satu

4.8K 426 25
                                    

Tiara bergegas berlari menuju kelasnya. Ia melirik jam tangan miliknya, tertera di sana pukul 07.09 yang artinya ia telah terlambat empat menit. Begitu sampai di depan pintu kelasnya, ia pun langsung membuka pintu tersebut secara tidak santai.

"Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam."

Tiara sontak menatap sosok laki-laki tinggi yang tengah duduk di kursi guru sembari menatapnya datar. Tiara pun langsung dibuat terpukau dengan wajah tampan yang laki-laki itu miliki. Ia baru pertama kali melihat laki-laki tersebut, apakah guru baru?

"Anda siapa?" tanya Tiara spontan.

Laki-laki tersebut lantas berdiri dari duduknya hingga menampilkan postur tubuhnya yang tinggi dan kekar.

"Apakah begitu cara kamu bertanya pada seorang guru?" sontak Tiara langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia pun membungkukkan tubuhnya kemudian meminta maaf kepada guru tersebut lalu berjalan menuju tempat duduknya.

"Baiklah, saya mulai perkenalan diri terlebih dahulu. Perkenalkan nama saya Muhammad Raka Abdiraja. Saya bertanggung jawab untuk mengajar bahasa Inggris sebagai pengganti Pak Wahyu. Ada pertanyaan?"

Salah satu siswi pun mengangkat tangannya tinggi lalu berdiri. "Bapak umurnya berapa? Udah nikah belum?"

Dalam hati Tiara bersyukur karena sudah ada orang yang mewakili pertanyaannya. Ia sendiri juga penasaran dengan kepribadian guru barunya itu. Bagaimana bisa di sekolahnya ada sosok guru muda tampan seperti Pak Raka.

"Umur saya dua puluh dua tahun dan saya belum menikah," sahutnya seadanya. Masih dengan ekspresi wajah datarnya.

"Pak Wahyu emang kemana, Pak?" tanya salah satu siswa yang duduk tepat di sebelah Tiara.

"Pak Wahyu selaku ayah saya sedang sakit, mohon doanya untuk kesembuhan beliau."

Seluruh siswa-siswi pun mengamini ucapan Raka untuk mendoakan agar guru bahasa Inggris mereka yang dulu diberi kesembuhan oleh yang Maha Kuasa.

"Cukup di sini sesi tanya-jawabnya, mari kita lanjutkan materi selanjutnya." seisi kelas pun langsung mengeluh karena Raka langsung memulai pelajaran.

Raka pun membuka buku materi bahasa Inggris yang akan ia bahas kemudian memperhatikan murid-muridnya yang nampak tidak begitu tertarik dengan materi. Bagaimana bisa ayahnya sabar menghadapi murid-murid seperti mereka?

"Di sini siapa yang memiliki kesulitan dalam belajar bahasa Inggris?" tanya Raka.

"Banyak, Pak. Tapi yang paling bego mah si Tiara," ujar salah satu siswi yang duduk satu meja dengan Tiara.

"Mana Tiara?" tanya Raka.

Siswi tadi pun langsung menunjuk teman sebangkunya dengan jari telunjuknya, sedangkan Tiara sudah tersenyum masam ke arah Raka. Ia tengah berusaha menahan malu dan menjaga image di depan Raka justru dihancurkan oleh temannya.

"Sudah telat masuk, bodoh dalam bahasa pula." Boleh tidak jika Tiara menenggelamkan temannya ke dalam rawa-rawa? Ia kesal dengan mulut lemes temannya itu.

***

Dengan telaten Tiara merapihkan susunan buku-buku di perpustakaan. Meletakkan sesuai jenis buku dan juga urutan buku. Sebenarnya bukan kemauan Tiara untuk membersihkan perpustakaan, hanya saja ia sedang menjalani masa hukumannya akibat sudah tiga kali terlambat berangkat sekolah dan juga ketahuan dua kali bolos sekolah.

Bersih-bersih bagi Tiara bukanlah hal yang sulit. Ia sudah terbiasa bersih-bersih dan juga bekerja, jadi ia tidak merasa keberatan jika harus menjalani hukuman seperti ini. Bahkan Tiara memilih untuk bersih-bersih daripada harus berlari mengelilingi lapangan.

Ketika hendak meletakkan buku pada rak, pergerakan Tiara terhenti ketika ia melihat Pak Raka dari balik celah-celah buku tengah membelakanginya. Laki-laki itu tampak seperti sedang mencari buku anatomi. Kenapa Tiara bisa tahu? Karena ia tadi sempat merapihkan susunan buku di bagian sana.

Tiba-tiba, ide cerdik terlintas begitu saja di pikirannya. Ia pun mengambil satu buku tebal kemudian dijatuhkan ke lantai hingga menimbulkan suara keras. Sontak Raka menoleh ke arah rak di belakangnya. Tiara pun langsung berlutut untuk mengambil buku tersebut. Ketika berdiri, tatapannya bertemu dengan mata tajam milik Raka. Ia pikir laki-laki itu akan menegurnya atau mengajaknya berbicara, namun semua hanya ekspetasi belaka karena Raka justru mengabaikan Tiara.

"Pak," panggil Tiara pada Raka.

Raka pun menoleh ke arah Tiara. "Hm?"

"Bapak beneran belom nikah?" tanya Tiara dari balik rak buku.

"Kenapa memangnya?" tanya Raka.

"Ya ... biar saya bisa memantaskan diri untuk jadi istri Bapak kelak, hehe."

Raka memutar bola matanya jengah lalu menatap datar ke arah salah satu siswanya.
"Kamu nggak pantas," ujar Raka dengan ketus.

Tiara pun langsung mengerucutkan bibirnya kesal dengan ucapan Raka. "Sok tau Bapak nih. Banyak kok orang-orang yang mau jadiin saya istri, masa Bapak nolak saya."

"Ya sudah sama orang lain saja," ujar Raka sebelum pergi meninggalkan Tiara.

Sepeninggalnya Raka, Tiara langsung menghentakkan kakinya dengan perasaan kesal.
"Awasnya, kalo nolak aku terus nanti aku santet!"

Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang