SEBUAH SURAT

56 11 0
                                    


Lia yakin tidak ada yang salah dengan pendengarannya. Nenek memang berbicara dengan pelan, karena kondisinya yang masih belum pulih. Namun, yang dikatakan Nenek jelas membuat hatinya bergetar. Sebuah surat dari wanita yang telah melahirkannya.

Di sini lah Lia berada, kembali di rumah sederhana dengan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Hatinya begitu menggebu-gebu, seolah membaca tulisan tangan wanita itu akan membuatnya bertemu dengan orang yang selama ini hanya berada dalam angannya.

Gadis itu masuk ke kamar Nenek dan netranya langsung tertuju pada amplop di atas nakas. Tangannya gemetar ketika meraih amplop itu. Tanpa Lia sadari, air mata meleleh di pipinya. Amplop dengan tulisan tangan yang begitu cantik dan rapi. Gadis itu masih memandangi benda itu. Pikirannya sibuk menerka isi di dalamnya.

Menghela napas panjang, Lia menenangkan pikiran dan hatinya. Sekarang ia duduk di pinggir ranjang sambil menyiapkan hati sebelum membaca surat itu. Surat yang kemungkinan akan menjadi jawaban dari semua tuduhan orang lain dan juga pertanyaan Lia selama hidupnya. Berita baik atau pun buruk, Lia harus ikhlas menerimanya.

Tangannya membuka amplop itu dan menemukan beberapa lembar kertas di sana. Tak hanya itu, ada dua buah foto di dalam amplop itu. Namun, Lia meraih kertas-kertas itu terlebih dahulu dan membiarkan dirinya larut dalam rangkaian kata yang dituliskan oleh Mama nya.

Teruntuk Putriku, Aureliana Edisa,

Hai, Sayang. Selamat ulang tahun. Saat ini pasti kamu sudah tumbuh menjadi remaja yang cantik di usia yang ke-17. Mama sangat ingin melihat tumbuh kembangmu sejak kecil hingga sekarang. Apa kamu punya mata cokelat terang seperti mata mama? Apa hidungmu mancung seperti hidung papa? Apa makanan kesukaanmu? Apa kartun favoritumu? Bagaimana hari-harimu di sekolah? Semua pertanyaan itu selalu membuat hati mama semakin rindu padamu. Pada putri kesayangan mama dan papa. Tapi dibanding mama, kamu pasti punya banyak pertanyaan. Terlebih siapa sosok mama dan papa sebenarnya.

Putriku mama menulis surat ini untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Tepat di usiamu yang ke-17, supaya kamu bisa paham alasan mama melakukan ini semua.

Mama dibesarkan di panti asuhan sejak bayi. Meski hidup tanpa kasih sayang orang tua, mama dirawat dengan baik di sana. Dari SD sampai SMA, mama termasuk siswa berprestasi di kelas. Mama selalu masuk dalam rangking 3 besar dan itu membuat mama mendapatkan beasiswa penuh dari yayasan untuk berkuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung.

Masa remaja mama selalu dihabiskan dengan belajar dan membantu di panti asuhan. Jadi mama tidak pernah terlibat dengan urusan cinta-cintaan. Namun, hari itu mama dipertemukan dengan papa yang adalah kakak senior mama di kampus. Singkat cerita kami saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Selama lima tahun kami berpacaran, lalu kemudian memutuskan untuk menikah.

Latar belakang mama yang tidak jelas, membuat kakekmu menentang keinginan kami berdua. Kakekmu adalah salah satu orang terpandang. Jadi mama bisa mengerti alasan beliau tidak menyetujui kami. Mama tidak mau membuat hubungan orang tua dan anak itu menjadi rusak dan mama memutuskan untuk berpisah dengan papa.

Tapi papamu adalah seorang yang pantang menyerah. Ia selalu meyakinkan kakek bahwa mama adalah pilihan yang tepat. Di awal, kakek tidak pernah mau mendengarkan papa. Tapi berkat usaha keras dari anak semata wayangnya itu, kami berdua diizinkan menikah. Mama merasa beruntung memiliki papamu. Orang yang berkeinginan tinggi dan selalu rendah hati.

Namun, perjuangan kami tidak selesai sampai di situ. Sebelum kami menikah, kakek menginginkan cucu laki-laki sebagai syarat. Perusahan-perusahaan yang sudah dibangun oleh kakek, harus diteruskan oleh cucu laki-lakinya kelak. Papa menyanggupinya dan kami berdua pun menikah.

Hubungan rumah tangga kami sangatlah harmonis. Tidak ada yang salah dengan pernikahan Papa dan Mama. Hanya kami belum merasa lengkap dengan kehadiran buah hati. Syarat yang diminta oleh kakekmu. Sempat mama merasakan bahagia ketika dinyatakan hamil oleh dokter, tetapi kami berdua harus merasakan kecewa karena kandungan mama tidak cukup kuat. Sampai akhirnya mama pun harus keguguran.

Perasaan bersalah selalu menghantui mama. Pasti Papa pun merasa sedih, atau mungkin kecewa karena mama tidak bisa memberikannya keturunan. Namun, Papa justru selalu menjadi yang pertama untuk menyemangati mama. Cintanya selalu memberikan mama ketenangan. Rasa percaya diri mama pun bangkit. Susah dan senang kami jalani bersama.

Mama hanyalah seorang wanita yang dibesarkan di panti asuhan. Sampai mama besar, mama tidak tahu siapa orang tua mama. Meski begitu, Tuhan berbaik hati mempertemukan dengan Papa yang menjadi cinta pertama dan terakhir mama.

Papa dan Mama akhirnya memilih inseminasi sebagai solusi. Rasa cemas dan takut gagal selalu menghantui Mama. Bagaimana kalau akhirnya yang mama lakukan sia-sia dan kami tidak pernah memiliki anak. Hari itu, ketika mama datang sendirian ke dokter untuk memeriksa ternyata mama mengandung.

Tak terkatakan betapa bahagianya mendengar kabar itu. Mama menunggu kehadiranmu sejak lama. Beberapa tahun sampai mama akhirnya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengandungmu.

Lia berhenti membaca surat itu. Air matanya luruh tak terbendung. Kenyataan bahwa mamanya mengalami begitu banyak ujian di hidupnya membuat Lia begitu sedih. Wanita tangguh yang sejak bayi dirawat di panti asuhan tetapi bisa tumbuh menjadi wanita hebat dalam prestasi dan juga karirnya.

Ya, dalam kandungan mama ada kamu. Bayi perempuan yang pastinya cantic. Perasaan bahagia itu yang membuat mama sedikit tenang, meski sebenarnya kakek hanya ingin menginginkan bayi laki-laki.

Lalu mama membuat keputusan besar. Mama membohongi keluarga tentang prediksi kelahiranmu. Tepat saat papa melakukan pekerjaannya keluar negeri, mama meminta bantuan panti asuhan tempat mama dulu tinggal untuk mengurus persalinan. Di sanalah kamu lahir Nak. Titipan Tuhan yang sudah mama dan papa nantikan. Meski papa belum punya kesempatan untuk melihatmu karena mama merahasiakannya.

Saat mama melakukan persalinan, seorang wanita tua yang hidup sendiri sedang berkunjung ke panti asuhan. Mama melihat binary mata wanita itu begitu cerah ketika melihatmu. Wanita itu menceritakan bahwa ia seorang janda tua yang ditinggal meninggal oleh suami dan anak semata wayangnya. SUaminya meninggal karena penyakit. Sementara anak perempuannya meninggal ketika melahirkan. Begitupun calon cucunya, tidak terselamatkan.

Wanita tua itu seakan jadi jawaban atas doa-doa mama. Seseorang yang dikirim Tuhan untuk merawatmu hingga kini dan mama yakin wanita itu merawatmu dengan penuh kasih sayang. Kemudian mama menceritakan situasi yang terjadi dalam hidup mama, juga ketakutan kalau saja kamu tidak akan diterima di keluarga. Sehingga mama menitipkanmu padanya. Maafkan mama, Nak. Saat itu mama tidak berani berjuang untuk membawamu ke rumah. Cukup mama yang rasakan, pahitnya ditolak oleh keluarga.

Nak, kamu adalah darah daging papa dan mama yang kami cintai. Hal itu mama lakukan bukan karena mama tidak menyayangimu, tetapi mama ingin melindungimu. Mama berharap kamu bisa merasakan indahnya kehidupan. Memiliki banyak teman, disayangi dan juga dicintai. Kamu mutiara mama yang tak akan pernah hilang sampai kapanpun.

Surat ini mama tuliskan supaya kamu tidak merasa rendah diri karena tidak punya orang tua yang tidak bersamamu selama ini. Mama juga menyelipkan foto papa dan mama. Dan satu foto ketika mama melakukan persalinan. Semoga kelak kita bisa bertemu, Lia.

Salam Sayang.

Mama

Air mata itu masih berderai di pipinya. Ia menaruh surat itu di atas kasur, lalu meraih dua foto yang dimaksudkan mama. Gadis itu tersenyum kecil. Papa dan Mama nya terlihat bahagia. Sebuah potret yang menunjukkan papa sedang merangkul mama dan keduanya tersenyum bahagia. Sebuah fakta baru yang sudah meruntuhkan perkataan orang-orang tentang dirinya selama ini. Lia bukan anak haram apalagi pembawa sial.

Lalu dilihatnya foto satu lagi. Mama yang terbaring di kasur sedang menggendong Lia. Di foto itu, Lia bisa mengenali wajah Nenek. Namun, ada seseorang yang tidak Lia kenal di sana. Wanita muda yang sepertinya seumuran dengan mama. Wanita itu juga mengendong seorang bayi di tangannya.

Satu pertanyaan sudah terungkap. Namun, Lia tidak mau berhenti di situ. Ia akan mencari mama dan papanya. Setelah Nenek sembuh, Lia akan menanyakannya pada Nenek.

***

AurelianaWhere stories live. Discover now