SURROUNDED BY GOOD PEOPLE

89 20 3
                                    


Bicaralah!

Karena itu yang bisa membuatku tahu isi hatimu.

Langkah Reina terhenti sebelum mencapai pintu kelas. Sejenak ia memikirkan apa yang akan ia katakan pada Lia terlebih dahulu. Namun, sampai istirahat telah berakhir. Reina hanya mengintip dari balik pintu. Reina mengerjapkan mata beberapa kali. Selain Lia, ada Tika yang sedang berbicara dengan teman sebangkunya itu.

Jarak yang lumayan jauh, menyulitkan Reina untuk membaca gerak bibir Tika. Namun, Lia tampak tidak nyaman bersama Tika. Tidak lama kemudian, Tika keluar dari kelas dan meninggalkan Lia yang langsung melemparkan pandangan ke luar jendela.

Kepala Reina langsung dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Sayangnya, rasa cangung mengalahkan rasa ingin tahunya. Aksi diam seribu bahasa itu masih berlangsung hingga jam pelajaran selesai. Namun, Reina merasa ini sudah tidak benar. "Kaki lo kenapa?" tanya Reina membuka percakapan.

Bel pertanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak semenit yang lalu. Penghuni kelas sibuk mengemas barang masing-masing, bersiap untuk pulang. Reina berusaha untuk bersikap biasa aja. Seolah tidak ada apa-apa di antara mereka berdua.

Gadis berwajah tirus itu menoleh. Rasa khawatir teman sebangkunya itu tampak jelas di wajahnya ketika ia melihat kaki Lia yang diperban.

"Gue cuma terkilir tadi," jawabnya lemah. Tidak menyangka Reina masih peduli padanya. Hati gadis itu tersentuh. Kedua matanya mulai terasa panas. Reina akhirnya berbicara kepada Lia.

"Kok bisa, sih? Lo, kan tadi cuma ke ruang guru aja ketemu Pak Emon."

Lia tersenyum kecil menyadari kalau Reina masih memperhatikannya. Buktinya, gadis itu ingat kalau Pak Emon meminta Lia datang ke ruang guru saat jam istirahat. Keadaan hening sejenak.

Seakaan sadar dengan perkataannya dan takut membuat Lia merasa tidak nyaman, Reina kembali berkata, "Kalau lo nggak mau cerita juga nggak apa-apa. Gue nggak maksa lo, kok." Reina menggigit bibirnya dan menutupi wajah dengan kedua tangannya. Menyesali tindakan bodoh yang ia lakukan kepada sahabatnya.

"Sori, gue udah cuekin lo, Li. Lo pasti benci banget sama gue, kan?"

"Rei, gue nggak pernah benci sama lo," jawab Lia lembut sambil menurunkan tangan Reina. Lia melemparkan senyuman yang kemudian dibalas dengan pelukan oleh Reina.

"Sumpah, gue nggak mau kita kayak orang asing," ungkap Reina jujur.

"Pasti gue nyakitin perasaan lo ya, Rei?" tanya Lia sambil melepaskan pelukannya.

Kedua mata Reina bergerak ke atas dan tangannya sibuk mengipas matanya yang mulai terasa panas. Lia masih menunggu sampai Reina siap melanjutkan keluh kesahnya.

"Lo masih ingat, kan, kita pernah janji buat pergi bareng ke toko buku dan ternyata lo nggak bisa karena ada urusan mendadak. Gue berusaha buat ngerti kalau lo nggak bisa pergi sama gue. Tapi pas tahu kalau ternyata lo lagi sama Thora dan Will sore itu, gue merasa ...."

Reina mengigit bibirnya lagi, lalu menarik napas dalam. "Gue merasa kalau lo nggak pernah menganggap gue sebagai teman."

Lia bisa merasakan kecewa dalam tiap kalimat yang Reina lontarkan. Memang waktu itu Lia tidak memberitahu Reina alasan yang sebenarnya. Lia masih menutupi alasan mengapa Will menemuinya, begitu juga alasan Lia yang ingin mengembalikkan Will. Gadis itu tidak ingin Reina terlibat dalam masalahnya. Hanya saja Lia tidak menyangka pertemuan Lia dengan Thora dan Will menjadi viral di sekolahnya.

"Gue pengin berguna buat lo. Bukan cuma lo aja yang selalu ada buat gue, tapi harusnya gue juga." Mata Reina mulai memerah, dadanya terasa begitu sesak. "Sadar nggak sih, selama kita berteman, lo nggak pernah minta bantuan atau curhat apapun tentang lo ke gue." Reina tersenyum lemah.

AurelianaWhere stories live. Discover now