21. Kecewa

28 4 0
                                    

Ketiganya sama-sama terkejut. Shafa yang tak menyangka bahwa kedua orang bertopeng itu melakukan hal tersebut atas perintah Rafka. Begitu pun dengan Rafka yang tampak bingung dengan kejadian iyu yang mengatakan bahwa dirinya dalang di balik semua itu. 

Fadlan membuka tali-tali yang mengikat adiknya. Begitu miris melihat pergelangan dan kaki mulus itu lebam, wajah Shafa juga terdapat banyak tanda-tanda berwarna biru keunguan. Ia menatap Rafka tajam, kemudian berdiri mendekat pada cowok itu.

Fadlan menarik kerah cowok itu. "Lo tega banget sama adik gue, padahal dia nggak salah apa pun," ucapnya pada Rafka.

"Sebentar, lo jangan salah paham dulu." Rafka berusaha menarik bajunya hingga terlepas. "Gue baru dengar kabar ini barusan, gue serius," lanjutnya mencoba meyakinkan Fadlan.

Fadlan tersenyum miring. "Lo pikir gue akan percaya dengan omong kosong lo itu, lo licik, Raf!" teriak Fadlan menggema di ruangan itu. 

Tanpa banyak bicara lagi, Fadlan langsung memukul rahang Rafka hingga terpental. Ia lanjutkan dengan tendangan keras pada perutnya. Sama sekali tak peduli seberapa sakit yang Rafka rasakan. Hampir saja ia akan memukulnya lagi, tetapi adiknya memanggil dengan suara rintihan.

"Kakak berhenti, aku ingin pulang," ujar Shafa yang sudah tak kuat menahan pening di kepalanya.

Fadlan mengembuskan napas tidak teratur, ia berbalik untuk membantu adiknya berdiri. Kemudian, Shafa berhenti tepat di samping Rafka yang terkapar tidak berdaya. Ia duduk berjongkok, lalu menghapus cepat air matanya yang tiba-tiba mengalir.

"Kak Rafka ternyata memang jahat, aku menyesal sudah buang-buang waktu untuk percaya sama Kakak." Shafa mengatakan kalimat panjang itu dengan suara bergetar. "Aku nggak akan sudi lagi bertemu dengan Kak Rafka," imbuhnya, lalu berdiri dan pergi dari tempat itu dengan dibantu Fadlan.

"Shafa--" Rafka terbatuk darah, ia merasakan nyeri di bagian perut akibat tendangan keras yang menimpanya.

Gery dan Daniel menghampiri cowok itu. "Raf, ayo ke rumah sakit." Mereka membopong Rafka untuk keluar dari tempat itu dan membawanya ke rumah sakit.

"Hm, rencana kita berhasil, Vin," ucap pemuda bernama Leon seraya membuka topengnya.

Vino pun juga membuka topeng. "Nggak nyangka bakal setragis ini," sahut Vino dengan gelengan. "Abang benar, Rafka sudah mulai memiliki perasaan pada cewek itu," sambungnya mengingat bagaimana Rafka berusaha menjelaskan pada Fadlan tadi.

Ya, pelaku itu adalah Vino dan Leon. Mereka sengaja melakukannya dengan sebuah alasan. Di mana Vino yang bertujuan balas dendam pada Fadlan sekaligus ingin membuktikan perkataan Leon bahwa sahabatnya sudah mencintai gadis itu. Begitu pun Leon yang bertujuan untuk menyakiti Shafa akibat perbuatan cewek tersebut beberapa tabun lalu.

***

Shafa dibaringkan ke tempat tidur, lebam-lebam itu sudah dikompres oleh omanya. Dokter pun sudah datang ke rumah itu atas panggilan sang kakak. Sekarang gadis itu merasa kondisinya lebih baik meskipun rasa nyeri masih sedikit terasa.

"Kak, maafkan Shafa udah nggak percaya sama Kakak," ujar perempuan itu merasa bersalah pada Fadlan.

Fadlan tersenyum dan mengelus pipi sang adik. "Nggak papa, lupain aja. Kejadian sekarang harus jadi pelajaran buat kamu, lain kali kamu harus pandai memilih mana orang baik dan tidak," balas Fadlan menasihati adiknya.

"Iya, Kak."

"Dah, sekarang istirahat. Oma sama Kakak keluar dulu, istirahat yang nyaman, Sayang." Sandra mencium kening cucu gadisnya itu, kemudian keluar bersama Fadlan.

Shafa menatap langit-langit kamar. Ia mengingat kejadian yang menimpa dirinya hingga ingatannya berputar pada kebaikan-kebaikan Rafka padanya. Hati kecil Shafa masih tidak yakin bahwa cowok itu yang melakukan semua ini. Namun, tidak mungkin mengelak kebenaran tersebut karena ia sudah menyaksikannya.

Di lain sisi, Rafka tengah berbaring di brankar rumah sakit. Pikirannya tidak tenang, ia memikirkan gadis itu. Ingin sekali menjelaskan bahwa bukan dirinya yang menculik. Namun, cowok itu merasa sudah sangat sulit menjelaskan karena Shafa sudah memutuskan tidak ingin bertemu dengannya.

"Daniel," panggilnya pada salah satu sahabatnya yang menunggu sejak tadi.

"Kenapa, Raf? Ada yang perlu dibantu?" tanya Daniel pada lelaki itu.

"Gue mau lo sama Gery selidiki siapa yang berani melakukan penculikan ini," pinta Rafka dengan serius.

Ia berjanji akan menghukum dengan berat pelaku tersebut. Mereka sudah berani membuat namanya tidak baik di depan Shafa dan Fadlan, bahkan ia sudah menculik perempuan itu. Rafka tidak akan membiarkan pelaku tersebut menjalani hidupnya dengan tenang.

"Gue memang ingin menyelidiki kasus ini, Raf." 

Sejak mendengar kabar penculikan itu, Daniel sudah tidak tahan untuk mencari tahu siapa pelakunya. Apalagi yang diculik adalah sosok gadis yang beberapa hari ini ada di hatinya. 

"Gue harap kita bisa menemukan pelaku itu," kata Rafka.

***

Dua orang pemuda berada di salah satu club di kotanya. Tampak sangat bersenang-senang sambil meminum minuman berbau alkohol. Para wanita-wanita seksi juga menari-nari di depan mereka. Tempat itu sangat menjijikkan.

"Vin, nambah lagi," pinta Leon sambil memajukan gelasnya, ia sudah hampir menghabiskan lima botol.

"Abang bisa kobam, loh," tegur Vino karena tak ingin direpotkan.

"Gue sangat merayakan kemenangan ini," ucapnya dengan bangga.

Vino menggeleng tak habis pikir. Ia juga sangat senang telah melukai gadis itu dan membuat Fadlan marah. Namun, di satu sisi ia merasa berkhianat pada sahabatnya. Bahkan, ia tega membiarkan Rafka dipukul habis-habisan karena ulahnya. Mungkin Rafka akan kecewa jika tahu yang sebenarnya.


Bersambung ...

_____________

See you:)


Bondowoso, 05 Mei 2022



My Rafka [End]Where stories live. Discover now