26. Pertemuan Dua Sahabat

33.2K 3.9K 103
                                    

Tidak semua tanya dalam hidup kita terjawab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak semua tanya dalam hidup kita terjawab. Tidak semua problematik rampung terselesaikan. Terkadang kita yang memilih untuk menyerah dan menerima saja apa yang ada. Mungkin itu yang kulakukan. Aku terlalu lelah untuk memendam benci. Hatiku tidak sebesar itu. Nyatanya rasa kecewa abadi dalam dada. Namun larut dalam kecewa dan rasa marah, justru menguras energiku dan membuat hidupku yang kacau ini semakin kacau. Rasanya mengetahui kebenaran dari sumbernya langsung dan mendapat pengakuan yang kuharapkan, itu sudah cukup. Aku sudah lega ternyata rasa penasaranku terjawab. Rasa kecewaku tidak bertambah. Lagi pula aku memang sudah mengetahui fakta bahwa Tante dan Papa berselingkuh sejak aku kecil. Lagi pula mendapatkan pengakuan kebenaran dari mereka adalah untuk memenuhi egoku saja. Lagi pula Mama sudah tiada. Dan lagi pula aku tidak banyak memori tentang Mama sehingga rasa sakit hatiku tidak separah bila aku kenal dan punya banyak memori tentang Mama.

Terlalu banyak lagipula-lagipula dalam hidupku, terutama dalam menyikapi permasalahan ini. Lagi-lagi, lagi pula ini bukan permasalahan karena semua sudah terjawab. Mungkin ada orang yang tidak mendapatkan kasih sayang sempurna dari keluarga. Tapi aku cukup beruntung hidup di tengah keluarga ini. Setidaknya meski dari perselingkuhan, mereka memberiku kasih sayang sejak aku kecil. Tante baik denganku, tidak seperti ibu tiri yang digambarkan di sinetron-sinetron picisan. Papa meski keras, ia selalu memenuhi kebutuhan materiku sejak aku kecil. Disekolahkan di sekolah terbaik, uang jajan berkecukupan, baju, makanan, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang dicurahkannya untukku sejak aku kecil. Meski Anya selalu jadi nomor satu, aku mengakui bahwa yang Papa berikan kepadaku dan Anya tidak dibedakan. Aku mengerti mengapa mereka semua menyayangi Anya. Anya yang cantik, manis, penurut, dan tentunya karena saat kecil dulu ia sering sakit, tentu membuat perlakuan Papa berbeda padanya.

Hidup terlalu berharga untuk kuisi dengan kebencian. Cukup kecewa saja yang mengotori hatiku. Lagi pula aku percaya tentang karma. Setidaknya aku yakin segalanya akan terbayar nantinya. Di usiaku yang bukan anak-anak ini, aku sudah belajar banyak tentang kehidupan. Membawa benci itu membuat beban di hati. Kalau bisa, aku ingin juga menghapus sisa kekecewaan di hati. Kalau bisa ya.. Ah lagi pula, ada hal yang harus kuperjuangkan ketimbang berusaha menghapus rasa kecewa itu. Afeksi dan cinta. Aku serius ketika mengatakan ingin belajar mencintai. Aku serius takut bila kumati nanti tidak ada yang mengurusiku dan mendoakanku. Melihat Papa terbaring di rumah sakit dikelilingi oleh keluarga yang mencintainya membuat hatiku menghangat. Setidaknya bila aku sakit nanti, ada yang peduli kepadaku. Menjadi independen tidak melulu harus seorang diri. Aku butuh afeksi yang abadi, yang bisa kudapatkan dari cinta.

Naksir dengan seseorang, aku pernah. Tapi perasaan itu akan sirna setelah beberapa lama. Rasa bosan akan datang menggantikan dan kemudian kucampakkan orang itu. Seumur hidupku, aku belum pernah patah hati yang benar-benar patah hati. Aku hampir tidak pernah diputuskan. Pernah sih dulu. Tapi yasudah, begitu saja rasanya. Tidak sampai tiga hari, sedihku hilang. Aku tidak pernah sakit hati karena cinta. Mungkin karena luka di hatiku sudah ditorehkan oleh orang tuaku terlalu dalam sampai rasanya hatiku kebal merasakan sakit dari patah hati.

The Only Exception [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang