15

2.3K 612 125
                                    

Karena aroma yang menggoda, Hyunjin akhirnya sarapan dua kali. Padahal hanya nasi goreng biasa, tapi rasanya entah kenapa berkali-kali lipat lebih enak dari nasi goreng yang biasa ia makan.

Sambil mengerjakan pekerjaannya, ia pun sambil makan.

Enaknya jadi karyawan biasa, ia tidak harus menghadiri rapat penting. Hyunjin tidak tahu kalau di perusahaan lain seperti ini atau tidak, tapi kalau di perusahaan milik ayahnya iya.

Meskipun atasan sering memberi banyak pekerjaan, tidak peduli kalau ia anak pemilik perusahaan.

•••

Erina melirik Sylvia yang sedang sibuk menggambar. Gadis itu tampak serius menggambar, sampai-sampai kadang ia berhenti bernapas sesaat karena terlalu fokus.

Mata Erina kemudian beralih menatap ke arah laptop Sylvia, yang menampilkan gambar seseorang yang baru setengah jadi.

"Gambar pacar kamu?" tanya Erina.

"Iya, eh-," Sylvia tercengang mendengar jawabannya sendiri, sementara Erina bingung karena Sylvia tampak terkejut.

"Eh? Eh kenapa?" tanya Erina lagi.

"Gak papa, hehe," balas Sylvia.

"Pacar kamu cakep banget, baik juga?"

Sylvia mengangguk, "Kalau gak baik, gak akan dipacarin lah,"

"Iya sih," gumam Erina, "Tapi sejujurnya... Mbak ngerasa familiar sama wajahnya,"

"Heum? Familiar?" Sylvia seketika mengalihkan pandangannya dari laptop ke arah Erina.

"Bukannya Mbak mau ngomong yang buruk ya tentang pacar kamu. Mbak juga gak tau bener enggak, tapi seinget Mbak aja ini mah. Kamu inget kan dua tahun lalu, bude, Mbak, sama temen-temen bude dicegat sama anak-anak geng motor dan dipalakin? Ada salah satu yang mirip pacar kamu itu, ya emang dia pake masker, cuman sempet dilepas sebentar," celoteh Erina.

Sylvia terdiam sejenak, kemudian hanya mengangguk-angguk.

"Kebetulan mirip aja kali," ucap Sylvia.

"Yah, mudah-mudahan. Waktu itu rambutnya item sih, pendek, badannya agak kurus juga, keliatan masih anak-anak banget, beda sama mas Hyunjin," ujar Erina.

Sylvia hanya tersenyum samar sebagai tanggapan.

"Waktu itu yang mirip mas Hyunjin itu, gak ikut malakin sih. Dia cuman kayak seneng-seneng aja ngebentakin orang, atau nodong-nodong barang yang bahaya, habis itu ketawa gitu kalau liat ekspresi takut. Psikopat kayaknya tuh orang," kata Erina.

"Barang yang bahaya tuh apa?" tanya Sylvia.

"Kayu panjang yang banyak pakunya. Waktu lapor polisi, dia berhasil kabur. Haduh, sayang banget sih, ganteng-ganteng, masih muda, tapi jadi berandal," balas Erina.

"Yah, karena masih labil, gak ada yang ngarahin, jadi kayak gitu. Mudah-mudahan aja udah berubah orangnya sekarang, kan udah dewasa, masak sih gak bisa mikir? Iyakan?"

"Ahh, banyak orang yang udah tua bahkan masih gak bisa mikir, dan tetep jadi penjahat,"

"Heumm, iya sihh...,"

Perfect | Hhj ✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu