Brandari | 16

331 38 26
                                    

Hai, apa kabar? Semoga selalu baik, ya.
Kelamaan ya nextnya? kelamaan sampe pembaca pada kabur huhu. Tapi ttp aja, aku harap masih ada yg mau baca cerita ini.

Selamat Membaca, Pren🐣



*

Malam ini keadaan Berlina sudah lebih baik. Jenata benar-benar merawat Berlina dengan telaten, padahal ia hanya mengikuti perintah-perintah dari Weni, -Mamah Jenata. Tidak lupa, Jenata juga menumbuk obat agar Berlina mudah meminumnya.

Berlina benar-benar berterima kasih pada Jenata dan Weni.

Kabar yang lebih baiknya, rahasia Berlina tentang bolos les tidak terungkap. Hingga saat Fero pulang dari pekerjaannya, tidak satupun kata yang mengisyaratkan pada peristiwa tersebut keluar dari mulutnya. Fero tidak mengetahui jika Berlina bolos les Itu sungguh luar biasa. Berlina mulai bertanya-tanya dalam hatinya; apa yang sebenarnya dilakukan oleh Asoka?

Sibuk dengan pikirannya, perhatian Berlina teralihkan ketika pintu balkonnya terbuka dan menampakan batang hidung Asoka.

"Udah mendingan?" Tanya Asoka sembari menutup pintu di belakangnya.

Berlina bangkit dari tidurnya, "udah."

Takut dibohongi lagi, Asoka mendekati Berlina, menaruh punggung tangan di kening Berlina hanya untuk memastikan suhu badannya. Sudah tidak panas, itu artinya kondisi Berlina sudah lebih baik.

"Syukur kalau lo udah mendingan," kata Asoka. Cowok itu duduk di ujung kasur Berlina, terus menatap Berlina dengan wajah yang serius. "Kalau sakit bilang ke gue, jangan diem-diem aja."

Berlina hanya berdehem.

"Kalau lo sampai pingsan lagi kaya tadi, gue marah."

"Kok gitu?" Tanya Berlina dengan kerutan di dahinya. Logikanya, jika Berlina pingsan, seharusnya khawatir adalah perasaan Asoka, bukan marah.

Jemari Asoka menyentil dahi Berlina, "badan lo berat."

Berlina berdecak kesal, tangan kirinya mengusap-usap kening, sementara tangannya yang lain membalas perbuatan Asoka dengan memukul pahanya dengan kencang. "Sakit!" Pekik Berlina.

"Baru sembuh tapi udah dianiaya!" dengus Berlina, dia kembali merebahkan tubuhnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.

"Lo itu punya anemia Ber, jadi harus tidur yang cukup." Nasihat Asoka. Sudah jadi tugasnya untuk terus menasehati Berlina.

Berlina nyengir, "Iya, kadang gue lupa."

Dalam tidurnya, tiba-tiba Berlina merasakan pergerakan di atas kasur, Berlina menurunkan selimutnya sedikit demi sedikit untuk melihat Asoka. Takut-takut jika cowok itu pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata. Tetapi ketakutan Berlina tidak terjadi, karena cowok itu kini berada tepat di atas Berlina, tangannya menyodorkan sekotak susu yang ia tempelkan di atas kening Berlina.

"Ini, gue lupa ngasih tadi di sekolah." Kata Asoka, dengan wajah polos tanpa mempertimbangkan detak jantung Berlina yang tidak karuan.

Mencoba menutupi rona merahnya, Berlina dengan cepat mengambil sekotak susu yang diberikan oleh Asoka. Berlina bangun, dan mau tidak mau Asoka juga menjauh dari Berlina, ia kembali ke posisi semula.

BrandariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang