2

5.6K 555 198
                                    

Naruto©milik MK
.
.
.
Selamat Membaca...
.
.
.

Sudah seminggu sejak peristiwa di bulan. Hubungan Naruto dan Hinata kian dekat. Naruto tak sungkan untuk datang menjenguk Ayah dari kekasihnya itu.

Hiashi sudah mengetahui hubungan mereka. Dan tidak ada penolakan dari Hiashi untuk mereka. Hiashi hanya berpesan pada Naruto, tolong jaga dan lindungi Hinata. Seperti saat ini, Naruto sedang duduk disamping brangkar Hiashi.

"Jaga Hinata. Aku percaya padamu, Naruto." Pesan Hiashi pada Naruto. Hiashi tau jika, Naruto adalah pria yang sudah sangat lama menduduki hati putri sulungnya itu.

"Baik, Hiashi-sama, Anda bisa percaya padaku." Hiashi menganggukkan kepala, mata bulannya menerawang jauh kedepan.

"Dari Hinata kecil, aku tidak pernah benar-benar menjaganya. Aku lebih banyak menuntut padanya." Ujar Hiashi sendu. "Saat aku tau, kau menjadi penyemangatnya sehingga dia menjadi kuat, aku sempat merasa marah. Marah pada diriku sendiri. Mengapa putriku tidak menjadikan aku sebagai poros penyemangatnya." Lanjut Hiashi masih dengan sendu menerawang jauh kedepan.

"Ternyata, aku hanya menuntut tanpa mengerti dirinya. Saat dia diminta oleh tetua klan untuk melawan Hanabi yang masih berumur lima tahun, saat itu aku pun sangat marah karena dia kalah dari Hanabi. Tapi, setelah menelisik lebih dalam, mana tega seorang Hinata menyakiti adiknya sendiri. Tentu ia akan mengalah." Hiashi tersenyum menatap Naruto, seakan bertanya jika yang dikatakannya adalah benar. Naruto hanya tersenyum, seakan membenarkan ucapan Hiashi.

"Hinata... putriku itu sangat lembut dan penyayang. Aku melupakan hal itu, Naruto. Jadi, aku percayakan Hinata padamu. Jaga dia." Nasehat serta pinta Hiashi pada Naruto.

"Dengan senang hati, Hiashi-sama."

Obrolan ringan mereka terus mengalir, terkadang Hiashi berdehem dan terkikik mendengar cerita lelucon Naruto.

"Tadaima..." Suara lembut itu, membuat kepala berbeda generasi ini menoleh pada pintu yang bergeser. Disana Hinata berdiri dengan senyum manis.

"Tou-sama, sudah baikan?" Tanya Hinata sembari menaruh rantang makanan yang ia bawa dari rumah.

"Tentu sudah, ada Naruto disini. Pasti hatimu juga membaik kan? Tidak rindu Naruto?" Hiashi terkikik geli, melihat wajah merah padam milik putri sulungnya. Ternyata seperti ini rasanya bercengkrama dengan putri sulungnya. Hiashi sadar, sudah banyak waktu yang terbuang sia-sia dengan putrinya, hanya untuk mengurusi klan. Harusnya, dirinya dulu bisa membagi waktu untuk anak-anaknya, tidak hanya mengurusi klan.

"Pergilah. Kalian tak ingin kencan? Apa kencan di kamar inapku sangat menyenangkan?" Goda Hiashi lagi.

Kedua wajah anak manusia itu memerah pekat. Malu rasanya digoda oleh Hiashi.

"Cepatlah, Hanabi akan segera kemari, anak itu yang akan menemaniku."

"Baiklah, Hiashi-sama aku izin kencan dengan Hinata."

"Na-naruto-kun." Gagap Hinata dengan wajah yang memerah. Hiashi tertawa lirih, Hinata sangat mirip dengan mendiang istrinya. Hikari.

"Hn. Jalanlah."

Naruto mengangguk, meraih tangan Hinata. "Kencan?" Naruto menggoda Hinata dengan menaik turunkan alisnya, menambah pekat warna merah diwajah Hinata.
.
.
.

Naruto mengajak Hinata ke patung Hokage. Di sana tempat biasa dirinya merenung. Mereka duduk berdampingan, tak ada yang membuka suara. Menikmati terpaan angin yang membelai wajah mereka dengan lembut. Hinata sendiri memejamkan matanya, sesungguhnya dirinya sedang membiasakan diri jika bersama Naruto. Tak bisa Hinata pungkiri, berada didekat Naruto masih memberi efek kejut yang mendebarkan untuknya. Hinata tersenyum, saat mengingat jika dirinya saat ini adalah kekasih Naruto, pria yang sedari dulu ia kagumi, pria yang menjadi poros dimana dia bisa memacu dirinya menjadi lebih kuat lagi.

Our Love.Where stories live. Discover now