lima belas

2.3K 260 11
                                    

Hari Rabu menurut agama Islam itu hari baik untuk memulai sesuatu. Maka dari itu Tiara mengajak Raka untuk fitting baju pada hari Rabu ini. Namun, Raka menolak ajakan gadis itu karena dipikirannya Tiara hanyalah mencari alasan untuk tidak sekolah. Pada akhirnya Tiara meminta Raka untuk menjemputnya agar berangkat sekolah bersama-sama. Di sisi lain Rini sudah berangkat lebih dulu karena dijemput oleh sepupunya, Karel.

"Udah sarapan belum, Pak?" tanya Tiara setelah masuk ke dalam mobil Raka.

"Sudah," sahut Raka singkat.

Tiara mengerucutkan bibirnya kesal. "Padahal tadi pagi saya udah masakin telur goreng dengan parutan kelapa," ujar Tiara.

Raka lantas mengerutkan keningnya begitu mendengar menu masakan yang disebutkan Tiara. "You said what?"

"Enggak bisa basa Enggres."

"Telur goreng parutan kelapa? Makanan apa itu?" tanya Raka.

"Nggak tau masakan apa. Aku sok ngide aja bikin hal-hal baru," sahut Tiara.

Raka hanya dapat menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali fokus pada jalanan. Ia tak habis pikir dengan jalan kerja pikiran Tiara. Apa gadis itu selalu membuat hal-hal yang aneh? Terakhir kali Tiara menawarkan makanan adalah kue yang terbuat dari mie, sekarang telur goreng dengan parutan kelapa? Yang benar saja.

"Pak. Warna baju yang bakal dipake mau warna apa?" tanya Tiara dengan atensi tertuju pada beberapa pilihan jenis baju lewat ponselnya.

"Terserah."

"Gimana kalau putih?" tanya Tiara.

"Hm."

"Ah, udah pasaran. Kalo ungu aja gimana?"

"Hm."

"Jangan deh, kayak warna janda. Warna biru dongker aja deh," ujar Tiara.

"Hm."

"Bapak dari tadi ham-hem doang gimana si? Yang bener yang mana?" tanya Tiara yang mulai kesal dengan respons yang diberikan Raka.

"Terserah."

"Ish, kayak cewek aja si."

"Terserah kamu mau bagaimana. Saya ngikut aja. Lagipula di sini hanya kamu yang sangat menginginkan pertunangan ini," ujar Raka.

Tiara lantas menolehkan kepalanya menatap Raka yang berada di sebelahnya.
"Lantas Bapak nggak ingin?" tanya Tiara.

"Biasa saja."

Tiara tersenyum kecut mendengar respons Raka. "Ah, iya. Hanya saya yang ingin."

Ketika mereka hampir sampai di pekarangan sekolah, Raka menghentikan mobilnya di depan minimarket yang tak jauh dari sekolah mereka. Tiara mengerutkan keningnya begitu mobil Raka berhenti.

"Kamu turun sini," titahnya.

"Kenapa emangnya Pak?"

"Kamu mau ketahuan sama orang lain?" tanya Raka.

Tiara menggelengkan kepalanya cepat. Ia pun melepaskan sabuk pengaman lalu membuka pintu mobil Raka dan menutupnya dengan kencang. Sesudah Tiara turun, Raka langsung menjalankan mobilnya kembali dan meninggalkan Tiara seorang diri.

"Tau gitu nebeng Kak Karel sama Rini aja," gumam Tiara.

***

Karel mengoper bola basketnya pada Haekal yang berada dekat dengan ring lawan. Dengan tangkas Haekal menerima operan dari Karel lalu melemparkan bola ke dalam ring dengan mudahnya. Seluruh timnya bersorak gembira setelah mendapatkan tambahan poin.

"Times up!" seru seorang siswa yang bertugas mengawasi jalannya pertandingan kecil tersebut. Para pemain pun saling bersalaman dan ber-tos ria sebagai penutupan.

"Lo ngoper bolanya jauh amat malah ke Haekal," ujar Juni sambil berjalan mendahului Karel dan Haekal.

"Waktunya tinggal dikit, Bro. Lagian Haekal jago nembak," sahut Karel dengan diakhiri kekehan ringan.

"Kantin, kuy!" ajak Haekal.

"Lo ikut kagak Mei?" tanya Karel pada Juni.

Juni lantas menatap tajam Karel karena sahabatnya itu justru memanggilnya dengan nama lain.

"Juni, please. Yaudah ayok," sahut Juni.

Mereka pun akhirnya pergi ke kantin sekolah untuk sekadar mengistirahatkan tubuh mereka setelah bertanding basket di jam istirahat kedua yang cukup lama waktunya. Begitu sampai di kantin, atensi Karel langsung tertuju pada meja yang dihuni oleh dua gadis yang sudah tak asing lagi baginya.

"Eh gue cabut dulu ya," ujar Karel pada kedua temannya.

"Mau kemane lo? Katanya mau ke kantin," tanya Juni.

"Lo mau ikut kagak? Gue mau ke meja degem," ujar Karel seraya menunjuk meja yang berdekatan dengan warung seblak.

"Gas lah!" sahut Haekal dengan antusias.

Di sisi lain Tiara dan Rini memandang jengkel ke arah ketiga kakak kelas mereka yang baru saja tiba dan langsung duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan mereka.

"Kakak ngapain ke sini si? Meja masih banyak tau," tanya Rini.

"Terserah gue lah. Selagi gue masih sekolah di sini, kursi manapun masih bisa gue dudukin," sahut Karel.

"Tuh 'kan Rin, nasib kamu tuh buruk banget punya sodara kayak dia," ujar Tiara dengan sedikit mengecilkan suaranya.

Karel yang masih bisa mendengar ucapan Tiara pun langsung menjentikkan jarinya di depan wajah Tiara.
"Ngomongin orang kok di depannya sih?"

"Siapa ni Rel? Kok gue nggak kenal?" tanya Haekal sambil menunjuk Tiara dan Rini.

"Ini Rini sepupu gue, kalo itu yang tempo hari lalu nendang kaki gue itu loh."

Haekal dan Juni sontak membulatkan mata terkejut. "Si Tiara ya?" tanya Juni memastikan.

"Apaansi, ngumbar aib aja."

"Kak, kalian kok mau si berteman sama ni orang? Bikin nambah dosa aja," tanya Tiara sembari menunjuk Karel menggunakan jari telunjuknya.

"Banyak duitnya, Ra. Kalo dia kismin mah mana mau gue berteman ama ni anak setan," sahut Haekal.

Tangan Karel pun langsung tergerak untuk memukul lengan Haekal begitu mendengar ucapan temannya itu.

"Kagak CS lo mah kagak kaya si Juni," ujar Karel beralih menatap Juni.

"Gue setuju kok sama si Haekal," celetuk Juni tiba-tiba.

Tiara dan Rini lantas menahan tawa mendengar obrolan ketiga kakak kelasnya tersebut. Sedangkan Karel sudah memasang ekspresi wajah masam.

Raka Untuk TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang