"Ane?" panggilnya yang menyadari kehadiranku. Ia langsung meletakkan plastik-plastik bahan makanan yang ia genggam kemudian berjalan cepat menghampiriku.

"Happy birthday," katanya tegas sembari memelukku erat. Sangat erat hingga aku sedikit kesulitan bernapas.

Mendengar dua kata dari mulutnya membuat hariku pulih. Rasa lega dan bahagia melingkupiku saat mendapatkan ucapan dari orang yang tersayang. Dengan perlahan, kubalas pelukannya. Aroma parfum yang ia gunakan pagi tadi bercampur dengan aroma keringatnya memberikan rasa tenang pada diriku.

"Gila gue dosa banget lupa hari ultah istri sendiri. Maafin gue banget ya Ne. Gue bener-bener brengsek jadi sahabat dan suami. Sumpah gue minta maaf," ujarnya bersungguh-sungguh masih dalam keadaan memelukku erat.

"Doa gue untuk lo, semoga semakin banyak berkat kebahagiaan yang dilimpahkan Tuhan di usia lo yang baru ini. Semoga Ariadne gue semakin dewasa, semakin bijak, lancar promosi sampai jadi GM sesungguhnya, semakin cantik, semakin makmur, dan oh ya, semoga lo selalu dikaruniai kesehatan, usia yang panjang, kehidupan sosial yang baik, dijauhkan dari segala yang buruk, semoga lo tabah menjalani bahtera rumah tangga bersama sahabat lo yang pelupa dan kurangajar ini. Pokoknya, semoga yang disemogakan segera diaminkan ya, Ne. Semoga hidup lo semakin berlimpah cinta dan kasih sayang, amin!" ujarnya kemudian melepas pelukan kami.

"Lo jahat banget sih! Gue mau nangis tau! Dari pagi lo nggak ingat, mana lo bilang bakal lembur lagi. Sumpah ya Ta, gue bahkan berencana menggugat cerai kalau lo sampai nggak ngucapin ha-be-de ke gue," ujarku dengan mengerucutkan bibir.

Genta tertawa kemudian membawaku dalam pelukannya kembali. "Jangan dong, jangan nangis. Mata lo udah sampai berkaca-kaca gini dah. Kan udah gue ucapin. Maafin gue ya, Ne?" katanya lembut.

Aku mendorongnya, kemudian menatapnya dengan ekspresi menahan kesal. "Enggak!" tolakku.

"Yaudah, lo mau apa deh biar guenya dimaafin?" rayu Genta.

Aku berpikir sebentar, kemudian seulas senyum tersungging di bibirku. "Kado," kataku sambil menyodorkan kedua tanganku padanya.

Yang diminta justru menggaruk-garuk kepalanya. Ia pasti belum menyiapkan. "Gue belum beli.. kalau besok gimana? Gue ke mall dulu tapi," kekehnya.

"Ya pokoknya kasih kado dulu baru gue maafin," kataku manja.

"Iya iya. Besok ya? Malam ini kita barbeque-an aja ya? Gue udah beli daging-dagingan, saus, terus alat barbeque nih buat merayakan ultah lo. Pokoknya malam ini lo harus makan daging. Nggak boleh diet-dietan," paksa Genta yang langsung kusetujui.

"Lo mandi dulu sana, Ne. Bau rokok lo. Habis nyemok ya? Bau banget asli," keluhnya sambil menghembuskan napas keras.

"Ih bodo amat. Cium nih bau gue," godaku sambil mengibaskan tangan ke arahnya. "Lo harus tahu, gue habis nyemok bareng Edgar dong. Ditemenin sama dia dong. Berdua doang di rooftop. Dia aja nggak protes gue ngerokok, emangnya lo," cibirku lalu berlalu ke atas. Sementara Genta tak membalas sepatah kata pun. Baiklah, lebih baik aku mandi dulu baru kemudian membantu Genta menyiapkan barbeque.

***

Kalau kata orang-orang, ini namanya kenyang bego. Perutku benar-benar terisi penuh dengan daging bakaran kami berdua. Semi rooftop rumah kami menjadi pilihan kami untuk barbeque ria. Namun semakin malam, aku yang semakin renta dan jompo ini semakin tidak tahan angin malam, sehingga kami memutuskan masuk ke dalam. Di sinilah kami berada, di ruang keluarga yang kami gunakan sebagai ruang TV juga. Genta mengeluarkan sajian pamungkasnya, 4 botol soju rasa white grape kesukaanku. Gila memang Genta, bisa-bisanya ia mencekokiku yang sudah kenyang bego ini dengan soju. Aku curiga, Genta ini penggemar berat drama-drama Korea. Mulai dari rumah yang ia pilih dengan gaya khas Korea, lalu soju yang harus kami minum dengan cara saling menuangkan. Oh ya aku hampir lupa, Karen kan pecinta drakor. Pasti Karen yang sudah meracuni sahabatku ini dengan segala hal berbau ke-Korea-an.

The Only Exception [END]Where stories live. Discover now