"Yang paling bikin sakit hati dia ngomong aku jerawatan. Emangnya aku mau apa jerawatan? Emang aku gak berusaha biar jerawatnya sembuh gitu? Aku juga udah berusaha! Sampe diet juga udah aku lakuin!"

Hyunjin kembali memeluk Sylvia, melihat mata gadis itu mulai berkaca-kaca.

"Sayang, jangan nangis dong," ucap Hyunjin, dengan tangan mengusapi kepala Sylvia.

"Hiksh, dia gak tau apa punya jerawat aja udah sakit, ini lagi malah dikatain, hiksh," gumam Sylvia disela isakan tangisnya.

Sesekali kakinya juga akan menghentak-hentak saking kesalnya, dan Hyunjin memutuskan untuk tidak mengatakan apapun. Takut perkataannya malah membuat perasaan Sylvia semakin buruk.

"Emangnya kamu gak jijik apa sama aku yang jerawatan? Pori-pori gede banget lagi kayak masalah hidup," tanya Sylvia, setelah berusaha mati-matian untuk menghentikan tangisannya.

"Loh? Kenapa harus jijik? Jerawatan itu kan normal, pori-pori besar itu juga normal. Emang karena kamu jerawatan sama punya pori-pori besar, kamu berubah jadi bukan manusia lagi gitu?" timpal Hyunjin.

"Tapi kamu mulus banget, huaaa...,"

"Aku juga kadang suka jerawatan, bahkan bruntusan sering, tapi karena sekarang lagi bahagia, jadi gak ada,"

"Emang bahagia kenapa?"

"Karena mau nikah sama kamu lah, apa lagi?"

Sylvia seketika menyembunyikan wajahnya di dada Hyunjin, malu, senang, campur aduk jadi satu.

•••

Hyunjin dan Sylvia menatap telapak tangan kanan mereka masing-masing yang kini dihiasi satu buah cincin yang berarti, mereka kemudian saling bertatapan, saling melempar senyum, sebelum akhirnya tertawa yang membuat para tamu heran melihatnya.

Rasanya masih tidak percaya kalau kini hubungan mereka sudah resmi, bukan lagi kakak-adik, teman, hubungan tidak jelas, ataupun pacar. Tapi hubungan yang benar-benar berarti.

Hyunjin kemudian mendekati Sylvia, dan merengkuh gadis itu kedalam pelukannya. Sylvia membalas pelukannya, sembari tersenyum lebar.

•••

"Bentar-bentar," ucap Sylvia, membuat Hyunjin yang hendak memeluknya, seketika langsung kembali duduk di pinggir ranjang, sembari membunyikan tulang lehernya.

"Kenapa sih?" tanya Hyunjin dengan nada protes.

"Gimana kalau kita ngitung isi amplop dari tamu undangan aja? Kebanyakan orang itu pasti gitu malem pertamanya," ujar Sylvia, dengan nada suara dan ekspresi yang berusaha setenang mungkin.

Padahal jantungnya sudah lompat-lompat, kapan saja suaranya bisa bergetar karena saking gugup dan takutnya.

"Syl, itu bisa dilakuin besok," ucap Hyunjin.

"Kamu gak capek? Kan seharian udah acara, jadi mending kita tidur aja sekarang," kata Sylvia sembari tersenyum.

Hyunjin mendengus, "Ya, aku mau tidur ini, tapi sambil meluk kamu,"

Sylvia menggaruk kepala belakangnya. Ia mungkin awalnya hanya pelukan saja, tapi ia takut kalau akhirnya terbawa suasana, dan akhirnya mereka akan melakukan itu.

"Apa? Mau alesan apa lagi? Beneran aku serang nanti," ujar Hyunjin.

"Aku kayaknya mau ke kamar mandi dulu deh, hehe, dadah...," Sylvia langsung berlari keluar kamar setelah berkata demikian.

Perfect | Hhj ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن