LOVE AND HATE

74 16 1
                                    



Katanya mencintai seseorang itu tidak butuh alasan.

Apa membenci juga seperti itu?

"Minggir! Gue mau lewat."

Pagi hari saat jam menunjukkan pukul 06.45 pagi, kelas XI IPA 4 sudah kedatangan tamu. Tiga sekawan yang paling terkenal karena sering berbuat onar di sekolah. Ide ini diprakarsai oleh Satrian. Rasa rindu menggerakan hatinya untuk menyambangi pujaan hatinya. Berkali-kali ditolak oleh Reina tidak membuat api semangatnya padam. Bahkan ketika cewek galak itu mengusirnya, ia tidak merasa gentar. Malah tersenyum semringah. Cinta telah membuatnya buta dan tuli.

Reina berdecak sebal melihat Satrian yang berdiri tepat di tengah pintu kelas. Beberapa teman yang berada di kelas cekikikan. Terhibur dengan adegan kejar daku kau kutangkap sepagi itu. Kedua tangan gadis itu terlipat di dada. Badannya bergerak ke samping kanan. Dilihatnya Zain senyum-senyum sendiri sembari menatap layar gawai. Reina menggelengkan kepala, meminta bantuan Zain sudah pasti sia-sia. Cowok itu tampak sibuk sendiri.

Kini matanya bergerak dan berhenti pada cowok berambut ikal. Punggungnya bersandar pada dinding. Sesekali mengetuk-ngetukkan sepatu conversenya ke lantai. Biasanya, Thora akan jadi kompor ketika Satrian beraksi. Ada untungnya cowok itu diam saja, bisa-bisa Reina semakin sebal kalau Thora ikut-ikutan membantu Satrian. Namun, melihat cowok iseng itu diam saja jadi terasa aneh.

"Gue di depan lo, loh. Kok, malah merhatiin Zain sama Thora," keluh Satrian. Bahunya melorot seperti orang putus asa. Wajahnya dibuat seperti anak kucing kelaparan.

"Gue masuk ke kelas. Bisa, kan, lo minggir sebentar biar gue bisa lewat." Nada suara Reina tidak lagi tinggi dibanding sebelumnya. Jika dengan mengusir dengan cara membentak tidak mempan, Reina mengatur cara bicaranya agar terdengar lebih lembut. Barang kali Satrian mau menurut padanya setelah itu.

"Uuunch. Macan gue manis banget." Satrian merasa gemas sendiri. Kedua tangannya terkepal dan menempel di pipi kiri dan kanan. Sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas. Lengkap dengan kedua kelopak mata yang tertutup.

Bahu Reina bergidik. Ia semakin ngeri mendapatkan respon tidak terduga dari cowok yang menurut Reina sudah gila.

"Lia?"

Suara Thora tidak terlalu kencang, tetapi Reina masih bisa mendengarnya. Gadis itu melemparkan pandangannya ke arah berlawanan Thora berdiri. Lia berjalan dengan langkah cepat seperti terburu-buru. Wajahnya tidak hanya tertutup oleh rambut panjang yang terurai. Hodie abu melingkupi kepala Lia yang tertunduk.

Langkah Lia segera terhenti saat melihat dua pasang kaki ada di ambang pintu. Kepalanya mendongak. Reina yang pertama kali ia lihat, lalu ada Satrian. Lia mengedarkan pandangan, hingga netra Lia dan Thora beradu. Tidak ada satu pun yang bersuara. Termasuk Reina dan Satrian. Mereka dibungkam sunyi.

Alasan Thora mau mengikuti Satrian ke sini adalah Lia. Semalam Thora sama sekali tidak bisa tidur. Pengakuan Will mengacaukan pikirannya. Pun permintaan Lia untuk menjauhi dirinya. Tanda tanya besar terpatri di otaknya. Apa alasan Lia menginginkan jarak di antara mereka berdua? Mungkinkah Lia punya perasaan yang sama kepada Will? Dadanya berdebar tak karuan karena cemas. Tidurnya pun tak bisa dibilang nyenyak karena matanya tidak benar-benar terpejam semalam.

Thora baru saja mau membuka mulutnya, tetapi Lia memutus pandangan itu. Kemudian Lia berjalan melewati Satrian. Merasa ada kesempatan untuk menghindar, Reina mengikuti Lia hingga masuk ke kelas. Beberapa saat kemudian Satrian kembali sadar kalau dirinya telah kecolongan.

AurelianaWhere stories live. Discover now