku lalu terkekeh.

"Ya tapi gimana ya, kayaknya ini juga karma karena gue dulu koleksi mantan doang. Sekarang gue yang merasakan kesepian. Gue pingin deh mengabdi pada satu hati gitu. Kayaknya keren banget orang-orang yang bisa nemuin true love-nya, terus cintanya berbalas. Atau gue minta balikan sama mantan-mantan gue yang dulu nangisin gue? Mereka masih mau nggak ya sama gue? Ah tapi mereka juga udah pada kawin. By the way, one shot lagi yuk. Terakhir nih. Gue nggak mau ah botol keempat. Males banget kalau mabuk malam ini," kataku sembari menuangkan sisa soju terakhir di seloki Genta yang kemudian diikutinya.

"Gue kira lo udah mabuk, Ne," ejek Genta.

"Heh! Gue belum mabuk ya. Tipsy dikit doang," jawabku disertai tawa kecil.

"Ck. Kayaknya dari kita kuliah sampai kerja sekarang, bahasan kita kalau tipsy selalu masalah cinta ya?"

"Lo kayaknya cuma pernah mabuk karena Karen, Ta."

"Lo juga pernah tauk! Lupa ya lo dulu pas kita musuhan? Hahaha kok bisa ya gue minum cuma karena berantem sama lo," Genta terkekeh. "Untuk ulang tahun lo, karier kita, kehidupan sosial kita, keuangan kita, semoga kita bahagia selalu," ujar Genta sembari mengangkat selokinya ke atas.

"Semoga gue cepat dapat pacar baru," imbuhku kemudian mendentingkan seloki kami berdua dan meneguk soju terakhir kami.

"Udah yuk, bobo. Udah jam 1," kataku kemudian bangkit berdiri.

"Eh Ane!"

Astaga, hampir saja aku jatuh mencium karpet kalau Genta tidak sigap menangkapku. Aku limbung saat hendak berdiri. Sepertinya aku bukan lagi agak tipsy, melainkan memang sudah tipsy.

"Sok-sokan sih lo," ejek Genta.

"Ah lo. Hahaha. Anjir, gendong gue dong ke atas," pintaku sambil merentangkan tangan. Genta tak langsung mau. Ia menolakku mentah-mentah dengan mengatakan bahwa aku harus jalan sendiri dituntunnya.

"Ta.. gendong.." kataku manja sambil mencebik. Genta yang sudah berjalan beberapa langkah di depanku kemudian menghela napasnya.

"Yaudah naik," katanya sambil memberi punggung. Dengan sekali loncatan, aku langsung naik ke punggung besar Genta.

"Berat banget deh lo, Ne," kata Genta yang langsung kubalas dengan menoyor kepalanya. Pelan-pelan, Genta menaiki tangga menuju kamarku. Punggung lebar Genta memberikanku kenyamanan. Hangat tubuhnya membuatku tenang, ditambah aku bisa merasakan getar suaranya saat menempelkan telingaku di ceruk lehernya. Untuk aroma tubuhnya, jangan ditanya lagi. Feromon pria itu kembali kurasakan, kini sudah bercampur dengan aroma parfum maskulin yang ia gunakan sejak pagi tadi. Genta belum mandi sejak pulang kantor tadi. Ia langsung menyiapkan perlengkapan barbeque dan hanya mengganti kemeja kerjanya dengan kaos rumahan. Perjalanan dari ruang TV ke kamarku menjadi terasa lama. Oh God.. pengaruh alkohol ditambah feromon Genta malam ini membuatku gila. Aku berusaha mengalihkan pikiran-pikiran kotorku yang tiba-tiba bermunculan.

Pintu kayu putih kamarku dibuka Genta, kemudian ia menurunkan aku di ranjang. "Thank you," kataku.

Genta langsung berjalan meninggalkanku tanpa melihatku lebih dulu. Ia terlihat menghindariku dan tidak ingin berlama-lama di sini. Egoku kembali tersentil, aku tidak senang ia menjadi cuek dan dingin lagi seperti kemarin-kemarin. Padahal aku berharap kami menjadi cair lagi setelah malam ini.

"Genta!" panggilku setengah berteriak. Pria itu berhenti dan hanya membalasnya dengan gumaman.

"Hmm?"

"Gini aja?" protesku yang membuat dirinya balik badan menatapku. Aku berdiri kembali dan perlahan jalan mendekatinya.

"Ne, jangan mancing," katanya dengan suara serak seakan ingin memberi peringatan terakhir namun tak kuhiraukan.

Memang dasarnya aku yang sudah berada dalam pengaruh alkohol, dengan berani aku mendekatkan diri semakin dekat lagi ke Genta. Bibir Genta terlihat menarik malam ini. Rasanya aku ingin sekali merasakannya lagi seperti waktu di Vibeskye.

Sepertinya dewi fortuna sedang berpihak kepadaku malam ini. Tanpa perlu aku yang melakukan, terlebih dulu Genta mendaratkan bibirnya ke bibirku! Oh my God!! Aku menerimanya dengan senang hati. Tidak seperti saat di Vibeskye, kali ini aku langsung membalasnya. Bahkan tanganku langsung mengalung ke lehernya. Tubuhku yang jauh lebih pendek membuatku harus berjinjit meski Genta sudah menunduk. Tangannya kini mencengkeram pinggulku erat, seakan mencegahku untuk tidak jatuh dan limbung. Mataku sudah terpejam sejak awal, namun sesekali aku membuka mata untuk melihat Genta yang ternyata juga memejamkan matanya. Keadaan malam ini membuat kami larut. Benteng pertahanan kami seakan hancur, aku tak lagi mengetahui batas sahabat di antara kami. Malam ini aku seperti melihat Genta sebagai sosok pria lain, bukan sahabat yang kukenal sejak lama. Entah bagaimana mulainya, kami mulai melangkah perlahan seakan mengikuti irama degup jantung hingga kurasakan betisku menyentuh ujung ranjang.

Bruk.

Kami jatuh kaku ke ranjang dengan tubuh Genta yang berada di atasku. "Aww," spontan aku mengaduh dan membuat kami melepaskan ciuman kami. Kami langsung membuka mata dan betapa canggungnya momen ini saat mata kami saling berserobok sementara posisi kami mematung seperti ini.

"Sakit," cicitku jujur. Aku tidak bohong, memang rasanya sakit sekali tertindih tubuh Genta yang jauh lebih besar ketimbangku. Genta menghela napasnya, kemudian ia mengambil jarak denganku dan mengusap parasnya kasar.

"Jangan diterusin ya, Ne? Gue nggak mau kalau nggak ada consent," katanya dengan suara berat.

Aku terdiam beberapa saat sambil mengamati rautnya yang berubah menjadi lebih serius. Aku bisa melihat jakunnya naik turun sembari terus mengamatiku yang masih berada di bawahnya. "Kalau gue ngasih consent, gimana?" tanyaku.

"Kita tipsy, gimana bisa mikir?" katanya. "Udah ayo tidur," lanjutnya.

Genta mengecup keningku lembut dan mengusap kepalaku, kemudian ia bangkit berdiri. Kali ini tidak ada penolakan atau halangan dariku. Aku membiarkannya pergi keluar kamarku. Genta benar, aku tidak boleh impulsif. Apalagi kami sama-sama di bawah pengaruh alkohol. Baiklah, mungkin bukan malam ini.

Tapi bagaimana dengan besok? Bagaimana aku harus menyikapi hari selanjutnya setelah kejadian malam ini?

***

Vote dan koreksi yaa guys kalau ada typo atau kalimat rumpang. Semoga sehat dan bahagia selalu!

The Only Exception [END]Where stories live. Discover now