30. Move On

51.7K 5.1K 801
                                    

3 bulan lalu.

Bugh!

Sebuah pukulan terakhir yang mengenai rahang pria dengan kemeja keMrja yang sudah kotor karena jejak sepatu. Pukulan yang langsung memberi efek aliran darah dari hidung pria itu. Genta masih tersungkur di lantai, tidak berniat bangkit. Sementara dua pria lainnya berdiri di atasnya. Yang satu berkacak pinggang dengan satu kaki masih berada di pinggang Genta. Satu lagi, pria itu masih terengah-engah karena baru saja melayangkan tinju pamungkas untuk Genta.

"Bangsat lo! Anjing!" caci Helmi. "Manusia bukan sih lo? Tai!"

Genta diam. Matanya terpejam menikmati setiap kesakitan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Gue demen nih, habis ini si babi ini bakal nyesel. Kelewat tolol," umpat Batara.

Setelah merasa puas, keduanya pun pergi meninggalkan Genta sendiri. Hingga akhirnya Genta berhasil mengumpulkan tenaga, ia pun bangkit berdiri dan berjalan tertatih menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sementara kedua temannya tidak benar-benar pergi. Mereka memilih menunggu di ruang tamu Genta sembari membakar tembakau.

"Lo berhasil hubungin dia?" tanya Helmi yang dibalas kedikan bahu oleh Batara.

"Boro-boro. Centang satu, kayaknya di-block atau ganti nomor."

"Instagram lah beol."

"Lo cari aja profilnya, raib."

"Terus sekarang gimana? Lo sih, udah tau Genta bajingan, bukannya lindungin Ane begitu."

Batara mendecak. "Kalau bukan masalah rumah tangga, gue nggak apa deh ikut campur. Lagian udah gue bilang kalo gue nggak tau Genta se-tai ini. Genta udah berhenti cerita sejak lama. Gue pikir dua-duanya udah serius," jelas Batara. "Tapi gue yakin sih, Genta bakal nyesel. Ane, man! Dia nggak cuma kehilangan istri, tapi dia kehilangan sahabat juga."

"Tolol sih dia. Paling juga dia nyeselnya nanti pas berasa sepi. Tapi Karen tai juga sih. Ane sahabat sendiri loh," ujar Helmi tak habis pikir.

"Ini gue rasa Karen juga nggak tau kalau si Genta ke Singapura. Karen udah nggak tertarik sama Genta, gue yakin banget itu. Orang dia udah mau nikah gue sama teman gue. Ini murni Genta aja yang kelewat tolol."

"Yaudahlah, nggak usah ikut campur. Kali ini nggak usah bantuin Genta. Biar dia rasain dan selesaiin sendiri. Kalau gini, kita sendiri kena imbasnya. Ane juga bakal trust issue sama kita nggak sih?" ujar Helmi yang diangguki Batara.

***

Hari ini begitu padat

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Hari ini begitu padat. Setelah pagi tadi meeting dengan para partner hingga lepas jam makan siang, belum juga sempat membuka makan siangku, aku langsung menuju lokasi kantor klienku. Tentu saja seorang diri karena aku yang menjadi pimpinan di project ini. Meski jadwalku akhir-akhir ini membuatku seperti tak bisa bernapas, setidaknya aku senang karena pikiranku menjadi teralihkan. Tidak ada waktu untuk memikirkan Ane, tidak ada waktu untuk merasa perasaan dalam hatiku, dan tidak ada waktu untuk merasa kesepian. Ah namun yang terakhir agaknya bohong. Setiap detik aku bernapas, yang kurasakan adalah sepi dan hampa di dalam dada. Kalau orang-orang mengatakan sakit hati putus cinta itu sesak dan berat di dada, berbeda denganku. Aku merasa hatiku seperti keluar dari tempatnya. Rasanya nyeri mendapati dadaku yang seakan kosong, bolong. Bukan separuh hatiku yang pergi, tapi ini rasanya seluruh hati dan jiwaku yang pergi.

The Only Exception [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ