Tiba-tiba Queenzie merasa ada sesuatu yang tersampir di bahunya. Queenzie menoleh, ternyata Calvin melepas jaketnya dan memakaikan jaket itu di tubuh Queenzie agar Queenzie tidak merasa kedinginan.

“Kalau musim hujan gini mending lo pakai baju yang agak tebelan, Beb.” Calvin tersenyum. Tangannya mengacak rambut Queenzie lembut.

Queenzie mengangguk dan balas tersenyum.

“Beneran lo gak mau balik sama gue?” tanya Calvin sekali lagi. Dia berniat langsung pulang setelah ini karena matanya memang sudah mengantuk. Apalagi kemarin malam dia tidak tidur karena nongkrong dengan Kenzo sampai subuh. Mereka hanya ngopi saja, tidak ke bar seperti biasanya.

“Enggak. Lagian kenapa lo gak bawa mobil, sih?” Queenzie menatap Calvin kesal. Andai Calvin tadi bawa mobil, pasti mereka sudah sampai rumah sekarang.

“Males. Apalagi kalau macet.”

Queenzie cemberut. Matanya tidak sengaja melihat Dhaffi dan Kinar lewat di koridor depan kelasnya.

“Bentar ya, gue mau nyari tumpangan dulu. Kalau gak nemu nanti gue balik ke lo.” Queenzie berlari keluar kelas.

“Terus aja gue dijadiin cadangan,” gumam Calvin kesal. Sembari menunggu Queenzie, dia memainkan game yang ada di ponselnya.

Queenzie berlari menyusul Dhaffi. Lantainya yang basah karena terkena cipratan air hujan membuatnya harus melangkah dengan hati-hati jika tidak ingin terpeleset. Untung saja hari ini dia memakai sneakers karena misinya untuk menggoda Dhaffi memang sudah selesai. Misinya pun tidak bisa dikatakan berhasil karena meskipun Dhaffi memberinya nasihat, tapi setelahnya dia kembali mendiamkan Queenzie.

“Pak Dhaffi!” panggil Queenzie sedikit keras agar Dhaffi yang berjarak lumayan jauh di depannya bisa mendengar teriakannya.

Langkah Dhaffi berhenti. Begitupun Kinar. Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara.

Queenzie mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal setelah dirinya sudah sampai di depan Dhaffi. Dhaffi hanya menatapnya datar, sedangkan Kinar menatapnya sinis.

“Ada apa kamu memanggil saya?”

“Saya tidak dapat tebengan pulang. Kalau saya nebeng Bapak, boleh?” Queenzie menatap Dhaffi memohon. Sekarang hanya Dhaffi harapan satu-satunya agar dia bisa pulang tanpa kehujanan.

“Maaf saya tidak bisa memberi kamu tumpangan. Saya harus mengantarkan Bu Kinar pulang.” Jawaban Dhaffi membuat tubuh Queenzie lemas.

Kinar tersenyum. Dia sangat puas dengan jawaban yang Dhaffi berikan.

“Saya gak masalah kok, Pak, kalau ikut mengantarkan Bu Kinar. Lagi pula, rumah kita kan berhadapan. Cuma Bapak tetangga saya yang belum pulang. Saya benar-benar butuh tumpangan, Pak.” Queenzie membuang rasa malunya. Andai sistem imunnya tebal, pasti dia akan lebih memilih pulang dengan Calvin. Sayangnya, Queenzie gampang sakit kalau terkena hujan.

“Kamu gak malu ya minta tumpangan maksa kayak gitu?” Kinar menatap Queenzie mengolok.

“Sudah, Kinar!” ucap Dhaffi menenangkan.

“Kamu seharusnya membawa kendaraan sendiri. Belajar mandiri! Jangan suka merepotkan orang lain!”

Ucapan Dhaffi itu membuat hati Queenzie semakin sakit. Dia tidak menyangka Dhaffi tega mengucapkannya.

Queenzie tersenyum paksa. Dia mengangguk paham. “Kalau begitu saya permisi.”

Queenzie kembali ke kelas dengan perasaan sedih bercampur kesal. Sedih karena penolakan Dhaffi yang ketiga kalinya dan kesal melihat Kinar yang seolah sudah memenangkan hati Dhaffi.

“Ambil aja cowok kayak gitu! Gue udah gak mau. Cowok gak punya perasaan. Mau gue buldoser aja rumahnya biar gak jadi tetangga gue,” dumel Queenzie di sepanjang koridor.

Queenzie memasuki kelas dengan menghentak-hentakkan kaki. Calvin yang mendengarnya hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus pada gamenya.

Entah kenapa laki-laki yang dekat dengan Queenzie semua tidak ada yang benar. Atau memang jodohnya tidak ada diantara mereka?

“Vin, ayo pulang!” ajak Queenzie dengan menarik tangan Calvin.

Calvin masih diam di tempatnya. Matanya masih fokus ke layar ponsel seolah apa yang dilakukan Queenzie tidak mengusiknya.

“Sabar, Beb, bentar lagi selesai.” Calvin meraih tangan Queenzie lalu menggenggamnya agar Queenzie tidak menarik tangannya lagi.

Queenzie cemberut, tapi dia tetap menurut. Dia duduk kembali ke tempatnya semula. Membiarkan tangannya berada dalam genggaman Calvin selagi Calvin memainkan game dengan satu tangan.

Setelah permainannya usai, Calvin menggenggam tangan Queenzie menuju parkiran. Sudah menjadi hal biasa Queenzie dan Calvin bergandengan tangan atau berpelukan meskipun mereka sudah berstatus mantan jadi orang yang melihatnya pun tidak begitu terkejut.

Karena Kenzo kampret yang meninggalkannya pulang duluan, Queenzie sekarang terpaksa harus menembus hujan dengan Calvin. Bukannya terjadi adegan romantis, yang ada malah mereka berdebat di atas motor. Calvin yang malang itu harus mendengar cerocosan Queenzie yang memintanya membawa mobil untuk ke depannya agar Queenzie bisa nebeng padanya dari pada dia harus pulang dengan Kenzo yang akan melupakannya saat cowok itu mendapat pacar baru.

💄💋💄💋

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now