12. Dia?

35 7 1
                                    

Shafa memasuki rumahnya dengan langkah gontai, aktivitasnya di kampus lumayan melelahkan. Ia hendak melangkah menaiki tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai dua. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika berpapasan dengan Fadlan yang menuruni tangga.

"Baru pulang?" tanya Fadlan turun selangkah mendekati Shafa.

Shafa tersenyum tipis. "Iya, Kak."

"Pulang sama siapa?" tanyanya lagi.

"Sama Keisya."

Shafa memang sengaja tidak menelepon Fadlan untuk menjemputnya di kampus. Shafa takut kakaknya akan bertemu Rafka jika menjemput ke kampus.

"Dah, sana mandi, terus tidur," titah Fadlan langsung berjalan melewati Shafa.

Shafa melanjutkan berjalan menuju kamarnya ketika Fadlan sudah pergi. Sesampainya di kamar, Shafa menaruh asal tasnya di kasur. Kemudian ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket.

Selesai mandi dan mengenakan pakaiannya, Shafa merogoh isi tasnya mengambil beberapa buku untuk di keluarkan. Ia tidak sengaja mengambil undangan yang diberikan Rafka di kampus tadi.  Gadis itu teringat bahwa ia belum memberitahu kakaknya tentang hal ini. Ia segera keluar dari kamar dan bergegas turun menghampiri Fadlan yang ada di ruang tengah. 

"Kak," panggil Shafa sambil duduk di samping Fadlan.

Fadlan hanya berdeham karena fokus pada laptopnya.

"Kak, aku dikasih undangan sama ...." Shafa menghentikan kalimatnya karena takut dengan respons sang kakak nanti.

Fadlan menoleh ketika Shafa tiba-tiba terdiam. "Sama siapa?"

Shafa mengambil napas berusaha menguasai dirinya agar tidak takut. Bagaimanapun juga Shafa harus meminta izin pada kakaknya walaupun ia tahu Fadlan tidak akan mengizinkannya.

"Sa-sama Kak Rafka," cicit Shafa memberanikan diri menatap Fadlan.

 "Terus?" tanya Fadlan dengan suara datar.

"Aku disuruh datang ke sana," balas Shafa pelan.

"Kalau Kakak nggak ngizinin," ucap Fadlan mengangkat sebelah alisnya.

Shafa sudah yakin kakaknya akan menjawab seperti itu. Shafa terdiam dengan kepala menunduk. Ia tidak enak pada kakak kelasnya jika tidak hadir di acara itu.

"Tapi, aku nggak enak kalo tidak hadir. Ini yang ngundang Kak Vino." Shafa mengangkat kepalanya menatap Fadlan.

"Kamu tahu sikap mereka seperti apa sama kamu, kakak nggak mau terjadi apa-apa," urai Fadlan.

"Kak, jangan su'udzon," peringat Shafa.

Shafa sama sekali tidak berburuk sangka pada Vino yang mengundangnya. Lagian semua mahasiswa/i di kampus juga diundang oleh Vino. Jadi, tidak mungkin mereka sengaja mengundang Shafa untuk melukainya, pikir Shafa.

"Lagian semua anak kampus diundang kok," tambah Shafa meyakinkan Fadlan.

Fadlan menatap Shafa iba, ia tidak tega melihat adiknya tampak memohon seperti ini karena larangan Fadlan sendiri.

"Kamu tidak tahu kelicikan mereka, sayang," gumam Fadlan dalam hati.

"Kak, boleh, ya ...," rengek Shafa dengan tatapan memohon.

Fadlan berfikir sejenak dan menghela napas dalam.

"Boleh, tapi Kakak ikut," tuntut Fadlan membuat Shafa kembali mencebikkan bibirnya.

"Kak, nggak perlu. Aku sama Keisya," kekeh Shafa tidak mau bersama Fadlan.

Dengan terpaksa Fadlan akhirnya mengangguk pertanda ia mengijinkan Shafa hadir di acara itu. Meskipun sebenarnya ia sangat khawatir dengan keadaan adiknya di sana.

My Rafka [End]Where stories live. Discover now