09. Salah Paham

26 6 0
                                    

"Gue mau ngomong sama lo! Kantin sekarang!" tegas Rafka, lalu ia berjalan mendahului ketiganya.

***

"Tadi maksud lo apa?" tanya Rafka datar.

Padahal Daniel baru saja duduk di depannya. Meskipun ada di kantin, tempatnya agak jauh dari yang lain.

"Apa, sih, Raf?" tanya Daniel yang tidak mengerti dengan maksud Rafka. 

Rafka tersenyum miring. "Toiletnya pindah kali, ya."

Sekarang Daniel paham apa yang dibicarakan Rafka. Tadi Daniel memang benar ke toilet, tetapi di pertengahan jalan, ia diperintahkan Pak Bayu untuk membantu Shafa ke perpustakaan.

"Mungkin dia alasan aja mau ke toilet, tau-taunya mojok sama Shafa," tambah Vino yang ikut menyindir.

"Kalian apaan, sih? Gue nggak ada niatan kayak gitu, ya!" kata Daniel dengan suara meninggi.

"Halah, basi tau nggak," balas Rafka santai.

Napas Daniel semakin memburu. Entah keberanian dari mana Daniel berdiri dan menarik kerah baju milik Rafka dengan tatapan tajam.

"Gue ketemu sama Shafa karena disuruh Pak Bayu untuk bantuin dia, jadi nggak usah mikir yang macam-macam," jelas Daniel penuh penekanan.

Lalu ia mengempaskan kerah baju itu dengan kasar. Rafka yang diperlakukan seperti itu masih saja terlihat santai. Setelah itu Daniel langsung berlalu dari tempat tersebut. 

***

"Lagi-lagi aku penyebabnya," gumam Shafa sembari duduk di kursi kelas.

"Kok, dateng-dateng mukanya kusut gitu, sih?" tanya Keisya yang duduk di samping cewek itu. 

Ia menumpukan satu tangannya di meja dan menghadap ke arahnya.

"Tadi Kak Vino sama Kak Daniel hampir berantem gara-gara aku," adu Shafa pada Keisya. 

Keisya menautkan alisnya. Bukankah Shafa mengambil buku bersama Pak Bayu? Kenapa bisa berurusan dengan mereka?

"Kok, bisa?" tanya Keisya lagi.

"Iya, Kak Daniel bantuin aku ke perpus tadi, terus di jalan ketemu Kak Vino dan ... aku nggak sengaja menabraknya," jelasku sambil memikirkan kejadian tadi.

"Kak Vino marah, nggak?"

"Jelas marahlah, apalagi tadi Kak Daniel lindungin aku," ucap Shafa dengan malas.

"Hmm, udahlah nggak usah dipikirin," seru Keisya seraya tersenyum.

***

Dua mata kuliah untuk hari ini sudah selesai. Shafa dan Keisya baru saja keluar dari kelasnya, ia berjalan di koridor menuju parkiran.

Sesampainya di parkiran ia berpapasan dengan keempat laki-laki yang sudah tidak asing bagi mereka berdua. Shafa menarik tangan Keisya untuk berjalan melewati kakak kelasnya itu. 

"Shafa." Suara Rafka menghentikan langkah Shafa yang lumayan masih dekat dengannya. Shafa berbalik dan mencoba tersenyum tipis pada Rafka.

"Iya, Kak," balasnya.

Rafka berjalan menghampiri Shafa. Ada urusan apalagi Rafka dengan Shafa kali ini. 

"Untuk yang tadi ... kata-kata Vino nggak usah dimasukin hati, ya," ujarnya lembut. 

"Iya, Kak."

Shafa selalu gugup saat berhadapan dengan Rafka. Seakan tidak ada kata-kata untuk berbicara padanya. Entah karena apa itu. Di lain sisi, Rafka tahu Shafa sedang gugup karena diperhatikan olehnya. Ia semakin menatap Shafa tanpa memedulikan apa yang dirasakan gadis itu.

"Emm ... aku permisi dulu, Kak." Dirasa Rafka hanya diam saja, Shafa memilih untuk pergi dari hadapannya.

Rafka tersenyum miring. "Buru-buru amat, sih?"

"Kak Rafka masih ada yang mau diomongin?" tanya Shafa berbalik tanpa melihatnya.

"Aku anter ke rumahnya, mau?" 

Sontak Shafa langsung melihatnya dan menggeleng pelan. Shafa tidak mau Fadlan melihatnya dengan Rafka atau kakaknya akan berpikiran yang tidak-tidak lagi tentang Rafka. 

"Ekhem." Shafa langsung menunduk ketika Vino ada di samping Rafka. Begitu pun juga dengan Daniel dan Gery yang juga menghampirinya.

"Raf, ngapain lo ngurusin dia, sih?" tegas Vino sambil menunjuk Shafa dengan dagunya. 

Vino adalah orang pertama yang sama sekali tidak menyukai Shafa. Ia sangat benci padanya, bahkan tidak bisa berpura-pura seperti Rafka.

"Cuma ngajak pulang bareng doang," ucap Rafka pada Vino. 

Shafa bergeming. Ia ingin sekali pergi dari hadapan mereka, tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Jika langsung pergi, Shafa tidak enak dan tidak sopan rasanya. 

"Ngapain? Nyusahin tau, nggak?" desis Vino tajam. 

Kata-kata itu berhasil membuat hati Shafa tersentil, padahal ia tidak meminta Rafka untuk mengantarnya. 

"Kak, ngomongnya jangan gitu dong, Kak Rafka yang ngajak bukan Shafa yang minta, loh," sambar Keisya dengan nada kesal.

"Kei, udah," cela Shafa agar sahabatnya itu tidak kelewatan memarahi Vino.

"Kak Rafka nggak perlu ajak aku pulang bareng, lagian aku bisa pulang sendiri, kok," tolak Shafa masih bersikap sopan pada seniornya.

"Baguslah, ngapain masih berdiri di sini?" sergah Vino.

"Ya udah, permisi." 

Shafa langsung pergi dari hadapan mereka. Ia berjalan menuju mobil Keisya. Kakaknya tidak menjemputnya sekarang karena Shafa yang melarang. Setelah mereka memasuki mobil, Keisya melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan kampus luas itu.

Rafka dan ketiga temannya memperhatikan itu sampai mobil mereka tidak terlihat lagi.

"Vin, lo agak tahan emosi kalo di depan Shafa," saran Rafka setelah kepergian dua gadis itu. 

"Gue nggak bisa," jawabnya singkat. 

"Bisa hancur rencana kita untuk balas dendam, kalo lo kayak gini," kata Rafka.

"Gue punya cara sendiri," balasnya lagi. 

Rafka menautkan alis setelah mendengar ucapan Vino barusan. Apa rencananya? Perlu diketahui Vino juga bisa melakukan apa saja untuk mambalas musuhnya. Ia sangat keras dan lumayan kejam jika berhadapan dengan musuhnya. 

Daniel sedari tadi hanya diam memperhatikan kedua sahabatnya yang berdebat itu, sedangkan Gery selalu fokus dengan game-nya tanpa memedulikan apa yang dibicarakan. 

***

Shafa sudah sampai di rumahnya. Ia langsung masuk dan menoleh ke ruang tamu yang sudah ada kakaknya sedang duduk di sana. Shafa menghampiri kakaknya itu.

"Kak," panggil Shafa.

"Eh, udah pulang," balasnya. 

Shafa mencium tangan kakaknya itu, ia sudah terbiasa seperti itu.

"Oma mana?" tanya Shafa karena tidak melihat omanya.

"Kakak nggak tau juga, tadi pas Kakak pulang ... oma sudah nggak ada."

"Ke supermarket kali, ya," tebak Shafa. Fadlan hanya mengangguk.

"Ya udah, Shafa ke kamar dulu mau salat Zuhur," pamit Shafa yang langsung diangguki Fadlan. 

Ia berjalan menuju kamarnya. Setelah sampai di kamar, ia menyimpan tasnya di kasur dan masuk ke kamar mandi untuk berwudu. Tanpa waktu lama, ia keluar kamar mandi dan mengambil mukena di lemari. Setelah itu ia menunaikan salat Zuhur.


Bersambung  ...

_____________

Thank for reading❤

See you❤


Bondowoso, 14 April 2022



My Rafka [End]Where stories live. Discover now