HUKUMAN

145 25 35
                                    

Semuanya menjadi lebih berarti jika waktu bisa kuhabiskan berdua denganmu.

Nafasnya terengah-engah. Keringat terus bercucuran di pelipisnya. Hari ini Thora merasa seperti neraka telah bocor dan menghibahkan sedikit suhu panasnya ke bumi. Kakinya sudah mengelilingi lapangan sebanyak 14 putaran. Tinggal satu putaran lagi, maka hukumannya berakhir.

Namun, hukuman kali ini terasa menyenangkan. Jika sebelumnya ia sering dihukum bersama Satrian dan Zain, sekarang Thora sedang berlari dengan gadis yang beberapa hari ini sering mampir dipikirannya, Aureliana. "Pak, biar saja saya yang dihukum. Lia nggak salah apa-apa," pinta Thora sebelum memulai hukuman. Cowok itu merasa bersalah karena tidak sengaja melibatkan Lia. Namun, Pak Roy tetap pada pendiriannya. Lia harus ikut menanggung akibatnya karena ketahuan sedang berdua bersama Thora.

Thora berlari mengimbangi kecepatan Lia. "Capek?" tanya Thora yang sudah berada di samping gadis itu. Lia tidak menjawab, ia tetap berlari sambil sesekali menunduk. Wajahnya tampak memerah, bulir-bulir keringat muncul di keningnya. Thora tersenyum lebar, ia sangat menikmati pemandangan di sampingnya.

"Waw, Thora dihukum sama siapa tuh?" Seseorang berteriak dari pinggir lapangan hingga Thora menoleh dan melihat Puji beserta gerombolan teman cewek sekelasnya di sana. Thora membalasnya dengan cengiran dan lambaian tangan.

Teriakan itu tak luput dari indera pendengaran Lia, tetapi gadis itu berusaha mengabaikannya. Pak Roy menghukum Lia dan Thora tepat saat bel istirahat pertama berbunyi. Hingga orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar lapangan pasti akan melemparkan pandangan pada Lia dan Thora.

Lia sempat memergoki, beberapa orang memandang ke arahnya sambil berbisik dan hal itu membuat pikirannya tak karuan. Terutama tatapan orang-orang yang membuat dirinya merasa rendah diri dan itu mengingatkan Lia pada masa lalunya.

Seseorang yang baru saja bertemu dengannya kemarin, berjalan di pinggir lapangan. Will sedang melihat ke arahnya tanpa ekspresi. Saat itu Lia langsung ingat liontin yang ia temukan kemarin. Lia pikir Will sedang menunggunya untuk menanyakan hal itu tetapi cowok itu melanjutkan langkahnya dan berlalu dari sana.

Sesuai perintah Pak Roy, Lia berhenti pada putaran ke sepuluh. Lalu gadis itu berlari dari lapangan tanpa memedulikan Thora yang meneriakan namanya berulang kali.

***

"Kok, bisa sih lo dihukum?" Reina bertanya tanpa basa-basi ketika Lia sudah di kelasnya. Yang Reina tahu tadi Lia hanya izin ke toilet untuk membasuh wajahnya, tetapi sampai bel istirahat berdentang, Lia tidak kunjung kembali. Tak lama salah satu teman sekelasnya datang dengan membawa berita yang membuat seisi kelas langsung heboh.

Otak Lia tidak bisa memproses pertanyaan Reina, ia masih sibuk mengatur napasnya yang tersengal. Sesekali ia mengedarkan pandangan ke semua penjuru kelas. Benar saja, hampir semua –khusunya murid cewek– menatapnya seperti reporter yang haus akan informasi terkini. Pasti bakal banyak spekulasi yang muncul tentang dirinya dan Thora.

Lia mengigit bibir bawahnya. Apa penting menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada semua orang? Dijelaskan atau tidak, belum tentu mereka semua mengerti atau mau menerima penjelasannya. Bukannya manusia lebih nyaman hidup dengan asumsinya sendiri? Kalimat-kalimat membombardir kepalanya. Lia merasa bahwa persembunyiannya mulai tidak aman.

Merasa kasihan dengan Lia yang kelelahan, Reina berinsiatif untuk membelikan teman sebangkunya itu air minum. "Gue ke kantin dulu, deh. Beliin lo minum," ujar Reina seraya menyodorkan tisu yang langsung diterima Lia.

***

"Sat, ngapain kita berdiri di sini? Duduk aja, yuk. Gue pengin makan," keluh Zain seraya berdecak sebal. Sejak tadi ia mengedarkan pandangan, mencari kursi kosong di kantin. Ia sudah ingin mengisi perutnya yang kosong sejak pagi.

AurelianaWhere stories live. Discover now