14. Maaf

35 4 0
                                    

Shafa membaca buku di meja belajarnya setelah selesai membersihkan badan. Menoleh ketika pintu kamar terbuka. Menampilkan Fadlan yang berjalan ke arahnya.

"Lagi belajar, ya?" tanya Fadlan.

"Enggak, lagi baca aja."

Fadlan mengangguk, kemudian duduk di kasur milik Shafa. Ia melihat sang adik yang masih fokus dengan bukunya.

"Rafka beneran nggak ngapa-ngapain kamu, kan?" tanya Fadlan memastikan.

Sebenarnya tadi di luar rumah Fadlan sudah membahas hal ini setelah kepergian Rafka. Bahkan, tadi hampir saja Fadlan menyalahkan Rafka. Untungnya Shafa dengan cepat menarik tangan Fadlan untuk masuk.

"Kan, tadi aku udah bilang sama Kakak," sahut Shafa.

"Kakak khawatir aja," sambung Fadlan menekuk wajahnya.

Shafa menghela napas dan menghampiri Fadlan. Merasa senang setiap kakaknya khawatir seperti ini. Shafa duduk di samping Fadlan dan menggenggam tangannya.

"Kak Rafka baik kok, Kak. Kakak nggak perlu khawatir," jelas Shafa mengingat kebaikan Rafka padanya.

Fadlan berdecak, seakan tidak terima kata baik itu terlontar dari mulut adiknya. Fadlan takut suatu saat Rafka akan melakulan hal jahat di balik kebaikan yang ia berikan pada Shafa.

"Shafa bisa jaga diri, kok," tambah Shafa sambil bersandar di bahu Fadlan.

Fadlan mengangkat tangannya merangkul Shafa dari samping. 

"Kakak harap ... kamu benar-benar bisa jaga diri," balas Fadlan lembut.

Shafa mengangguk, kemudian ia merasakan matanya sangat berat. Hingga akhirnya Shafa memejamkan matanya di bahu lelaki itu. 

Fadlan tersenyum tipis ketika melihat Shafa yang sudar tertidur. Ia mengangkat tubuh sang adik untuk berbaring di kasur. Fadlan menyelimuti Shafa dengan pelan, takut adiknya terbangun. 

"Kakak tidak akan biarkan siapa pun menyakiti kamu," gumam Fadlan, lalu keluar dari kamar.

***

Pagi ini lumayan menyegarkan, udara pagi yang sangat nyaman dinikmati. Shafa dan Keisya berjalan di koridor menuju kelasnya. Langkahnya terhenti ketika melihat seseorang duduk di depan kelas. 

"Fa, itu Kak Rafka?" tanya Keisya yang juga melihat Rafka.

Shafa hanya mengangguk. Menatap Rafka bingung, untuk apa dia duduk di sana? Keisya menarik Shafa untuk melanjutkan berjalan. Bukannya ke kelas, Keisya malah menghampiri Rafka.

"Kak, ngapain di sini?" sapa Keisya pada Rafka.

Shafa sedikit menyenggol Keisya karena terlalu lancang menanyakan hal itu pada Rafka. Rafka mendongak, beralih menatap Shafa yang berdiri di depannya bersama Keisya.

Rafka tersenyum tipis. "Aku mau ngomong sama Shafa," sahutnya tanpa basa basi.

Keisya dan Shafa sama-sama terkejut. Mereka saling menatap satu sama lain. 

"Boleh, nggak?" ulang Rafka.

Shafa mengerjap. "Iya, boleh, Kak."

"Ya udah, kalo gitu aku ke kelas dulu," pamit Keisya berlalu pergi.

Shafa dan Rafka duduk di kursi depan kelas itu. Banyak mahasiswa/i yang berlalu-lalang menatap mereka. Namun, mereka berdua mengabaikan itu.

"Fa, kamu nggak papa?" tanya Rafka.

"Nggak papa, Kak," balasnya.

"Gue ke sini cuma mau sampein maaf  sama lo," tutur Rafka.

Shafa mengernyit, sepertinya Rafka tidak pernah ada salah padanya. Lalu untuk apa minta maaf, sampai rela menunggu di depan kelas seperti ini.

My Rafka [End]Where stories live. Discover now