"Ne?" kudengar suara Genta yang memanggilku dari luar.
"Yow?" sahutku.
Pintu kamarku langsung dibuka Genta. Pria itu langsung menyelonong masuk dan rebahan di kasurku. Sekarang sudah pukul 11 malam, ada apakah gerangan ia secara random masuk ke kamarku?
Ah bahkan aku belum melupakan kejadian siang tadi yang membuatku terus merutuki keagresifanku hari ini. Duh! Kenapa Genta ke sini sih?
"Apa lo?" tanyaku ketus saat pria itu dengan santainya malah memainkan ponselnya. Ia berbaring di sisi sebelah kasurku yang kosong.
"Nggak apa-apa. Bosen aja main PS," katanya enteng.
"Tidur sana."
"Belum ngantuk," katanya. Tak ada pembicaraan lagi di antara kami karena kami berdua sibuk dengan ponsel masing-masing.
"Eh besok mau ikut kondangan nggak?" tanya Genta memecah keheningan.
"Mau! Kangen banget ke nikahan orang," tanggapku.
"Iya ya? Semenjak kita nikah kemarin, kita belum pernah datang ke kondangan orang bareng."
"He'eh. Emang siapa yang nikah, Ta?"
"Ada nih, junior gue," katanya. "Eh tapi kalau lo ikut, awas ya lo bahas-bahas yang kemarin," imbuhnya.
"Hahaha, iya," kataku. Aku tidak mau lagi cari masalah dengan Genta seperti siang tadi.
"Ne, laper," ujar Genta random.
"Makan lah."
"Buatin gue mie goreng dong," pinta Genta yang kini tersenyum lebar.
"Ih ogah ah! Udah malam, mager," tolakku. Yang benar saja Genta memintaku memasak mie instan malam-malam. Bergaya sekali dia, padahal malam sebelumnya tengah mengaduh kesakitan karena maag.
"Yaah. Jahat banget sih lo. Please lah, Ne."
"Nggak mau ah. Lo kan bisa jalan sendiri," tolakku lagi karena aku memang benar-benar malas untuk ke bawah. Tubuhku sudah menempel lekat dengan kasur.
"Ih biasanya kan gue yang masakin lo. Masa' cuma diminta tolong dibuatin mie doang, lo nggak mau sih? Please laah. Tugas istri kan melayani suami," ujarnya hiperbola. Aku bergidik ngeri mendengar kalimat terakhirnya.
"Ck. Ngerepotin!" kataku namun langsung bangkit berdiri. Yasudahlah, tidak apa-apa berbuat baik pada Genta sekali-kali.
"Pakai telur nggak?" tanyaku sebelum menutup pintu kamarku.
"Enggak. Nggak usah pakai sausnya juga," jawab Genta dengan santainya. Ia terlihat nyaman berbaring telentang di kasurku. Dengan muka masam, aku turun ke dapur untuk memasak mie pesanan Genta.
Sepiring mie goreng hangat tanpa telur dan saus sambal pesanan Genta sudah jadi. Aku segera naik ke atas untuk membawakannya pada Genta. Ia harus berterima kasih padaku karena sudah mau disuruh-suruh olehnya. Namun alangkah gondoknya aku mendapati pria itu sudah memejamkan matanya. Napasnya terdengar teratur tanda ia memang sudah benar-benar tidur.
"Ta," panggilku yang tidak mendapat jawaban. Dengan menahan geram, kutaruh sepiring mie goreng yang sudah kubuat tadi di nakas. Sialan Genta! Bisa-bisanya ia tertidur setelah ia memperbabuku.
Tanganku belum sempat menyentuh Genta. Niatku ingin membangunkannya, namun kuurungkan kala kuperhatikan mata Genta yang terpejam. Tidurnya terasa damai dan begitu nyaman. Bisa-bisanya pria itu tidur pulas hanya dalam 15 menit saja. Kuhembuskan napasku, kemudian naik ke sisi kasur tepat di sebelahnya.
YOU ARE READING
The Only Exception [END]
RomancePesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...
15. Ketiduran
Start from the beginning
![The Only Exception [END]](https://img.wattpad.com/cover/200767549-64-k174844.jpg)