Treat: Kid x Reader

1.2K 140 13
                                    


“Aku…pulang…”

Ah, betapa [name] berharap bisa langsung melompat ke kasur dan menenggelamkan diri di atas sensasi lembut dan hangat benda tersebut yang membuainya ke alam mimpi. Tapi melihat setumpuk map yang dibawanya pulang, ruang tengah yang berantakan oleh sampah cemilan, minuman, dan kertas membuatnya urung. Sebaliknya, kejengkelan mulai menguasai dirinya, dan dia berusaha meredakannya dengan memijat pangkal hidung. Matanya menjelajah mencari si biang onar—kekasihnya sendiri, Eustass Kid, yang saat ini tengah santai merokok di balkon seraya berbincang dengan salah satu temannya di telepon.

“Dasar bodoh, Killer, seharusnya itu tadi berjalan seperti—Hei, [name], kau sudah pulang?”Kid berseru dari balik pintu kaca, bergegas mematikan rokok dengan menekannya ke asbak dan berjalan masuk sambil mematikan sambungan telepon. [name] hanya menatapnya hampa. Gadis itu berusaha untuk tidak mendamprat Kid, sebaliknya berjalan ke meja kerjanya dan sedikit membanting map-mapnya ke atas meja. Kalau dia marah, dia hanya akan menambah kekacauan di atas kekacauan.

Seakan mengerti gadisnya sedang dalam kondisi yang tidak bagus, Kid buru-buru menghampirinya. “Dengar. Aku minta maaf, keadaan rumah menjadi sekacau ini. Tadi beberapa temanku datang, kami membahas rancangan proyek—“ditunjuknya beberapa lembar kertas sketsa yang berserakan di lantai. “—dan seperti yang kau tahu, kami tidak hanya membahas.”

“Aku mengerti,”[name] memaksakan senyum, kepalanya mendongak demi menatap mata sang kekasih. Dia tidak menolak saat Kid menciumi wajahnya. Saat ini yang diinginkannya hanyalah beristirahat dan melupakan semuanya, namun tampaknya tidak semudah itu. “Jadi, setelah itu kau membuat kekacauan ini dan…yah. Begitulah. Aku mengerti.”

Kid mundur, wajahnya tampak bersalah. “Maaf, pasti akan kubereskan.”

“Uhm, ya.”Dan sejujurnya [name] meragukan hal itu. Setiap kali Kid berbuat kacau seperti ini, selalu berakhir dengan dirinya yang membersihkan semua kekacauan dan Kid selalu pergi untuk bekerja. Seakan hanya pria itu yang bekerja. “Kalau begitu, lakukan sekarang, kumohon?”

“Baik, pasti akan kulakukan. Tapi pertama, aku perlu menelepon Killer lagi—ada hal penting yang harus kukatakan,”dengan itu Kid berbalik dan mengambil lagi ponselnya, bersiap menekan tombol panggilan.

Pandangan [name] tiba-tiba mengabur, sosok Kid di depannya terlihat buram. Hal terakhir yang dilihatnya adalah raut wajah terkejut Kid dan akhirnya diganti dengan kegelapan.

.

“….dia tidak apa-apa, dia hanya pingsan karena kelelahan. Ya, kau jangan panik begitu, kau tidak cocok berwajah seperti itu, Eustass-ya.”

“Sialan kau, Trafalgar!”

“Nah, kurasa [name]-ya sudah bangun,”Pria bertopi putih, bermotif polkadot hitam adalah orang yang pertama kali dilihat [name] saat membuka mata. Disusul oleh pria bersurai merah—Kid, kekasihnya sendiri—dan pria bersurai pirang panjang, teman Kid, Killer. Begitu pandangannya sudah membaik, rasa pusinglah yang menyerangnya. Dia berusaha bangun untuk duduk namun Kid menahannya.

“Kau berbaring saja,”dari raut wajah dan suaranya, [name] tahu bahwa Kid sangat khawatir. Itu membuat perasaannya jauh lebih baik dan dia pun menurut.

“[name]-ya, bagaimana perasaanmu?”si pria bertopi putih, Trafalgar Law, teman Kid dan juga orang yang dianggapnya sebagai kakaknya, bertanya dengan nada lembut.

“Aku baik-baik saja,”[name] memaksakan senyum. Suaranya terdengar serak dan Killer mengulurkan segelas air pada Kid, yang segera meminumkannya pada [name]. “Apa yang terjadi padaku?”

“Kau pingsan tadi,”jawab Kid. “Maaf, seharusnya aku mendengarkanmu langsung. Aku sudah membersihkan ruang tengah.”

“Kid langsung meneleponku saat kau pingsan,”Killer angkat bicara. “Dia kedengaran sangat panik seperti ada orang yang bakal mati. Aku segera kesini, membawa Trafalgar.”

“Bagus sekali, karena aku diculik dari rumah sakit tempatku bekerja dan diseret ke sini,”Law terlihat kesal, namun di saat yang bersamaan dia tampak lega karena Killer melakukan itu. Bahkan orang seperti Law saja butuh pengalihan, pikir [name], diam-diam tersenyum getir.

“[name]-ya, tekanan darahmu rendah. Kutebak, kau tidak makan selama kurang lebih delapan jam sebelum ini, merasa tertekan dan kurang istirahat. Apa yang terjadi padamu?”

Ah, itu dia masalahnya. Dampratan tak berujung dari atasan, laporan yang ditolak mentah-mentah, tim yang egois dan tak berakhlak-lah yang menjadi sumber utama segalanya. Namun, dia tidak mungkin mengatakannya. Tidak di depan tiga orang pria yang menatapnya penuh rasa ingin tahu itu. Jadi, dia hanya menggeleng.

“Masalah pekerjaan,”jawab [name] akhirnya, enggan menjelaskan lebih lanjut. Syukurlah, mereka tampaknya paham.

“Kurasa itu menjelaskan semuanya,”kata Killer. Ah ya, mereka bertiga tahu apa pekerjaannya dan mengerti bahwa [name] tidak akan berkata lebih jauh lagi.

“Baiklah, kau harus beristirahat. Hari ini sungguh hari yang panjang. Ini, kutinggalkan obat penambah darah dan beberapa pil stamina. Killer-ya, kau bertanggung jawab mengembalikanku ke rumah sakit—orang-orang disana pasti mencariku.”

“Baik-baik. Kami permisi dulu. Kid, pastikan kau merawat [name] dengan baik!”

“Aku tahu,”Kid mengantar kedua tamunya ke pintu. Beberapa saat kemudian, Kid kembali masuk ke kamar, mendapati [name] sudah duduk, bersandar ke kepala ranjang.

“Bukankah sudah kukatakan untuk berbaring saja? Kau kelelahan,”kata Kid seraya menghampiri [name]. Gadis itu tidak menolak saat Kid merengkuhnya, justru membalasnya dengan melingkarkan tangannya di leher pria itu dan memeluknya erat. Kid mengusap-usap punggungnya, mencoba memberinya kenyamanan. Sedetik kemudian, [name] menangis di bahu Kid.

“Apa yang terjadi?”Meskipun Kid jarang peka, bahkan pada kekasihnya sendiri, kali ini dia tahu [name] masih tertekan pada masalah yang sama. “Masih masalah yang sama, bukan? Atasanmu semakin brengsek dan rekan kerjamu semakin hilang akal budinya?”

“Aku sudah lelah,”racau [name], secara tidak langsung mengiyakan pertanyaan kekasihnya itu. “Kenapa selalu aku yang menjadi sasaran kemarahan? Aku sudah berusaha semampuku—melakukan semua yang kubisa, mengorbankan banyak hal. Tapi lihatlah siapa yang menderita, siapa yang tertawa. Aku sudah muak.”

“Bagus, lampiaskan semuanya,”Kid mengecup pelipis [name] dengan sayang, mengeratkan pelukannya. “Inilah yang terjadi jika kau terlalu baik. Kau memendam semuanya sendirian. Sekarang yang harus kau lakukan hanyalah melampiaskan emosimu. Nah, karena aku sebagai kekasih sama brengseknya—“merepotkan gadis itu terus-menerus dan menambah pekerjaannya,”—lampiaskan semuanya padaku.”

Alih-alih menangis semakin kencang atau memukulinya seperti yang dia pikirkan, [name] justru terkekeh.
“Baru kali ini aku mendengarmu mengatakan sesuatu yang romantis seperti ini,”[name] tersenyum, menghapus lelehan air mata di pipinya. Semu merah mewarnai pipi Kid, dia membuang pandangannya ke jendela.

“A-aku hanya menyadari kesalahanku, oke? Padahal bukan aku penyebab utama masalahmu, tapi aku mencoba membantu. Atasan dan rekan kerjamu pasti tidak akan mau melakukan hal ini.”

[name] mengelus pipi kekasihnya itu dan menciumnya lembut. “Kuhargai itu. Terima kasih, sayang.”

Sudut bibir Kid tertarik dan dia menyeringai. “Hmm, tadi kau memanggilku apa?”

“Aku memanggilmu sayang karena aku menyayangimu.”

“Cerdas sekali,”Kid mengubur wajahnya di bahu [name] dan menciumnya. Membuat [name] berjengit geli. “Tadi kau menangis dan sekarang kau menggodaku. Kau memang sulit dipahami, [name].”

“Kau tidak perlu bersusah payah memahamiku,”[name] mendorong bahu Kid, menangkup pipinya dan mendekatkan wajah mereka. “Kau mencintaiku, berarti kau memahamiku.”

“Ck. Berarti,”Kid mengecup bibir [name] singkat. Melepasnya, lalu mengecupnya lagi, berulang-ulang. “Aku akan memanggilmu cinta.”

“Hmm, kenapa?”

“Karena aku mencintaimu. Apakah kau mencintaiku juga, [name]?”

“Aku juga mencintaimu, Sayangku, Eustass Kid. Terima kasih untuk semuanya.”

.

aku baru sadar Kid tidak punya alis, seperti tokoh berambut merah di fandom sebelah;") bedanya, Kid punya bekas luka, yang itu tato cinta:)

One Piece Short Story CollectionWhere stories live. Discover now