19. Sebuah Pesan

27 3 0
                                    

Salah satu sahabat Rafka yang bernama Vino telah selesai melaksanakan sarapan paginya bersama sang abang. Ia hendak berdiri untuk memakai jas kampus andalannya. Namun, ia berhenti melakukan kegiatan itu saat Leon memanggil. 

"Jangan lupa jalankan malam ini," seru Leon padanya.

"Siap, Bang." Vino menampilkan senyum miring.

Leon melihat kepergian adiknya dengan senyum misterius. Tak lama lagi rencana yang ia susun akan terlaksana, sangat berharap semua akan berjalan lancar. Ia akan sangat bahagia melihat sosok yang akan menjadi korban kejahatannya itu menderita. Hal ini adalah salah satu tujuannya ia pulang.

***

Gadis berparas cantik tengah membeli sebuah minuman di kantin, ia memberi selembar uanv berwarna hijau pada pelayan kantin itu. Kemudian, Shafa keluar dari tempat tersebut dan sesekali mencicipi minumannya itu. Di tengah jalan tak sengaja ia membentur seseorang karena kecerobohonnya. 

"Kak, maaf, aku--"

Shafa berhenti berbicara setelah Vino melewatinya. Ia mengerutkan alis, biasanya cowok itu akan murka meskipun tidak sengaja ditabrak. Namun, kali ini beda, ia malah pergi dan membiarkan Shafa. Gadis itu mengedikkan bahu tak begitu memikirkannya.

Sesampainya di kelas, kebetulan dosen pengampu telah membuka salam untuk memulai mata kuliah pagi itu. Hampir saja Shafa telat masuk, untungnya dosen tersebut tak menyadari keterlambatan perempuan itu. 

Dua jam berlalu, menandakan kelas Shafa telah selesai. Gadis itu segera mengemas buku-bukunya di meja. Namun, ketika hendak menutup resleting tasnya, ia mendapat sebuah pesan dari ponsel yang sejak tadi diletakkan di meja. Shafa meraih benda pipih itu, begitu terkejut setelah melihat nama Rafka di sana.

"Tumben ngirim pesan," gumam cewek itu.

Shafa membuka pesan tersebut. Ia mengangkat alis saat sebuah pesan itu mengatakan bahwa Rafka mengajaknya bertemu malam ini dengan tujuan akan membeli sebuah kado ulang tahun untuk mamanya. Shafa tidak ingin berpikiran negatif, ia akan menemuinya untuk membantu.

"Kak Rafka orang baik, kok," kata Shafa menegaskan dirinya sendiri.

Gadis itu memasukkan ponselnya setelah menyetujui ajakan Rafka. Ia keluar kelas dan akan langsung pulang karena hari ini hanya ada satu mata kuliah. 

Di lain sisi, Rafka baru saja datang dari ruang dosen. Cowok itu kembali ke kelas setelah mengikuti rapat bersama para pembimbing kurikulum. Begitulah sebagai ketua BEM, Rafka cukup profesional menjalankan tugas itu hingga cukup dipercaya oleh dosen-dosen di kampusnya.

"Capek banget," keluhnya menyenderkan kepala di kursi, kemudian membuka tasnya untuk mengambil ponsel. "Hp gue mana, ya?" tanya Rafka ketika tidak menemukan benda itu di dalam tas.

Rafka merogoh beberapa saku di celana dan jas yang ia kenakan. Namun, benda itu tidak ada. Ia kembali mengingat di mana terakhir kali ia menyimpannya. Bahkan, sampai berpikir ketinggalan di rumah, tetapi tidak mungkin ia meninggalkannya.

"Kalian ada liat, nggak?" tanya Rafka lagi pada sahabat-sahabatnya.

"Gue nggak," jawab Daniel yang kini ikut berdiri untuk mencari ponsel itu.

"Vin, lo liat, nggak?" Pertanyaan itu beralih pada lelaki yang sejak tadi membaca buku.

"Nggak, ketinggalan kali atau lo lupa naruh di mana," sahutnya pada Rafka.

Rafka kembali duduk seraya memikirkan ke mana ponsel itu. Ia benar-benar bingung karena benda yang biasa ia bawa ke mana-mana hilang tanpa jejak. Ia berusaha tenang, mungkin saja yang sahabatnya katakan benar, ponsel itu ada di rumahnya.

***

Malam pun telah tiba, tepat pukul delapan Shafa sudah siap dan rapi. Ia mengenakan tas slempang dan setelan gamis berwarna hitam. Ia menuruni tangga dan menghampiri sang kakak dan omanya yang ada di ruang tamu.

"Mau ke mana, Sayang?" tanya omanya yang lebih dulu melihat sang cucu datang, membuat Fadlan juga ikut menoleh.

Shafa mendekat dulu pada mereka, lalu duduk di sofa itu. "Aku mau izin pergi ke mall, Oma." 

"Sama siapa?" Kini Fadlan bertanya dengan penuh penyelidikan.

"Tadi pagi Kak Rafka ngajak aku ke mall, dia mau beli kado ultah untuk mamanya dan minta aku bantu cari kado itu. Boleh, ya, Kak," mohon gadis itu pada Fadlan. "Kakak udah janji nggak mau benci Kak Rafka," lanjut Shafa berharap kakaknya itu akan memberi izin.

Fadlan memejamkan mata sejenak. "Rafka mana? Nggak mungkin kamu jalan sendiri, kan?" Fadlan menoleh ke arah pintu.

"Kak Rafka nggak bisa jemput katanya, dia minta langsung ketemu di mall," sahut Shafa yang memang baru saja mendapatkan pesan dari cowok itu.

Fadlan menyatukan alis heran. "Kakak anterin," putus Fadlan yang tidak bisa membiarkan adiknya pergi sendiri.

Shafa menggeleng. "Kak, aku bisa naik taksi. Udah dipesenin juga sama Kak Rafka. Kakak nggak perlu khawatir." Lagi-lagi gadis itu menatap Fadlan dengan tatapan memohon.

"Ini udah--"

"Kakak udah janji," potong Shafa merasa akan benar-benar aman bersama Rafka.

"Sudahlah, biarin adik kamu pergi." Sandra sudah cukup pusing pada perdebatan mereka. "Shafa sana pergi, tapi ingat jangan kemalaman," lanjutnya beralih pada Shafa.

Shafa tersenyum senang. "Terima kasih, Oma." Gadis itu beranjak dan mencium tangan sang oma.

Sementara Fadlan mulai merasakan aura tidak nyaman. Ia berusaha memungkiri perasaannya yang seakan mengatakan bahwa adiknya dalam bahaya. Namun, ia berusaha percaya semua akan baik-baik saja dan apa yang ia lihat dari tingkah Rafka belakangan ini semoga memang benar. Fadlan berharap Rafka tidak akan melukai adiknya lagi.

Shafa berdiri di depan mall yang tinggi dan megah. Ia menatap sekitar mencari keberadaan cowok itu, ia berpikir mungkin Rafka belum datang. Perempuan berhijab itu membuka tasnya untuk mengambil ponsel dan ternyata ia lupa bahwa benda itu ketinggalan di kamarnya. 

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ada sebuah kain yang menutup mulutnya dari belakang. Kain itu memunculkan aroma yang sangat menusuk pada hidungnya. Bau itu menjalar sehingga membuat kepalanya pening, lalu perlahan kesadaran Shafa menghilang. Orang bertopeng hitam telah berhasil membius gadis itu dan dibawa masuk ke mobil.


Bersambung ...

______________

Thanks for reading:)

See You



My Rafka [End]Where stories live. Discover now