Keresahan

2.2K 155 1
                                    

Ray membanting helmnya dengan kesal, dia mengumpat pada kecerobohannya. Niatnya ingin menolong gadis itu, dia malah membuat gadis itu tertimpa tubuh besarnya bajingan itu.

Ray segera meloncat turun dari motornya, dia mencoba menarik tubuh besarnya bajingan yang terkulai lemas. Mungkin pingsan,

"Sial, dia begitu berat!" umpat Ray setelah mengerahkan sekuat tenaganya. Dia merogoh ponsel pada saku celana jeansnya.

"Iya, tolong kirim ambulans ke alamat yang saya kirim. Ada kecelakaan, baik-iya. Secepatnya," Ray berteriak pada akhir kata, dia jengkel. Andai saja dia tadi membawa mobil, tentunya dia tidak membutuhkan untuk menunggu ambulans.

Ray memasukkan ponselnya pada saku celana jeansnya, dia jongkok di samping tubuhnya gadis mungil itu. Ray menyerngit, dia merasa pernah melihat gadis ini. Tapi dimana? Ray menampik fikiran yang terlintas dalam fikirannya.

Kelihatannya dia gadis baik-baik, mana mungkin dia pernah menjumpainya di club. Dia juga tidak pernah ingat punya mantan kekasih yang seperti dia. Ray menepuk pelan bahunya gadis itu,

"Hey nona? Kau bisa mendengarku?" Ray menghela nafas, dia menggaruk tengkuknya. Merasa aneh, sekaligus bodoh. Mana ada orang yang pingsan ketika ditanya akan langsung sadar dan menjawab?

Ray menatap tubuh mungil itu, dia menyerngit melihat luka lebam di beberapa tempatnya gadis itu. Kasihan, itulah yang terlintas dalam benaknya Ray. Karenaenurut Ray, gadis itu mungkin seumuran dengan adiknya.

Ray menoleh ketika mendengar suara sirine dari ujung jalan. Dengan segera, Ray membopong tubuh mungil itu. Dia berjalan mendekati ambulans,

"Ini, kalian tangani. Saya bawa motor," Ray meletakkan tubuh mungil itu pada brankar di dalam ambulans. Dengan cekatan, para perawat itu langsung menangani gadis mungil itu. Pintu ambulans tertutup, ambulans itu melaju dengan kecepatan tinggi.

Ray berbalik, mengambil helm yang tadinya dia lempar sembarangan. Tatapan Ray bertemu dengan sebuah tubuh besar yang tergeletak di trotoar jalan. Dia menepuk dahinya,

"Asataga, aku lupa." Ray segera mengambil ponselnya kembali, mendial nomor.

"Halo-iya. Disini, langsung saja. Iya-saya langsung ke rumah sakit." Ray menutup ponselnya, dia berdiri bersandar pada motor sportnya. Dia menghela nafas, bisa-bisanya dia meninggalkan balapan motornya.

Iya, sebenarnya Ray tadi sedang balapan motor bersama beberapa geng motornya. Niatnya, dia akan memotong jalan agar sampai lebih cepat. Dia terkekeh, pasti saat ini semua temannya sedang menunggu dirinya. Tidak peduli lah, biar saja teman-temannya kesal karena menunggunya yang tak akan datang. Lagian, jarang juga dia bisa membuat Zack khawatir memikirkan dirinya.

Ray langsung menegakkan tubuhnya, ketika ada sebuah mobil polisi berhenti di dekatnyan Ray mendekati pria bertubuh besar yang tadi dia tabrak. Ray langsung menjelaskan kronologi kecelakaan itu.

=============================

Zack mengumpat, dia kesal. Bisa-bisanya Ray malah menghilang saat bertanding. Dalam hatinya, Zack mengutuk Ray. Sudah dari awal moodnya Zack buruk, niatnya pergi balapan untuk mencari udara segar untuk menjernihkan fikirannya.

Malah yang ada, fikirannya semakin tidak karuan. Hatinya semakin tidak nyaman, Zack kembali mengacak rambutnya. Zack menghentikan kegiatannya, dia merogoh ponsel pada saku jaketnya.

"Brengsek kau kemana saja, sudah hampir dua jam kami mengung- APA?!" teriak Zack histeris, Zack bingung dengan penjelasan Ray.

"Ya-ya, terserah." Zack langsung menutup panggilan dengan kesal, Zack mendengus. Kesal terhadap rasa pedulinya Ray terhadap orang yang kesusahan, bahkan jika bisa. Mungkin besok-besok Ray akan memungut seluruh gelandangan di New York.

"Ray kemana?" Zack menoleh menatap salah satu temannya menepuk bahunya,

"Ke rumah sakit." jawab Zack cuek, lebih tepatnya kesal. Temannya melotot, terkejut.

"Ray kecelakaan?" Zack menyerngit mendengar seruan temannya itu.

"Suaramu! Bukan, dia menolong gadis yang dianiaya dijalan tadi."

================================

Ray menatap gadis yang saat ini terbaring di brankar pasien. Ray bingung, dia harus menghubungi siapa. Gadis itu jangankan membawa identitas, ponsel saja dia tidak membawa.

Ray mengerutkan kening, mungkinkah gadis itu baru akan tidur lalu malah di serang bajingan gila tadi?

Ya, mendengar penjelasan polisi tadi. Ray jadi tau, orang yang memukuli gadis ini. Adalah orang gila yang saat ini sedang dikejar polisi, karena orang gila itu telah menyakiti beberapa warga di sekitar lingkungan tadi.

Jika Ray pergi, dia tidak tega. Walaupun dia sudah membayarkan seluruh administrasi gadis itu, tapi gadis itu tidak ada yang menunggui. Ray tersenyum kecil, jika adik perempuannya masih hidup. Mungkin dia sebesar gadis mungil yang terbaring di brankar itu, Ray menghela nafas.

Ray langsung mendekati brankar ketika melihat pergerakan kelopak matanya gadis itu, seolah dia akan membuka matanya. Namun kesulitan, setelah terbuka sempurna. Gadis itu menatap Ray dengan bingung,

"Kau butuh minum?" gadis itu mengangguk lemah, Ray mengambil segelas air pada meja. Membantu gadis itu untuk duduk dan minum.

"Thanks," ujar gadis itu serak.

"Kau siapa?" gadis itu menatap Ray bingung. Ray tersenyum,

"Aku Ray, kemarin aku yang membawamu kesini." gadis itu menunduk,

"Terimakasih banyak, jika tidak ada kau. Mungkin aku saat ini tidak berada di dunia lagi." lirih gadis itu, beberapa bulir air matanya menetes. Ray duduk di brankar pasien itu, mendekati gadis itu dan menghapus air matanya.

"Jangan menangis, tak apa. Tuhan masih menginginkan kau hidup, jadi dia membuat aku bisa menemukanmu." gadis itu masih tertunduk sambil terus terisak, Ray hanya diam. Menunggu dengan sabar,

"Maaf, aku merepotkanmu." gumam gadis itu setelah berhenti menangis, Ray mengangkat kepala gadia itu.

"Tidak, aku malah senang bisa menolong orang. Oh, ya namamu?" gadis itu mengusap air matanya dengan polos, Ray menjadi gemas. Terutama melihat pipi chubbynya yang memerah karena menangis,

"Cassey, Cassey Heaton." Ray tersenyum,

"Kau mau menghubungi keluargamu Cassey?" Ray menyodorkan ponselnya, Ray langsung melihat kilat kesedihan pada mata hazelnya Cassey.

"Aku tidak punya keluarga lagi," Ray menatap Cassey bingung, tidak punya?

"Aku yatim piatu, kedua orang tuaku sudah meninggal beberapa tahun yang lalu." entah dorongan dari mana, Ray langsung memeluk tubuh mungil itu.

Cassey tidak menolak, karena dia tau Ray hanya menyampaikan rasa simpati. Juga karena Ray telah menolongnya, jadi Cassey tau. Ray adalah orang yang baik.

"Jika kau mau, kau bisa menganggapku sebagai kakakmu." dahi Cassey berkerut bingung, Kakak? bahkan kelihatannya umurnya dengan Rey mungkin sama. Namun Cassey tidak ingin protes,

"Yah, karena sebenarnya aku dulu juga punya adik perempuan. Tapi karena kecelakaan beruntun di tol New York beberapa tahun yang lalu, aku kehilangan adikku. Dan saat melihatmu, aku jadi teringat adikku." Cassey membulatkan matanya,

"Kedua orang tuaku juga pergi karena kecelakaan itu." lirih Cassey, Ray menyerngit. Pasti Cassey juga merasakan kesedihan yang mendalam, karena kecelakaan itu. Benar-benar kecelakaan tragis yang besar, bahkan hampir seluruh korbannya ditemukan dalam keadaan mengenaskan.

"Tak apa, mungkin ada artinya tuhan mempertemukan kita sebagai keluarga korban. Kau mau makan?" Cassey mengangguk

================================

Hay?! Hay?!

Aku kembali 😊😊 🙋🙋
Selamat menikmati kisah yang aku buat ini. Terimakasih yang mau tekan tombol vote dan meninggalkan jejak, 😭😘 aku sangat berterimakasih. terus tinggalkan jejak ya? 😉👣

Yang hanya sekedar membaca, aku juga berterimakasih pada kalian. Tapi, kalau bisa sekali-kali atau bahkan beberapa kali malah. Tinggalkan jejak, baik sekedar like maupun komentar.👣

Terimakasih 😉🙌👣👍

     Jombang, 17 Desember 2019

My Lovely Bastard [On Going]Where stories live. Discover now