What Happen

1.5K 80 1
                                    

Cassey masih terdiam, tidak menyahuti panggilannya Zack. Zack hendak menepuk bahunya Cassey dari belakang, namun kegiatannya terinterupsi karena suara teriakan seorang wanita di sebelahnya Zack beserta suara berisik besi beradu dengan lantai marmer yang keras.

Zack tidak memedulikannya, ketika melihat tubuh Cassey yang bergetar hebat di depannya. Zack langsung membalikkan tubuhnya Cassey, menghadap ke aranya.

"Cassey?! Kau mendengarku?" Cassey masih terdiam, wajahnya malah terlihat semakin pucat. Pandangannya terlihat tidak fokus,

"Cassey!" Zack meninggikan suaranya, menggoyang bahunya Cassey. Berharap Cassey sadar.

Namun bukannya sadar, Cassey malah menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Cassey berteriak amat keras, Zack merengkuh tubuhnya Cassey yang bergetar hebat. Berharap Cassey bisa merasa sedikit tenang karena pelukannya. Namun tubuh Cassey yang tadinya kaku dan terus bergetar menjadi melemas.

Zack berteriak memanggil nama Cassey ketika tubuh Cassey limbung, hampir jatuh ke lantai jika saja tidak di rengkuh  oleh Zack.

Dengan gerakan gesit. Zack mengangkat Cassey, menyuruh semua orang yang tadinya berkerumun untuk segera minggir. Berlari sebisanya keluar dari ballroom menuju parkiran, yang untungnya saja ballroomnya berada di lantai dasar. Jadi Zack tidak perlu menunggu lift ataupun menuruni tangga,

Zack mempererat pelukannya, agar Cassey tidak terjatuh dari gendongannya. Ketika hendak berlari mendekati mobilnya, sebuah mobil audi hitam berhenti di tepat di depannya. Mobilnya Rey, Rey keluar. Membuka pintu belakang mobil miliknya,

"Masuklah, biar aku yang di depan." Zack mengangguk, segera masuk kedalam mobilnya Rey dengan Cassey yang masih berada di dalam pelukannya.

"Rumah sakit sepupuku tak apa, kan? Aku tadi sudah menelefon agar ada dokter yang siaga disana." Rey melirik ke belakang lewat kaca depan, Zack mengangguk mengiyakan.

Jika tidak terlalu darurat, Zack akan membawa Cassey ke mansionnya. Agar ditangani dokter pribadi yang telah dia pecayai, namun saat ini tidak memungkinkan. Zack menduk, menatap Cassey yang terpejam dengan wajah pucatnya.

Zack melihat gaun Cassey yang tipis, serta belahan bahu yang pendek. Zack melepas atasan tuxedonya, memakaikan atasan tersebut pada tubuh mungilnya Cassey. Walaupun cukup sulit karena posisinya Cassey dalam pangkuan Zack, Zack berharap. Cassey segera sadar.

***

Zack menatap Cassey yang masih terlelap di atas brankar rumah sakit, masih tertidur karena efek samping dari obat penenang yang di suntikkan dokter beberapa jam yang lalu.

Pintu ruangan terbuka, Zack mendongak. Menemukan sosok tinggi berbalut jas dokter yang muncul di balik pintu,

"Maaf, saya akan memeriksanya lagi." Zack mengangguk, berdiri menyingkir dari kursi samping brankar. Berjalan menjauh, Zack terus menatap Cassey yang masih di periksa oleh dokter.

"Anda walinya?" Zack mendongakkan kepalanya, mengangguk mengiyakan.

"Bisa bicara dengan di ruangan saya?" Zack mengangguk, mengikuti dokter itu menuju ruangannya yang tidak lumayan dekat dengan ruang inapnya Cassey.

"Silahkan duduk, saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal." Zack mengangguk, bukannya Zack tidak menghormati dokter tersebut. Namun Zack benar-benar malas untuk hanya sekedar berkata singkat, dia sangat lelah.

Setelah terus menunggu Cassey yang cukup lama di tangani dokter di ruang penanganan tadi, Zack juga menunggu Cassey yang belum sadar ketika di pindahkan di kamar inap. Bahkan matahari sebentar lagi akan terbit, dan Zack sama sekali tidak bisa menutup matanya untuk tidur.

"Sebelumnya apakah hal ini sering terjadi?" Zack menggeleng,

"Tidak tau, dia baru pindah kesini beberapa bulan yang lalu. Dan baru kali ini dia seperti ini."

"Ini bukan karena kelelahan atau penyakit fisik lainnya, tapi terlihat dari gejala yang di sampaikan sebelum penanganan tadi. Lebih tepatnya psikisnya,"

"Psikis?" entah kenapa Zack seakan tidak percaya akan penjelasan dokter di depannya, bagaimana bisa. Cassey bahkan dari awal pertemuan mereka di bandara dia terlihat sehat dan baik-baik saja.

"Iya, psikisnya. Traumanya muncul hingga berakibat dia kehilangan kesadaran."

"Bagaimana bisa? Dia bahkan terlihat baik-baik saja?!" Zack menyuarakan ketidak percayaannya.

"Mungkin ada hal yang dia alami atau dia lihat yang mengingatkan pada traumanya. Jadi saran saya, coba carikan psikolog untuknya. Juga tanyakan tentang riwayat pengobatannya, karena jika seseorang tremor hingga kehilangan kesadaran seperti itu. Itu bukan hal yang ringan." Zack tercenung, masih belum menerima akan penjelasan dokter tersebut. Seakan dokter itu hanya mengarang cerita padanya.

Melihat raut wajah meragukan dari laki-laki di depannya, dokter itu tersenyum.

"Mungkin terlihat mustahil, tidak mungkin. Tapi memang seperti itu, mungkin juga dia merahasiakan keadaannya atau sengaja melupakannya."

***

Zack keluar menutup pintu ruangan dokter, tatapannya masih kosong. Zack merogoh ponsel pada saku tuxedonya, mencari nomor orang kepercayaannya. Lebih tepatnya orang milik daddynya,

"Paman," ujar Zack ketika panggilan sudah tersambung.

"Bisa tolong carikan aku informasi? Informasi kesehatannya Cassey selama pindah ke Paris." Zack diam sejenak, mendengarkan penjelasan dari orang di seberang telefon.

"Iya, Cassey yang dulu. Langsung kirim lewat surel saja, aku membutuhkannya segera."

"Baik," Zack menutup telefon, menghela nafas panjang. Zack kira semuanya baik-baik saja, Cassey hidup dengan baik di Paris hingga dia sukses menjadi designer sehebat ini.

Zack berjalan gontai menuju kamar inap Cassey, Cassey masih tertidur. Memang kata dokter tadi jika obat penenang itu cukup kuat, mungkin Cassey bisa tidur hingga dua belas jam. Zack melepas tuxedo atasnya, meletakkannya di sofa panjang.

Zack mengambil tas karton yang berisi baju ganti yang dia pesan tadi, membawanya kedalam kamar mandi. Zack sangat membutuhkan mandi untuk membuat fikirannya segar, lagipula Zack juga tidak nyaman mengenakan tuxedo yang sangat formal itu di rumah sakit.

Benar, setelah Zack selesai mandi dengan air dingin. Fikiran Zack terasa lebih ringan, rasa lelahnya juga terasa agak berkurang. Zack mengenakan kaos hitam di padu celana jeans, pakaian yang lebih casual dari biasanya. Karena memang hari ini Zack tidak akan ke kantor, Zack akan menghubungi Becca agar menangani urusan kantor hari ini. Zack hanya akan di rumah sakit ini, menjaga Cassey.

Zack mengusak rambut hitamnya yang basah menggunakan handuk yang juga baru dia beli, sambil berjalan keluar dari kamar mandi. Jika di rumah Zack akan keluar dengan bathrobe atau handuk setelah dia keluar dari kamar mandi, dan akan ganti di kamarnya. Namun karena di rumah sakit, dan juga ada Cassey. Tentu saja Zack harus sudah berpakaian lengkap setelah keluar dari kamar mandi.

Zack mengambil ponselnya di nakas, membuka surel yang telah dia minta tadi. Dahi Zack berkerut dalam ketika melihat isinya,

"Rumah sakit jiwa?" Zack seakan tidak percaya, mungkin Paman Albert salah kirim surel untuknya. Zack hendak menelefon Paman Albert, menanyakan hal tersebut. Namun Zack malah terlebih dahulu mendapatkan telefon dari sekertarisnya,

"Sebentar, aku akan ke balkon agar tidak mengganggu Cassey." Zack melangkah keluar dari kamar inap, menuju balkon yang tak jauh dari kamar.

Zack menutup telefon dari Becca setelah selesai dengan urusan kantor, mungkin setelah ini Zack akan lembur beberapa hari karena pekerjaan yang menunpuk. Zack kembali ke kamar inap, namun merasa aneh.

Seingatnya tadi Zack menutup pintunya rapat, tapi pintunya kenapa malah terlihat terbuka dari jauh. Firasat buruk menghantam fikiran Zack, Zack langsung berlari.

Benar saja, Zack menemukan seorang laki-laki berkemeja biru sedang menyuntikkan sesuatu pada infusnya Cassey.

"APA YANG KAU LAKUKAN!"

My Lovely Bastard [On Going]Where stories live. Discover now