02. Ospek

101 38 10
                                    

Universitas Bunga Bangsa.

Shafa dan Keisya berlari menuju lapangan kampus. Di sana terdapat banyak mahasiswa-mahasiswi yang berjejer rapi membentuk barisan. Mereka berdua berjalan mindik-mindik berharap tidak ada yang mengetahui bahwa mereka telat. Namun, keberuntungan tidak berpihak pada mereka, setelah suara bariton berteriak padanya.

"Heh, itu kalian berdua maju ke depan!" teriaknya dari depan.

"Mampus kita, Fa," keluh Keisya. "Kenapa masih di situ, cepat ke depan!" titahnya lagi dengan suara tinggi. 

Tanpa banyak bicara lagi mereka berdua maju ke depan. Dengan perasaan takut, Shafa dan keisya berdiri di samping Vino yang mereka ketahui adalah wakil ketua BEM yang ikut mengurus OSPEK. Vino Atmaja adalah wakil ketua BEM yang tegas dan bertanggung jawab. 

"Hadap ke depan!" tegasnya pada Shafa dan Keisya. Dengan cepat mereka menghadap ke arah jajaran para para mahasiswa di depan.

"Kenapa kalian telat?" tanya Vino dengan suara tegas.

"Tadi masih bantuin orang kecelakaan dijalan, Kak," kata Keisya jujur.

"Pinter banget alasannya." Vino tersenyum sinis mendengar ucapan Keisya. Seolah yang Keisya katakan adalah alasan, padahal itu benar.

"Tapi, itu benar, Kak," jawab Shafa membenarkan. 

Ketika Vino akan membalas ucapan Shafa, tiba-tiba ia teralihkan oleh ponselnya yang berbunyi di saku celana. Segera ia mengambilnya dan menatap ponsel itu, lalu mengangkat penggilan tersebut. Lelaki itu tetap berada di tempatnya tanpa harus menjauh terlebih dahulu.

"Iya, kenapa Raf?" tanya Vino pada orang di seberang sana.

"Lo urusin dulu OSPEK itu, karena gue ada halangan," balas Rafka pada Vino.

Ya, yang menghubungi Vino adalah Rafka. Tanpa Shafa dan Keisya ketahui, yang ditolong mereka tadi adalah Rafka sang ketua BEM di kampusnya. Lelaki itu memang tidak pernah hadir sejak hari pertama OSPEK, niatnya akan hadir sekarang, tetapi musibah menimpanya. Semua calon mahasiswa baru masih belum mengenal Rafka sampai saat ini.

"Oke," singkat Vino.

Vino menutup panggilannya, matanya kembali menatap kedua perempuan di depannya yang dilanda rasa ketakutan.

"Nasib baik kalian, ketua BEM nggak hadir sekarang, kalau nggak kalian akan dihukum habis-habisan," kata Vino menakutkan. 

Mereka berdua tidak bisa membayangkan seperti apa kerasnya seorang ketua BEM itu, sampai-sampai Vino mengatakan nasib baik jika tidak ada Rafka.

"Sekarang sebagai hukuman kalian, bersihkan semua halaman yang ada di kampus ini!" Perintah Vino membuat Shafa dan Keisya melongo. Bukan karena apa, tetapi halaman di kampus ini sangat luas dan ada dua halaman di sana.

Sial! Nasib buruk sudah lengkap memenuhi mereka berdua. Pertama harus lari karena telat dan sekarang harus membersihkan halaman yang luas.

***

Shafa dan Keisya sekarang sudah mengerjakan hukumannya, sedangkan yang lain juga sedang istirahat seusai melaksanakan kegiatan bersama pengurus OSPEK. Kebetulan hari ini OSPEK terakhir, jadi kegiatan hanya sebentar, setelah istirahat semua mahasiswa baru dipulangkan. Namun, ada beberapa mahasiswa yang nakal pulang duluan tanpa harus menunggu usai istirahat.

"Dah, pulang, yuk!" ajak Shafa setelah diperbolehkan pulang. Keisya hanya mengangguk dan langsung berdiri dari tempat duduknya.

***

Tiga puluh menit kemudian, Shafa sudah sampai di rumah. Ia masuk, lalu melihat sekeliling isi rumah itu yang tampak sepi tanpa suara apa pun.

Shafa baru tinggal seminggu di rumah ini. Selama masa SMA-nya, gadis itu tinggal di London, lebih tepatnya rumah ayahnya. Ya, ibunya yang asli Indonesia menikah dengan pria asal London. Setelah menikah ibunya memilih ikut ke London dan menetap di sana karena pekerjaan suaminya.

Shafa dari kecil tinggal di Indonesia lebih tepatnya di Jakarta. Hanya saja waktu SMA ia bersekolah di London karena permintaan sang ayah. Setelah lulus Shafa kembali ke kota kelahirannya dan tinggal bersama oma dan kakaknya.

"Dek." Lamunan Shafa buyar saat sang kakak memanggil dari arah tangga.

"Eh, Kakak," jawab Shafa kaget.

"Kenapa nggak langsung masuk? Kok, masih di situ?" kata Fadlan-kakaknya sambil menghampiri Shafa yang masih setia berdiri di depan pintu.

"Ya udah, Shafa masuk dulu," jawab Shafa melewati Fadlan.

Fadlan Ramadhan, cowok yang berperawakan tinggi dan tegas, pemilik kulit putih dan tampan. Fadlan terpaut satu tahun dengan Shafa. Akan tetapi, ia tidak satu kampus dengan adiknya itu. Fadlan pergi ke London hanya saat liburan saja, bahkan terkadang ia tidak ke sana sama sekali.

"Dek, bentar. Ikut kakak, yuk!" kata Fadlan setelah Shafa berada di ujung tangga. 

Shafa menoleh. "Iya, Kak, tapi Shafa sholat dulu, ya," jawab Shafa tersenyum yang mendapat anggukan dari Fadlan. Kebetulan Shafa pulang bertepatan dengan adzan zuhur. Shafa juga tidak menolak ajakan Fadlan karena ia sudah lama juga tidak jalan-jalan di kota kelahirannya.

***

Taman kota.

Di sinilah pasangan adik beradik ini berada. Mereka berdua bercanda ria mengelilingi taman kota itu, seakan tidak pernah jalan-jalan sama sekali. Apalagi Shafa yang memang sudah lama tidak ke sana. Mereka sudah banyak membeli makanan yang ada di taman tersebut. sekarang mereka duduk di bangku taman yang terbuat  dari kayu sambil melihat ramainya pengunjung.

"Kak, Shafa bahagia banget hari ini," ucap Shafa riang.

"Kakak senang juga bisa bersama kamu lagi di sini," balas Fadlan sambil mengelus lembut kepala Shafa. Fadlan bahagia jika melihat adik kesayangannya ceria seperti ini.

Tanpa sepengetahuan mereka, ada sepasang mata menatap misterius di tempat yang tidak jauh dari mereka.

"Bro, adik musuh kita kuliah di kampus kita," ucapnya dengan seringaian pada orang di seberang telepon.

'Berita yang bagus,' balasnya tak kalah misterius. Sepertinya sangat bahagia mendengar kabar itu, lalu mereka menutup teleponnya.


Bersambung ...

__________________________

Bagaimana ceritanya? 

Follow my Ig untuk info update^^ @sittinuraini09

See you❤

Bondowoso, 06 April 2022

My Rafka [End]Where stories live. Discover now