16. Calon Mama Mertua

Start from the beginning
                                    

Dipikir mudah apa mencari calon istri yang benar-benar klop dengannya. Apalagi Dhaffi harus bersamanya seumur hidup. Dhaffi tidak mau asal mencari perempuan hanya demi memenuhi tuntutan mamanya. Lebih baik terlambat dari pada salah memilih pasangan.

“Dhaffi! Kenapa kamu gak bilang kalau kamu tetanggaan sama artis?” Izzah memukul lengan anaknya kesal. Bisa-bisanya dia baru tahu kalau tetangga Dhaffi yang tinggal di depan rumah itu salah satu artis sinetron kesukaannya. Kalau begini kan Izzah jadi ingin ikut tinggal di rumah Dhaffi juga biar bisa bertetangga dengan artis idolanya.

“Mama gak pernah tanya.”

Izzah semakin kesal melihat respon anaknya. Dia memegang lengan Dhaffi dan menggoyang-goyangkannya.

“Dhaffi, ayo anterin Mama kenalan sama dia! Mama mau minta foto sama tanda tangan buat dipamerin ke teman-teman arisan Mama.”

Dhaffi tercengang mendengar permintaan mamanya. Apalagi tingkah mamanya yang merengek dan menggoyang-goyangkan lengan Dhaffi seperti anak balita yang sedang meminta dibelikan permen.

Terkadang Dhaffi bingung, dimana papanya dulu menemukan perempuan seperti mamanya? Pasalnya papanya terkesan kaku dan dingin seperti Dhaffi, tapi kenapa bisa mendapatkan istri yang cerewet dan banyak tingkah seperti mamanya. Memikirkannya membuat Dhaffi teringat pada seseorang. Seseorang yang sekarang sedang tertawa lepas karena berhasil merebut bola dari tangan lawannya.

“Dhaff, kok kamu malah melamun, sih? Ayo anterin Mama kenalan sama Alvis Sena.” Izzah menarik-narik lengan Dhaffi agar anaknya mengikutinya.

“Gak usah lah, Ma. Malu.” Dhaffi mencoba mempertahankan posisinya.

Izzah melepaskan tangannya dari lengan anaknya. Dia menatap tajam Dhaffi dengan bersedekap dada.

“Kalau kamu gak mau nganterin Mama ketemu idola Mama, besok kamu harus membawa calon istri ke hadapan Mama,” ancam Izzah.

Dhaffi menghembuskan nafas lelah. Kalau ancamannya seperti itu, lebih baik Dhaffi mengenalkan mamanya pada Alvis dari pada harus membawa calon istri ke hadapan mamanya besok. Kandidatnya saja sekarang belum ada.

“Ya udah, ayo Dhaffi kenalin.”

Wajah Izzah berubah semringah. Dia menarik tangan anaknya agar berjalan cepat padahal Alvis juga tidak akan pergi kemana-mana meskipun mereka baru sampai di rumah Alvis nanti sore.

Queenzie mendesah kesal saat lagi-lagi Kenzo berhasil memasukkan bolanya ke dalam ring. Dia berusaha menangkap bola yang baru saja turun dari ring, tapi bola itu memantul melewatinya. Queenzie semakin kesal. Dia berbalik badan berniat mengejar bolanya. Belum sempat dia melangkah, dia dikejutkan oleh seseorang yang sudah berdiri di belakangnya dengan membawa bolanya.

“Mas Dhaffi?”

“Ini bolanya.” Dhaffi memberikan bola basketnya pada Queenzie.

Queenzie menerimanya dengan tersenyum manis seperti biasa.

“Terima kasih.”

“Manis sekali. Kamu siapa namanya?” tanya Izzah yang membuat Dhaffi memutar bola matanya. Dhaffi berharap semoga mamanya itu tidak melakukan hal-hal aneh seperti biasanya.

Queenzie menoleh pada sumber suara. Dia baru menyadari ada orang lain di antara dia dan Dhaffi. Karena terpesona pada penampilan Dhaffi yang terlihat tampan dengan baju santainya sampai membuat Queenzie tidak menyadari sekitar.

“Queenzie, Tan,” ucap Queenzie menyebutkan namanya lalu mencium tangan Izzah.

“Panggil Tante, Tante Izzah aja. Calon Mama mertua kamu.”

“Ah, maksudnya Mamanya Dhaffi.” Senggolan dari Dhaffi membuat Izzah meralat ucapannya.

Dhaffi melirik mamanya kesal, sedangkan Izzah malah tersenyum tanpa dosa.

“Oh, jadi Tante ini mamanya Mas Dhaffi?”

“Oh, manggilnya sudah ‘Mas’ ya? Tante seneng banget dengernya.” Izzah tersenyum manis.

Dhaffi berdehem untuk menyadarkan kedua wanita itu. Bisa dipastikan pembicaraan mereka tidak ada habisnya jika kedua wanita cerewet itu bertemu. Mendengar mamanya berceloteh saja membuat Dhaffi ingin melarikan diri, sekarang dia malah harus mendengar mamanya dan Queenzie berceloteh bersahut-sahutan.

“Ayo, Ma! Katanya mau ketemu Om Alvis?” ajak Dhaffi menyadarkan mamanya tentang tujuan mereka datang ke rumah Queenzie.

Queenzie menatap mereka penasaran. “Emang ada apa kok Tante mau ketemu Papa?” Queenzie mulai was-was. Jangan-jangan ibunya Dhaffi ini salah satu mantan papanya.

“Jadi Alvis Sena itu Papa kamu?” Wajah Izzah semakin semringah.

Queenzie mengangguk sopan. “Iya, Tan.”

“Gak ada apa-apa kok, Sayang. Tante kesini cuma mau melamar kamu buat anak Tante aja.” Izzah mencubit pipi Queenzie gemas.

Dhaffi melotot, tidak menyangka mamanya akan mengatakan itu. Dia berdehem pelan.

“Maksud Mama, Mama mau ketemu papa kamu buat minta foto. Mama saya penggemar berat papa kamu,” jelas Dhaffi agar Queenzie tidak salah paham.

Queenzie yang tadi berada di atas awan langsung jatuh kembali ke dasar bumi saat Dhaffi menjelaskan niatnya yang sebenarnya. Padahal dia sudah berharap kalau yang diucapkan Izzah itu benar.

“Tante permisi dulu ya, Sayang. Ayo, Dhaffi!”

Queenzie mengangguk dengan tersenyum sopan. Dia kembali bermain basket dengan Kenzo, sedangkan Dhaffi dan mamanya menghampiri Alvis dan Abel yang sedang bersantai di gazebo. Seperti yang Dhaffi ucapkan tadi, Izzah langsung meminta foto dengan Alvis,  lalu dengan Abel. Dia juga meminta tanda tangan keduanya.

Selama mamanya mengobrol dengan orang tua Queenzie, Dhaffi memperhatikan Queenzie dan Kenzo yang masih bermain basket meskipun tubuh keduanya sudah basah karena keringat.

“Dilihatin Pak Dhaffi noh!” ucap Kenzo memberitahu.

Queenzie tidak menoleh. Dia sebenarnya sadar karena sedari tadi dia merasa sedang diperhatikan.

“Biarin aja! Gue kesel sama dia. Udah terbang sama ucapan mamanya malah dibuat jatuh sama penjelasan anaknya,” dumel Queenzie.

“Lo yang terlalu ngarep, Jaenab!” Kenzo menjitak kening Queenzie pelan.

Queenzie merengut kesal. Melihat Kenzo masih sibuk tertawa, Queenzie dengan sigap merebut bola dari genggaman Kenzo lalu memasukkannya ke dalam ring.

Tanpa sadar Dhaffi tersenyum melihat Queenzie berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Dia ikut merasa senang padahal bukan dia yang bermain.

💄💋💄💋

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now