23. Godaan Iblis Cantik

Start from the beginning
                                    

Kepala Queenzie tiba-tiba bersandar di bahu Calvin membuat Calvin sedikit terkejut. Dia mengumpat dalam hati karena tahu jika apa yang dilakukan Queenzie pasti akan memberikan efek tidak menyenangkan untuknya. Calvin pasti akan mendapat masalah setelah ini. Apalagi dosen yang mengajar sekarang adalah Dhaffi. Entah Dhaffi mengakuinya sebagai saingan atau tidak, yang pasti Calvin sudah melabeli Dhaffi sebagai saingannya.

“Jangan gini, Beb, nanti kita kena masalah!” bisik Calvin dengan mata sesekali melirik ke arah Dhaffi. Dosen pencabut nyawa itu sedang sibuk dengan laptopnya sampai tidak menyadari kelakuan kedua mahasiswanya itu.

“Biarin aja! Yang penting kita ngerjain tugas yang dia kasih, dia gak akan marah kok,” ucap Queenzie berbohong. Padahal dia juga sudah menduga akan mendapat masalah karena apa yang dilakukannya ini.

Calvin mendesah pasrah. Dia kembali mengerjakan tugasnya dengan bahu berat sebelah karena ketempelan iblis cantik.

Dhaffi mengalihkan pandangannya pada mahasiswa-mahasiswanya. Para mahasiswanya itu sedang mengerjakan tugas yang dia berikan dengan diam. Tidak ada yang berani membuat keributan di mata kuliahnya karena mereka tidak ingin nyawa mereka berkurang. Tatapannya menajam saat melihat di bangku belakang si iblis cantik sedang menempeli mantannya.

“Jika ada yang ingin bermesraan, kalian bisa bermesraan di luar kelas!” sindir Dhaffi dengan suara keras. Semua mahasiswanya langsung mendongak. Mereka menatap Dhaffi bingung lalu memperhatikan sekeliling untuk mengetahui siapa yang dimaksud Dhaffi.

Dengan tega Calvin menjauhkan bahunya dari kepala Queenzie sampai membuat tubuh Queenzie goyah ke samping. Queenzie menatapnya kesal, sedangkan Calvin menunduk pura-pura fokus dengan tugasnya.

Semua mata sekarang menatap ke arah Queenzie dan Calvin. Kedua orang itu cuek-cuek saja. Calvin lebih memilih fokus pada tugasnya, sedangkan Queenzie malah tersenyum miring karena rencananya mengusik Dhaffi berhasil.

“Heh! Lo jangan apa-apain Calvin! Gue aduhin emaknya Calvin mampus lo!” Kenzo menatap Queenzie tajam.

Stella yang sudah gemas langsung memukul kepala Kenzo dengan bukunya.

“Jangan dipukul kepala gue, El! Nanti kalau gue bodoh anak-anak kita juga ikutan bodoh.”

Stella menatap Kenzo aneh lalu bergidik ngeri. Mempunyai suami seperti Kenzo adalah mimpi buruk untuknya. Jadi apa rumah tangga mereka kalau baik suami maupun istri sama-sama suka bergonta-ganti pasangan? Bisa-bisa mereka menjadi keluarga konyol yang saling menyelingkuhi satu sama lain.

Sorry ya, Ken, tapi lo bukan tipe gue.” Stella memandang Kenzo remeh.

“Iya gue ngerti kok. Gue emang terlalu pangeran buat lo. Lo kan sukanya Doraemon.” Kenzo tertawa mengejek.

Stella melotot lalu memukul lengan Kenzo kesal.

Queenzie geleng-geleng kepala menatap keduanya. Tatapannya tidak sengaja bertemu dengan tatapan Dhaffi yang masih menatapnya tajam.

“Queenzie, tolong kumpulkan semua pekerjaan teman-teman kamu lalu bawa ke ruangan saya!” perintah Dhaffi lalu pergi setelah mengucapkan salam untuk mengakhiri kelas hari ini.

Calvin menghembuskan nafas lega. “Untung gue gak ikut kena masalah.”

Queenzie meliriknya tajam. “Lo tuh jadi laki bukannya bantuin bininya ngadepin masalah malah ninggalin.”

“Males gue. Lo tipe calon emak-emak yang suka nyari ribut.”

Queenzie mendengus mendengar jawaban Calvin. Dia segera menjalankan perintah Dhaffi dengan mengumpulkan tugas teman-temannya lalu membawanya ke ruangan Dhaffi.

Queenzie masuk ke ruangan Dhaffi setelah dipersilahkan. Terlihat Dhaffi sedang menunggunya karena laki-laki itu tidak sedang melakukan apapun. Dia hanya duduk ganteng di kursi kebesarannya dengan menatap Queenzie tajam.

“Ini hasil pekerjaan teman-teman saya, Pak.” Queenzie meletakkan lembaran-lembaran kertas di atas meja Dhaffi.

Dhaffi tidak merespon. Dia masih memperhatikan Queenzie lekat dengan tatapan penuh amarah.

“Apa maksud kamu berpenampilan seperti itu ke kampus?” Dhaffi berdiri dari kursinya membuat Queenzie yang masih berdiri di depannya menjadi was-was.

“Saya tidak bermaksud apa-apa,” jawab Queenzie tenang.

Dhaffi tersenyum mengejek. “Tidak bermaksud apa-apa? Bukannya kamu berpenampilan seperti itu untuk menggoda para lelaki?”

Queenzie mengangguk. “Tebakan Bapak memang tepat, tapi lebih tepatnya saya hanya menggoda satu laki-laki.”

“Siapa laki-laki itu? Mantan kamu?” tanya Dhaffi menahan kesal.

Queenzie menggeleng dengan tersenyum. “Laki-laki itu Khadhaffi Askaraja. Dia calon saya, bukan mantan.”

Dhaffi terkekeh merasa lucu dengan jawaban Queenzie. “Percaya diri sekali kamu bisa bersama dengannya.”

“Tidak juga. Saya kan bilang kalau dia hanya calon, belum tentu jadi juga kan?”

Senyum remeh di bibir Dhaffi langsung hilang. Dia kembali menatap Queenzie tajam.

“Jangan berpenampilan seperti ini lagi! Mahasiswa lain dan para dosen bisa berpikiran macam-macam tentang kamu jika kamu masih suka berpenampilan seperti ini. Kamu tentu tahu kalau orang-orang paling suka menjudge tanpa mau repot-repot instropeksi diri. Mereka akan menganggap kamu buruk dengan penampilan seperti ini,” jelas Dhaffi mengingatkan.

“Orang tua saya mengajarkan saya untuk bersikap bodo amat terhadap orang-orang yang tidak menguntungkan kehidupan saya. Setiap orang pasti punya pembenci, begitupun saya. Jika saya terus memikirkan pandangan mereka terhadap saya, itu sama artinya saya tidak merdeka. Saya tidak bebas melakukan apapun karena takut dengan pendapat orang-orang terhadap apa yang saya lakukan. Semua itu hanya akan membuat saya tidak bahagia. Selama ucapan haters tidak mengurangi pahala dan kekayaan saya, saya tidak masalah mereka berkicau sampai berbusa.” Queenzie mengucapkannya dengan enteng. Dia adalah anak dari aktor terkenal dan mantan hater. Dia tahu betul bagaimana menyikapi haters.

Dhaffi cukup tercengang mendengar jawaban Queenzie. Dia tidak menyangka perempuan seperti Queenzie bisa berpikiran seperti itu.

“Apakah saya sudah boleh pergi? Saya ingin makan siang dengan teman-teman saya.” Pertanyaan Queenzie itu menyadarkan Dhaffi dari lamunannya. Dia mengerjapkan mata lalu mengangguk setelah otaknya mencerna pertanyaan Queenzie.

Queenzie berlalu pergi setelah mengucapkan salam dan melempar senyum tipis.

💄💋💄💋

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now