Telepon Pagi-Pagi: Kid x Reader

790 95 31
                                    

Pagi hari yang cerah,

di Kota London.

London adalah ibukota Inggris, dan Inggris identik dengan hujan. Maka tidak benar adanya pembukaan di awal itu. Tapi kali ini, pagi ini memang cerah. Matahari bersembunyi di balik awan kelabu, mungkin lagi main janken siapa yang bakal mengisi hari ini. Kalau matahari menang, hari ini cerah. Kalau awan kelabu menang, hari ini hujan.

Mau hujan, mau cerah, itu semua tidak ada apa-apanya dibanding [name], yang auranya gloomy banget begitu bangun dari tidurnya. Mendapati dirinya berada di sebuah hotel mewah Kota London dengan fasilitas sama mewahnya, bukan berada di rumahnya di Jepang saja, dalam pelukan suaminya. Jarak London-Jepang jauh sekali, sekali naik pesawat bisa berjam-jam. Tapi itulah yang sedang dialami oleh [name] saat ini.

Dia berada di London untuk urusan pekerjaan. Kata hati tidak rela meninggalkan suami seksi nan tampan berambut merahnya, namun apa daya atasan yang menyuruhnya membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.

Begitu tiba di London kemarin, dia langsung meeting dengan klien, makan siang dan ikut acara ramah-tamah. Dia lupa makan, lupa tidur, lupa punya suami, setelah itu semua selesai dia langsung ke hotel. Ponsel dibiarkan begitu saja, barang bawaan semacam koper dan lain-lain pun entah kapan mau dibereskan. Pokoknya, dia mau istirahat.

Pagi ini dia dibangunkan dengan suara geluduk, tapi anehnya hari cerah. Mungkin bukan suara geluduk melainkan orang nabrak tembok. Sudahlah, tak penting. Selain itu juga ditambah dengan dering ponsel yang ternyata disetel maksimal, menandakan ada yang menelepon. Sambil menggerutu panjang lebar [name] mengangkatnya.

"Who?" Tanyanya tanpa salam, lancar dalam Bahasa Inggris.

"Ah....ha-halo. Is it...[name]....de waif of--"

"Ha?" Mata [name] langsung terbuka lebar mendengar perkataan tak jelas itu.

"A-aim kol tu luking forword of mai waif..."

"What are you saying? I don't understand. Can you speak English?"

"......."

"...Mr?"panggil [name] dengan suara pelan, takut-takut menyinggung perasaan orang di sebelahnya.

" Aim Eustass Kid. Ar yu Eustass [name]?"

Akhirnya [name] paham. Diiringi rasa senang (dan malu karena mendengar percakapan Inggris hancur dari suaminya sendiri), dia langsung beralih ke Bahasa Jepang. "Oh, ya ampun, Kid! Kukira siapa, astaga..."

"[name], aku berusaha meneleponmu sejak tadi."

"Maaf sayang, aku tidur karena kelelahan. Kenapa kamu nelpon pakai Bahasa Inggris? Kukira salah sambung, tahu tidak?"

"Maaf-maaf saja kalau Inggrisku hancur. Kukira kalau aku menelepon ke London, harus pakai Bahasa Inggris, jadi aku coba-coba."

"Tidak perlu, kan yang ditelpon aku," [name] menahan gemasnya. Andai saja Kid ada disini, pasti dia akan menggodanya habis-habisan. "Aku kan bisa Bahasa Jepang."

"Oh, begitu."

"Kenapa nelpon, Sayang? Kangen? Sama nih, kangen dipeluk kamu--"

"--Kangen sih, iya. Tapi, aku mau nanya....boxer aku yang warna merah tua itu kamu taruh dimana?"

.

END.

Maaf apdet cerita gaje kali ini. Jujur ya, beberapa hari ini niat nulisku hilang dan aku sedih karna tak bisa melanjutkan book ini dengan cerita yang bagus.

Jadinya malah up beginian:")

Ini buatmu syg RyukiAo bukannya nyelesain draft malah nambah draft ya:")

Hope u enjoy this story! :D

.

Extra:

"......Ah, ternyata kebawa sama aku boxernya, Kid."

"Kenapa kamu bawa? Padahal aku mau pakai hari ini. Eh, jangan-jangan kamu bawa boxerku buat di...ehm--"

"Mikir apa kamu? Dibilangin kebawa juga."

"Yakin? Nggak buat kamu peluk-peluk karena kangen?"

"Kalau kangen ya tinggal telpon, bukannya peluk-peluk boxermu. Mana udah kendor juga."

.

End beneran.

Ini cerita apa sih? *cries*

One Piece Short Story CollectionWhere stories live. Discover now