Potret: Kid x Reader

2.8K 294 59
                                    

Cahaya lampu dari kandelir besar di tengah langit-langit ruangan menyinari seisi aula. Ditambah dengan cahaya-cahaya lampu sorot dari berbagai sudut. Tentu saja di acara semacam ini penerangan sangat dibutuhkan. (Name) menatap kesal pada keramaian dan keriuhan di depannya, namun tak bisa berbuat apapun.

"(Name), jangan berwajah masam begitu, ayo berdansa~" Nami bangkit dari kursinya dan mulai berputar di tempat, menarik tangan kekasihnya yang masih duduk sambil melahap semua pai yang tersaji. Luffy sedikit memprotes karena dia belum puas menghabiskan pai-pai tersebut, namun Nami dengan aura galaknya berhasil membuatnya berhenti.

(A/n maaf untuk semua penyuka Luffy! Aku bingung mau buat Nami sama siapa, lagipula aku lebih suka LuNa daripada LuHan>_<)

"Nami, aku masih mau makan pai~" Luffy berkata memelas, namun Nami kekeuh menarik tangannya.

"Sebentar lagi dansa akan dimulai. Ayo! Kau bisa melanjutkan makannya nanti!" Kemudian tatapan Nami beralih pada (Name), yang hanya memandang keduanya datar. "Kau juga harus berdansa, (Name)! Banyak pria lajang disini, dan pasti mereka mau berdansa denganmu!"

(Name) memutar bola mata, lanjut menyesap anggur dengan perlahan. Kedua mata indahnya tidak berhenti menatap sekitar. Menatap gusar pada kerumunan di sekitarnya, menandakan bahwa dia tidak terlalu nyaman berada di tengah keriuhan seperti ini.

Di kejauhan, seiring dengan musik yang mengalun, Nami dan Luffy sedang berdansa bersama. Sungguh mengejutkan Luffy mampu mengimbangi gerakan Nami. Acara ini diadakan di ballroom gedung bertingkat yang mewah. Dan acara semacam ini adalah acara yang paling dihindarinya. Dia tidak terlalu suka keramaian. Dia lebih suka tempat yang tenang.

Dapat dia lihat ada beberapa orang pria yang terus-menerus meliriknya. Dari gelagatnya mereka ingin mengajaknya berkenalan--atau, setidaknya berbincang dengannya. Maaf saja, moodnya sedang tidak bagus karena berada disini dan dia tidak ingin membuat moodnya bertambah buruk karena harus meladeni mereka.

(Name) bangkit dari kursinya, membuat beberapa pasang mata pria yang semakin fokus memperhatikannya. Dia melangkahkan kakinya ke meja hidangan--berniat mengisi kembali anggurnya dan mengambil beberapa potong pai apel untuk mengusir suntuk. Pandangan matanya fokus ke beberapa potong pai apel yang terlihat menggiurkan di depannya ketika tanpa sengaja matanya menangkap kilas helai merah di sudut matanya.

Itu merah yang indah...(Name) sontak menolehkan kepalanya dan mendapati sesosok pria pemilik helai merah yang tadi dilihatnya berdiri tidak jauh darinya, sedang memegang sebuah kamera. Dia sedang membidik pasangan-pasangan yang sedang berdansa, memutar lensanya dan menekan tombol untuk mengambil gambar. Kemudian, dia memeriksa hasil potretnya. Ekspresi wajahnya ketika memeriksa terlihat begitu serius, dan ketika mendapati hasilnya sedikit tidak memuaskan, ekspresi kesalnya membuat (Name) tertarik. Dia tampak sangat menarik.

Merasa ada yang memperhatikannya, si pria menoleh ke arahnya dan tanpa sengaja tatapan mereka bertemu. Mereka saling berpandangan selama beberapa detik, hingga pria tersebut membidikkan kameranya pada (Name) yang malah terdiam seribu bahasa. Terdengar bunyi klik pertanda tombol untuk memotret terdengar, lalu (Name) tersadar dari lamunannya.

Si pria segera balik badan dan pergi. (Name) kaget karena baru kali ini ada orang yang memotretnya seperti itu!

.

Selama sisa acara, (Name) tidak bisa berhenti memikirkan si pria fotografer yang mengambil fotonya tadi. Pasti dia kelihatan sangat buruk karena difoto saat tengah melamun! Andai saja si pria memintanya baik-baik, pasti dia akan berpose...atau malah menolaknya karena difoto oleh orang tak dikenal? 

(Name) memilih keluar untuk menjernihkan pikiran. Tujuannya ke balkon yang untungnya sepi karena seluruh tamu tampaknya lebih memilih menikmati pesta di dalam. Dia menyandarkan tubuh pada pilar bercat putih, seraya menghela napas. Kepala terasa agak pening karena terlalu banyak menenggak anggur.

Ketika sedang memejamkan mata seraya menikmati hembusan angin malam, telinganya kembali menangkap suara klik kamera. Matanya spontan membuka, dan mendapati pria tadi berdiri di depannya, sedang memeriksa hasil bidikannya. Senyum puas terukir di bibirnya.

"K-kau..." (Name) memanggil pria itu dengan susah payah karena terkejut. "Apa yang kau potret tadi?"

Si pria mengangkat pandangannya dari layar kamera, dan menatap (Name). Senyumnya masih bertahan di bibir.

"Aku memotretmu," jawabnya.

(Name) terperangah mendengar responnya. Terlalu jujur. "Kenapa kau memotretku?"

"Tidak ada alasan khusus," Si pria berjalan ke sampingnya, ikut menyandarkan diri ke pilar. Kemeja putih yang dikenakannya berantakan, namun entah mengapa menurut (Name) malah pas untuknya. Rambut merahnya yang acak-acakan jatuh menutupi dahi. Dia menghadap (Name) dan menunjukkan hasil potretnya.

"Kau satu-satunya objek foto yang bagus," dia menyeringai. Semu merah muda mewarnai pipi (Name) saat melihat dirinya di layar kamera. "Dan aku menyukainya."

Itu adalah foto dirinya yang tengah berdiri di depan meja hidangan dan menatap pria tersebut dengan terkejut. (Name) mengira hasilnya akan memalukan, namun ternyata hasilnya bisa sebagus ini.

"Kau bohong. Aku pasti tampak konyol tadi," (Name) membuang muka. "Dan kau pasti mengeditnya agar orang-orang tidak menertawaiku."

Pria tersebut menahan tawa. (Name) menatap pria itu tersinggung. Apanya yang lucu?

"Dan menurutmu kapan aku bisa melakukannya? Aku adalah seorang fotografer yang dipekerjakan untuk memotret acara sialan ini, kalau perlu satu gedung ini. Jika acaranya sudah selesai, aku baru bisa melakukannya. Kebetulan, aku menemukanmu...Jadi aku tidak terlalu merasa kesal."

"....tapi, aku yakin tadi aku tampak konyol," (Name) kekeuh dengan pendapatnya.

Pria itu menggeleng. "Lihat ini."

Kali ini adalah potret dirinya yang berdiri menyandar di pilar, memejamkan mata dan terlihat santai dengan latar biru malam yang indah. Biru malam itu terlihat pas dengan gaun merah yang dikenakan (Name).

"Itu..."

"Sangat cantik," pria itu mengangguk. Menatap (Name) dengan senyum di wajahnya. "Kau mau?"

"Jika kau tidak keberatan," jawab (Name) sedikit kikuk.

"Tidak akan. Aku akan memastikan fotomu ini sampai di rumahmu setelah acaranya selesai," Dia mematikan kamera.

"Memangnya kau tahu dimana rumahku?"

Kali ini dia tertawa kecil. (Name) terbius dengan tawanya.

"Tidak. Bagaimana kalau kau memberitahuku sekarang, dengan namamu?"

(Name) baru menyadari dirinya tidak tahu nama si pria, dan merasa nyaman hanya dengan bicara dengan orang yang tidak dikenalnya ini.

Melihat reaksi (Name), pria itu tersenyum seraya mengulurkan tangan.

"Aku Eustass Kid, seorang fotografer amatir. Senang berkenalan denganmu."

.

One Piece Short Story CollectionWhere stories live. Discover now