C & B ⚛ Goodbye ⚛

Start from the beginning
                                    

"Semakin lama kamu berbicara, kian melantur apa yang kamu utarakan... sadarlah Neon, waktuku terbuang sia-sia, karena mendengar cerita fiksimu."

"Kamu masih tidak percaya kalau Zinc adalah makhluk jahat...?"

"Tentu saja tidak, minggirlah...! aku harus menemui Zinc, aku yakin ada yang tidak beres."

"Aurum...? Kamu tidak mendengar penjelasanku?"

"Aku dengar dan aku tahu bahwa Zinc tidak seburuk itu...!" Aku mendorong raga Neon sekuat tenaga sembari melotot. "Awas, Neon...! Jika kamu terus bertindak seperti ini, aku semakin yakin bila kamulah yang memutar balikkan fakta."

Neon menghela napas, sebelum memberi jarak. Ia melepaskanku, sekalipun masih menatapku dengan mata sayunya dan vokal Neon terdengar sangat minim. "Kamu berhak menentukan pilihan, pergilah, jika itu yang kamu inginkan."

Aku membisu, lalu menyeret tungkaiku menuju pintu otomatis tersebut. Melewati tembok yang menampilkan pemandangan langit angkasa tiga dimensi. Meski aku berjalan, pikiranku merambat ke segalah arah, tak ayal, ujaran panjang lebar Neon bergaung-gaung di runguku, sekalipun aku sudah mencoba menampiknya berulang kali. Hingga, aku tidak memperhatikan sekeliling, kecuali teriakan keras dari belakang.

"Aurum... awas!"

Bagai secepat cahaya, peristiwa miris melanda kami berdua dengan begitu kilat. Usai, ada jeritan yang berfrekuensi sangat tinggi, aku menoleh ke belakang. Sontak, aku menemukan anak panah yang keluar dari tembok ajaib Zinc. Tidak hanya menyembul, senjata tajam tersebut terbang menuju ke arah tubuhku. Sial, sistem motorikku tiba-tiba tidak berfungsi, aku membeku di tempat, sehingga Neon lah yang bertindak. Ia mendorongku sekaligus menjadi tameng bagiku.

Bugh...!

Aku menabrak pintu. Sementara, raga Neon yang menjadi sasaran empuk bagi anak panah itu.

Blesh...!

"Akh...!"

Aku langsung berbalik untuk melihat situasi. Daguku pun bergerak horizontal secara otomatis, tatkala obsidian menangkap Neon dalam keadaan tragis. Mata Neon membola kala anak panah menembus perutnya, tidak hanya itu, ia juga menggertakkan gigi menahan sakit yang luar biasa, apa lagi seiring berjalannya waktu, cairan kental berwarna hijau tersebut kian membasahi tubuh sang korban.

"Neon!" Aku baru bisa bergerak, saat Neon hampir kehilangan keseimbangan.

"Aurum... ma-maaf, ka-karenaku ka-kamu ha-hampir ti-tiada," lirihnya bersamaan dengan Neon yang menyimpan kepala di bahuku. Otomat, punggung Neon yang menampakkan anak panah dapat terlihat jelas olehku.

Benda penjemput maut ini telah berhasil membuatku gemetar. Liquid di netra meleleh seiring dengan hatiku yang merasakan penderitaan yang dirasakan oleh Neon. Sangat perih sekaligus sakit, apa lagi melihat pancaran darah Neon yang sangat deras dan tiada henti, mewarnai kami. Andai aku menjadi korban, aku tidak bisa membayangkan apa yang selanjutnya terjadi.

"Ne-Neon... i-ini se-semua sa-salahku. Ka-kamu, ja-jangan ber-berminta ma-maaf... hiks...."

Tak pelak, perkataanku terbata-bata, diselingi tangisan yang mulai menyeruak. Menandakan perasaanku yang terkoyak-koyak atas musibah ini, seperti ribuan pisau tajam yang menghujani ulu hatiku, aku merasakan sakit yang mendalam. Selain hati yang berlubang dan menganga, dadaku sesak menyadari makhluk yang sempat aku curigai berbual, sekarang tidak berkutik setelah menghembuskan napas. Padahal, aku ingat kalau Zinc pernah mengatakan bahwa siluman tidak akan musnah, karena benda mati. Lantas, mengapa Neon, lemah tidak berdaya...?

Hal inilah yang membuatku waswas serta mencurigainya lagi. "Hiks... Ne-Neon, bangun...." Dengan susah payah, aku mendorong dan menahan kedua pundak Neon agar bisa berhadapan denganku. Alhasil, aku menemukan muka melas yang kedua kalinya aku lihat.

Cat and Boy Where stories live. Discover now