Sebelum mandi, aku mengisi perut kosongku dengan minum air. Sudah jadi kebiasaanku untuk minum air hangat di pagi hari. Kudapati Genta tengah berjibaku dengan penggorengan dan sutil besinya di dapur. Ia mungkin tidak menyadari kehadiranku karena kedua airpods terpasang di telinganya.

"Masak apa?" tanyaku saat menuang air dari dispenser sembari mengabaikan tangan memanggilnya.

"Eh udah bangun? Masak omlette nih," katanya. Ia kemudian mencopot kedua airpods-nya. Genta sudah rapi dengan pakaian kerjanya, kontras denganku yang masih mengenakan baju tidur semalam.

"Semalam lembur?" tanyaku.

"Hmm iya nih."

"Kalau lembur jangan lupa kabarin ya. Gue pikir lo pulang cepat, jadi gue nggak makan gara-gara nungguin lo."

"Oke bos," jawabnya singkat tanpa menatapku. Aku masih berdiri termangu menatapnya, seakan menunggu hadirnya ucapan selamat ulang tahun yang keluar dari bibirnya. Sampai mati gaya aku di sini, alih-alih mendapati ucapan yang kuharap, aku justru mendapat pamitnya saja.

"Udah jadi. Nanti ambil sendiri ya," ujarnya sambil memasukkan potongan telur dadar itu ke kotak makannya yang sudah berisi nasi terlebih dahulu. Sementara aku terus memperhatikan geraknya yang seakan terburu-buru.

"Gue berangkat ya, Ne," pamitnya saat selesai menyiapkan perbekalannya.

"Hati-hati."

Genta langsung mengambil tas, ponsel, dan kunci mobilnya. Lalu tanpa menatapku lagi, ia langsung menuju pintu.

"Genta," panggilku saat tangannya hendak membuka pintu. Pria itu menoleh padaku, menanti kelanjutan kalimatku.

Ada protes yang tertahan di bibirku. Rasa kecewa mendapati dinginnya sifat Genta belakangan ini bercampur dengan rasa kecewa karena abainya sahabatku sendiri pada hari ulang tahunku.

"Kenapa, Ne?"

"Nanti pulang jam berapa?" tanyaku pada akhirnya dengan menahan gondok.

"Belum tau. Kenapa?"

Aku menggeleng. "Lembur?"

"Bisa jadi," jawabnya yang langsung kuangguki.

"Gue jalan ya," pamit Genta lagi kemudian sosoknya hilang kala pintu kayu ruang tamu tertutup.

***

"Happy birthday, Mbak Ane!!" sorak Irene dan Vivi yang baru datang di akhir surprise ulang tahunku.

Seperti dugaanku, rekan-rekan HR memberikan surprise yang dipimpin oleh April tepat sebelum jam makan siang. Tidak hanya dirayakan oleh rekan-rekan divisi HR, beberapa user yang sering berkontak denganku juga turut hadir. Gayatri, Pande, Mas Adam, Bu Magda, juga turut hadir. Bouquet bunga, balon-balon transparan bertuliskan happy birthday, dan beberapa kotak hadiah sudah menghiasi meja kerjaku. Semua sudut kubikelku penuh hadiah. Ada pula makanan-makanan dan minuman-minuman kekinian yang dikirimkan melalui GoFood oleh teman-temanku. Hatiku menghangat melihatnya. Meskipun orang-orang terdekatku belum ada yang mengucapkan, namun melihat bagaimana pedulinya teman-teman padaku membuatku merasa dihargai.

Seorang atasan wajib mentraktir timnya bila sedang berulang tahun, itu hukum wajib di kantor ini. Restoran India di dekat kantor menjadi pilihanku. Setelah sesi foto-foto tadi, aku mengajak 1 divisi HR untuk makan siang. Tak lupa, aku membawa serta Irene dan Vivi. Mereka berdua adalah sekretaris Mas Bagas dan Edgar. Karena aku sering bolak-balik ke ruangan mereka, aku menjadi akrab dengan Irene dan Vivi.

"Benar deh, Ne, lo cepetan program gih. Punya anak tuh menyenangkan banget. Ngelihat mahakarya kita sama suami itu rasanya puas banget batin gue," kata April di sela-sela makan. April sudah kembali masuk kerja dari cuti melahirkannya.

The Only Exception [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang