5. Persiapan Terakhir

31.9K 4.1K 36
                                    

Dear my friends,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dear my friends,

Hola! Jangan lupa baca cerita ini dari awal yaa karena aku rombak habis cerita ini per tanggal 1 Oktober 2020.

Cheers,
Clarissagc.

***

Pernikahanku dan Genta tinggal menghitung hari. Undangan sudah mulai kami sebar H-14 pernikahan kami. Genta mengundang banyak sekali koleganya yang membuatku bertanya-tanya padanya, apakah ia tidak sadar bahwa pernikahan kami hanya 'sementara'? Pernikahan ini hanya berlangsung sampai kondisi kondusif saja, apakah ia tidak malu bila mengundang terlalu banyak orang?

Genta mengatakan bahwa ia telanjur membiayai pesta yang cukup besar. Sayang sekali uang ratusan juta yang sudah ia keluarkan bila hanya mengundang sedikit orang. Pun belum tentu ia akan menikah lagi, bisa jadi usianya tidak panjang atau dia jadi tidak tertarik pada pernikahan. Namun alasan pertamanya cukup kuat. Aku merasa sedikit kaget saat pernikahanku nanti cukup besar. Ternyata begini ya pernikahan artis? Batinku selalu berkata demikian tiap kali aku takjub. Venue yang dipilih Genta dan Karen yaitu sebuah ballroom hotel mewah di Jakarta. Aku tak tahu berapa banyak kocek yang dikeluarkan Genta dan Karen untuk menciptakan pesta mewah itu. Sebenarnya aku berniat membayar biaya yang Karen keluarkan untuk membayar persiapan pesta. Namun kata Genta tak perlu karena Karen hanya membiayai sedikit. Karen juga mengatakan bahwa ia tidak mau ada pengembalian dana apa pun saat ia membatalkan pernikahannya dengan Genta.

Di sini aku berada, di lantai 27 untuk memberikan undangan pada petinggi-petinggiku di perusahaan. Ada rasa canggung saat akan memberikan undangan kepada Edgar. Namun aku dan Genta sepakat untuk mengundangnya. Mau bagaimana pun, hubunganku dan Edgar harus dijaga sebagai rekan kerja yang profesional.

"Permisi, Irene," sapaku pada sekretaris Edgar yang sedang sibuk pada monitornya.

"Eh Kak Ane. Mau ke Pak Edgar ya? Ada kok di dalam, masuk saja," ujarnya mempersilakanku. Aku tersenyum simpul. Sebelum aku membuka pintu kayu berukiran naga itu, aku lebih dulu menaruh undangan pernikahanku di meja Irene.

"Buat kamu sama Vivi," kataku. Vivi adalah sekretaris Mas Bagas. Aku cukup akrab dengan Irene dan Vivi karena terlalu sering menyambangi ruang Mas Bagas dan Edgar.

"Hah? Mbak Ane mau nikah sama Pak Edgar?!" tanyanya. Aku hanya meringis saja, sepertinya kabar pernikahanku dengan Genta belum sampai ke telinga Irene.

"Bukan—" jedaku. "Bukan Edar." Aku tersenyum. Tanpa menunggu respons Irene, aku masuk ke ruangan Edgar dengan mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Gar," sapaku yang langsung menarik perhatiannya. Pria itu sedang berkutat dengan laptopnya.

"Kenapa, Ne?" tanyanya datar. Dulu saat kami masih berhubungan, Edgar selalu melepas kacamatanya dan bangkit berdiri menghampiriku saat aku bertandang ke ruangnya. Kini ia hanya duduk di kursinya dan menatapku saja tanpa ada reaksi mengesankan.

The Only Exception [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang